Ramadan dan Lebaran, Momentum Pendongkrak Ekonomi Bangsa

Oleh. Afiyah Rasyad
(Aktivis Peduli Umat dan Editor)

Ramadan yang mulia dan momen Lebaran telah berlalu, tetapi hawa geliat ekonomi begitu terasa. Konsumsi masyarakat saat Ramadan, sedekah takjil, menu buka dan sahur, sedekah Ramadan yang begitu marak, serta zakat fitrah menjadikankegiatan ekonomi bergeliat. Pun saat momentum lebaran, aktivitas mudik, suguhan dan hantaran, sedekah THR buat saudara, kerabat, dan handai taulan menjadikan perputaran ekonomi bersinar di tengah masyarakat.

Ramadan dan Lebaran Mendongkrak Ekonomi Bangsa

Disadari atau tidak oleh penguasa dan masyarakat luas, penerapan sebagian hukum Islam saat Ramadan dan Lebaran membawa kebaikan dan keberkahan pada kehidupan manusia. Berbagai ibadah yang melibatkan finansial selama puasa di bulan Ramadan dan silaturahmi di hari Lebaran telah mendongkrak perekonomian bangsa.

Tingkat konsumsi masyarakat sangat tinggi selama bulan Ramadan. Hal ini terjadi secara alami karena memang menjadi tradisi baik dalam menunaikan ibadah nafilah iftar dan sahur. Ibadah nafilah lainnya sepertu sesekah juga mendorong kaum muslim untuk sering berbagi selama Ramadan. Ibadah wajib berkaitan finansial lain seperti zakat, baik fitrah ataupun mal biasanya juga menjadi penyeimbang perekonomian. Saat Lebaran datang, konsumsi masyarakat juga masih tinggi, kegiatan sedekah dengan pembagian THR juga menjadi budaya yang dapat mendongkrak ekonomi.

Masyarakat yang miskin memiliki kesempatan memiliki harta dengan mudah selama Ramadan dan Lebaran. Bahkan saat momen Lebaran, ada proyeksi pergerakan yang besar dan perputaran ekonomi selama libur yang ditetapkan selama 10 hari. Hal itu telah diprediksi sebelumnya akan membawa dampak ekonomi di berbagai wilayah. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) menakar proyeksi perputaran ekonomi di sektor parekraf mencapai Rp276,1 triliun (Antaranews.com, 14/4/2024).

Dalam siaran persnya, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) memaparkan bahwa ada dua indikator utama yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional hingga lima persen pada momen libur Lebaran tepatnya pada kuartal I dan II tahun 2024. Dengan demikian, kondisi ini bisa dikatakan merupakan pengaruh positif dari pelaksanaan sebagian kecil syariat Islam saat momen Ramadan dan Lebaran. Apalagi jika syariat Islam terus diterapkan di luar momentum Ramadan dan Lebaran secara paripurna. Tentu saja kehidupan ekonomi bangsa akan sesuai dengan fitrah manusia.

Sayang seribu sayang, negeri ini masih dicengkeram sistem kapitalisme. Konsumsi kaum muslim di bulan Ramadan dan Lebaran juga masih dipandang sebagai peluang bisnis oleh para kapital. Di satu sisi memang memberikan dampak baik bagi pertumbuhan ekonomi bangsa, tetapi di sisi lain penerapan ekonomi kapitalisme tetap menghalangi kesejahteraan dirasakan oleh rakyat secara luas.

Penerapan Syariat Islam secara Total akan Datangkan Keberkahan

Jika dicermati secaea mendalam, betapa kaum muslim telah diberkahi kemuliaan oleh Allah Taala dengan adanya syariat Islam sempurna. Islam bukan sebatas agama ritual, tetapi juga sebuah sistem kehidupan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Saat momentum Ramadan dan Lebaran saja bisa mendongkrak ekonomi bangsa, padahal itu hanya diterapkan sebagian saja dan diterapkan oleh individu-individu semata. Bagaimana jika syariat Islam diterapkan secara sempurna oleh negara? Tentu keberkahan dari langit dan bumi yang dijanjikan Allah akan melingkupi negeri ini.

Sistem ekonomi Islam memiliki banyak keunggulan yang tidak dimiliki oleh sistem ekonomi kapitalisme ataupun komunisme. Kegiatan ekonomi dalam sistem Islam dilakukan berlandaskan pada akidah Islam. Perekonomian Islam bersandar sepenuhnya pada ketetapan Allah, apakah itu perintah ataukah larangan Allah. Sistem ekonomi Islam jelas bertumpu hanya pada ketentuan Allah dan Rasul-Nya.

Sistem ekonomi Islam dibangun atas tiga prinsip utama, yaitu kepemilikan, pengelolaan kepemilikan, dan distribusi kekayaan di antara masyarakat. Ketiga perkara ini telah diatur, baik secara garis-garis besar ataupun secara terperinci. Sekalipun muncul persoalan-persoalan ekonomi yang baru, maka hukumnya dapat digali melalui proses ijtihad berdasarkan kaidah-kaidah tertentu dari dalil-dalil yang terperinci. Semuanya diatur dalam aturan Islam. Dengan konsep ini, kepentingan para pemodal maupun kepentingan asing tidak ada tempatnya di dalam sistem Islam.

Perkara kepemilikan saja, negara akan memproyeksikan dan mengontrol kepemilikan sesuai dengan syariat Islam. Kepemilikan individu akan diarahkan sebagaimana syariat menetapkan apa saja harta milik individu, bagaimana
cara memperoleh dan mengelolanya. Adapun kepemilikan umum, syariat juga telah menetapkan apa saja harta milik umum, siapa dan bagaimana pengelolanya, bagaimana pula pendistribusiannya agar terselurkan kepada seluruh rakyat untuk memenuhi kebutuhan asasi dengan mudah, murah, atau bahkan gratis.

Sistem Islam juga memiliki aturan yang menjadikan SDA terkelola dengan baik dan dapat dimanfaatkan untuk menyejahterakan rakyat, termasuk metode distribusi yang mampu menjamin setiap individu di dalam negara dapat memenuhi kebutuhan dasarnya. Islam mewajibkan negara untuk menjamin agar seluruh individu masyarakat mampu memenuhi kebutuhan dasar, yaitu pangan, sandang, dan papan, serta penyediaan layanan kesehatan, pendidikan, dan keamanan.

Sementara kepemilikan negara juga tak lepas dari kacamata syariat Islam. Dari mana saja pos pemasukan di baitul mal, untuk apa saja harta milik negara itu sudah ditetapkan dalam pos pengeluaran baitul mal. Adapun pos zakat juga hanya akan diperuntukkan untuk 8 ashnaf.

Sementara roda perekonomian di pasar, sistem Islam juga menetapkan adanya larangan penimbunan, larangan kecurangan timbangan, serta larangan pemasukan harga. Mekanisme pasar akan diawasi dan dikontrol ketat agar seluruh transaksi etap di bawah suasana keimanan. Sehingga, hal itu akan meniadakan kemaksiatan di pasar dan mencegah melambungnya harga ataupun kelangkaan stok komoditas kebutuhan pokok. Perdagangan dalam dan luar negeri juga telah ditetapkan oleh syariat Islam.

Kejelasan hukum di dalam Islam dan konsistensi dalam penerapannya akan memberikan keyakinan kepada pelaku ekonomi, baik produsen, konsumen, ataupun investor, domestik maupun asing, bahwa aturan dan ketentuan yang berlaku dapat diandalkan. Bahkan sistem kapitalisme pun mengakui bahwa kepastian, efisiensi, dan transparansi hukum bisnis Islam akan lebih efektif dalam mendorong pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Di sisi lain, sistem Islam mampu mewujudkan SDM yang berkualitas dan tunduk dalam ketaatan sehingga memiliki produktivitas yang tinggi dan amanah dalam menopang pertumbuhan ekonomi. Kondisi SDM seperti ini jelas karena ditopang oleh sistem pendidikan yang unggul dalam Islam serta kebijakan pemerintah yang mampu mendorong melejitnya potensi SDM.

Lebih dari itu, sistem Islam menerapkan standar moneter emas dan perak yang tentunya akan mendorong kemajuan ekonomi yang lebih baik dibandingkan dengan sistem kapitalis. Kondisi ekonomi masyarakat terjamin lebih stabil dengan penerapan standar moneter emas dan perak. Maka dari itu, sistem ekonomi Islam yang diterapkan oleh negara akan mendatangkan rahmat dan berkah bagi semesta alam.

Penutup

Keberadaan negara yang menerapkan syariat Islam sangat urgen untuk ditegakkan. Hal itu juga pernah dicontohkan oleh Rasulullah saw. saat beliau mendirikan negara di Madinah dan menciptakan stabilitas perekonomian yang kuat dengan berlandaskan akidah Islam. Maka dari itu, sudah saatnya kaum muslim, terutama penguasa muslim, untuk memperjuangkan penerapan syariat Islam dalam bingkai negara. Wallahu a’lam.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi