Tren Bunuh Diri Meningkat, Bukti Sekularisme Tak Tepat

Oleh. Q. Rosa

Trend kasus bunuh diri terus meningkat, hampir tiap hari mesti ada saja1 berita kasus bunuh diri. Menurut data Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) Polri hingga bulan ini, Oktober 2023, sepanjang tahun 2023 sudah ada 971 kasus bunuh diri di berbagai daerah. Di mana angka ini sudah melampaui kasus bunuh diri tahun 2022 yaitu 900 kasus (databoks.katadata.co.id, 18/10/2023).

Sementara menurut Project Leader & Founder Emotional Health For All (EHFA) dan President Indonesian Association for Suicide Prevention dr. Sandersan (Sandy) Onie, menurut penelitian terbaru menunjukan, tingkat bunuh diri di Indonesia kemungkinkan 4 kali lipat dari angka yang dilaporkan selama ini. Sementara angka percobaan bunuh diri bisa mencapai berkali-kali lipat jumlahnya, “Jumlah percobaan bunuh diri setidaknya 7 kali lipat dari jumlah tersebut” (rakyat.sulse.fajar.co.id, 21/10/2022). Sungguh, kondisi yang membutuhkan perhatian khusus.

Lebih jauh trend kasus bunuh diri, bukan hanya terjadi di kalangan masyarakat dengan kondisi kesulitan ekonomi, tapi terjadi pula dikalangan remaja (anak-anak SMP/SMA), bahkan menimpa juga kalangan intelektual yaitu mahasiswa. Mahasiswa EN (24) asal Kalimantan Tengah, yang ditemukan meninggal dunia di dalam kamar indekosnya, Rabu (11/10/2023) (republika.co.id, 13/10/2023).

Cukup menjadi renungan kita bersama bahwa masyarakat khususnya generasi di Indonesia sedang mengalami masalah mental. Ini membutuhkan perhatian untuk mencari solusi bersama agar kasus tidak terus berkembang.

Buah Sistem Kapitalisme Sekuler

Di tengah ingar-bingar kemajuan teknologi dan percepatan pembangunan ekonomi yang digaungkan pemerintah, belum diimbangi dengan pembangunan mental masyarakat dan generasi negeri ini. Kehidupan sekularisme kapitalisme yang senantiasa memandang materi adalah sumber kebahagiaan, membuat manusia berlomba-lomba untuk meraih dan mempertahankannya, atas nama harga diri, demi popularitas, harta melimpah, gaya hidup glamor dan foya-foya, kebebasan seksual, hingga promo healing tempat-tempat wisata yang makin apik, jadi fokus kehidupan jaman ini.

Namun sayangnya, banyak yang tak sesuai ekspektasi, kemampuan secara finansial atau karena kondisi tertentu, membuat seseorang tak mampu menggapainya. Di sinilah, ada benturan kuat antara fakta dan harapan, ada jurang pemisah antara kenyataan dan cita-cita. Saat kendali diri tidak ada muncul berbagai persoalan mental, malu, minder, cemas, berhalusinasi, merasa tak berguna, suka menyendiri, merasa hidup tiada berarti, terjebak narkoba, emosional hingga mengalami depresi berat. Jika sudah demikian bunuh diri sering kali dianggap menjadi solusi.

Sistem kapitalisme sekuler, melahirkan masyarakat yang egois dan individualis. Semua hidup demi obsesi, kepentingan pribadi dan menjaga gengsi, tak peduli dengan orang yang penting dia bahagia. Pun dengan orang tua atau keluarga, meski secara fisik ada di samping putra-putrinya, tatapi hatinya tidak peka atas persoalan generasi. Sibuk dengan urusan pribadi dan persoalan ekonomi, sementara anak-anaknya sibuk mencari jati dirinya di dunia fantasi. Mereka memperoleh figur teladan dan inspirasi dari sosial media dan game yang ada di aplikasi. Di sinilah, anak tumbuh tanpa pendampingan dan penyiapan mental menghadapi kehidupan sulit. Mereka berjalan sesuai persepsi tanpa mengenal jati dirinya.

Sistem kapitalisme sekuler telah memisahkan agama dari persoalan kehidupan. Agama hanya di ranah privasi tak perlu dihadirkan untuk menjadi sosulusi atas berbagai persoalan yang terjadi. Akibatnya, masyarakat dan generasi makin jauh nilai keimanan. Keyakinan bahwa Allah pemilik dan penentu kehidupan mereka lupakan. Ada takdir baik dan takdir buruk yang bisa menimpa siap saja mereka gak faham. Kehidupan setelah kematian, hari kiamat, surga, neraka dan yaumul hisab jauh mereka gak peduli. Jadilah mereka hidup hanya mengejar dunia, ruhani (ruh) mereka kosong, gak ada pengendali dan gak ada yang ditakuti. Mental mereka pun rapuh dan mudah rusak saat menghadapi masalah.

Sungguh, sistem kapitalisme sekuler telah membawa berbagai kerusakan kehidupan, mulai dari persoalan ekonomi, keamanan, kesejahteraan hingga masalah mental. Terbukti makin hari masalah mental dan kasus bunuh diri terus meningkat. Bukan hanya di Indonesia, tetapi juga menimpa negara-negara maju, seperti Amerika Serikat, Jepang, Korea dan lain sebagainya, yang dianggap menjadi pusat pandangan dunia.

Islam Memberi Solusi

Islam bukan hanya sebatas agama ritual, tetapi aturannya mengatur semua sisi kehidupan. Keberadaan syariat Islam mampu menjadi solusi atas berbagai problem kehidupan termasuk masalah mental dan kasus bunuh diri. Uslam memiliki seperangkat aturan yang mampu memberikan edukasi sejak anak baru lahir. Lapis pertama memaksimalkan peran orang tua terutama ibu menjadi madrasah pertama bagi putra-putrinya memberikan pengaruh kuat pada peletakan dasar sikap anak dalam memandang kehidupan dan kemampuan bertahan saat menghadapi problem kehidupan.

Seorang ibu mesti cerdas dan berkepribadian Islam yang tangguh. Dengan begitu, ia benar-benar ada dan sangat dekat dengan anak-anaknya, menanamkan akidah yang kuat, mengawal pertumbuhan akhlak, dan memberikan berbagai inspirasi skill untuk bertahan dalam kehidupan.

Lapis kedua peran masyarakat. Di dalam Islam, hubungan individu antarmasyarakat sangat kuat, jalinan ukhuwah islamiah akan mengalahkan hubungan apa pun. Ukhuwah yang didasari dengan keimanan, akan membuat setiap individu di masyarakat memiliki kepedulian tinggi pada saudaranya, saling membantu, saling menjaga dan berfungsinya amar makruf nahi mungkar akan menjadi pengontrol berbagai kerusakan sistem hingga kerusakan mental masyarakat.

Lapisan ketiga, terletak pada kurikulum pendidikan. Pendidikan dalam Islam bertujuan membentuk kepribadian Islam tanguh. Sosok generasi yang memiliki keimanan kuat, ketaqwaan kokoh dan ahli dalem berbagai sains dan teknologi. Tsaqafah Islam, sains, dan teknologi akan diajarkan saling terkait dan tidak terpisahkan, hingga menjadikan mental generasi kuat, sekuat Salahuddin Al Ayubi, Muhamad Al- Fatih, Abu Firnas, dan tokoh-tokoh muslim lainya terutama di masa Abbasiyah yang menjadi mercusuar dunia kala itu di bidang sains dan teknologi.

Lapisan keempat, negara hadir menjadi pelindung dan pengurus urusan rakyat. Negara akan melindungi generasi dari berbagai informasi, yang bisa merusak mental mereka. Kontrol atas tayangan di media sosial, media elektronik, media cetak berlangsung ketat. Negara juga akan menghadirkan budaya dan berbagai sarana edukasi yang menunjang penguatan mental generasi. Memberikan sanksi yang tegas atas berbagai kemaksiatan yang merusak masyarakat.

Sisi pengaturan urusan rakyat, negara akan menjamin kesejahteraan tiap-tiap individu warga negaranya dengan sistem politik ekonomi Islam. Hingga persoalan kemiskinan, lapangan pekerjaan dan tingginya biayanya pendidikan dapat terselesaikan. Secara fisik dan mental, rakyat akan terjaga, hingga persoalan bunuh diri dengan mudah akan teratasi.

Berikutnya jika tren bunuh diri terus meningkat akibat persoalan sistematis, yaitu penerapan sistem kapitalisme sekuler. Itu artinya, sistem ini tak layak dipertahankan, sebagai penggantinya adalah penerapan syariat Islam secara kaffah. Syariat yang aturannya datang dari Sang pencipta alam, yang tentu lebih memahami apa saja yang bisa merusak fisik apalagi mental manusia.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi