Penulis. K.H.M Ali Moeslim
Bismillahirrahmanirrahim
Barangkali ketika kaum muslim ditanya, sebutkan nama bulan yang ada pada bulan-bulan Hijriyah? Pasti kebanyakan akan menjawab Ramadan!
Tentu tidak mengherankan karena tiada satu bulan penuh yang diwajibkan berpuasa dalam satu tahun kecuali bulan Ramadan. Tiada salat qiyamul lail dengan berjamaah yang disunnahkan dengan penekanan (sunah muaqqad) di malam-malam bulan Ramadhan penuh kecuali salat tarawih di bulan Ramadan. Tiada shadaqah yang diwajibkan untuk ditunaikan pada bulan itu untuk fakir miskin yakni zakat fitrah. Ditambah adanya “salat sunah muakadah” yang dianjurkan berjemaah dan di lapangan terbuka yakni shalat Iedul Fitri.
Pada zaman Rasulullah dan para khalifah yang memimpin umat Islam di dunia, senantiasa menyampaikan pidato penyambutan (tarhib) datangnya bulan kecuali jika jelang tibanya bulan Ramadan. Rasulullah dan para khalifah mengkhususkan perintah kepada seluruh umat Islam yang memiliki kemauan dan kemampuan untuk melihat “bulan sabit muda” (Rukyatul hilal) sebagai fardhu kifayah (wajib terselenggara secara sempurna) untuk awal dan akhir bulan Ramadan.
Salah satu pidato Rasulullah saw. yang terkenal saat menyambut (tarhib) bulan Ramadan, “Siapa yang mendekatkan diri kepada Allah dengan suatu kebajikan, maka nilainya sama dengan mengerjakan kewajiban di bulan lain. Siapa yang mengerjakan suatu kewajiban dalam bulan Ramadhan tersebut, maka sama dengan menjalankan tujuh puluh kewajiban di bulan lain,” ucap Nabi Muhammad kala itu.
Di sebagian kawasan kaum muslim tertentu ada kebiasaan yang bisa jadi menjadi ciri khas dan membekas kuat dalam benak pikiran terkait dengan bulan Ramadan, misalnya ziarah kubur sebelum ramadhan tiba, membersihkan badan dan mandi besar di tempat pemandian umum sebelum Ramadan tiba, baju baru di hari raya Iedul Fitri, teriakan “sahur-sahur” yang disuarakan di toa toa mesjid dan anak anak yang berkeliling perkampungan atau pedesaan membangunkan kaum muslim sekitar untuk bangun makan sahur, kebiasaan mudik dan lain-lain.
Adapun keutamaan dan kemuliaan bulan ramadhan sudah banyak difahami oleh kaum muslim, beberapa di antaranya; bulan Ramadan adalah bulan yang dipilih sebagai bulan untuk berpuasa dan pada bulan ini pula Al-Qur’an diturunkan. Sebagaimana firman Allah Swt.:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan – penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.” (QS. Al-Baqarah: 185)
Ibnu Katsir rahimahullah tatkala menafsirkan ayat ini mengatakan, Allah Swt. memuji bulan puasa -yaitu bulan Ramadhan- dari bulan-bulan lainnya. Allah Swt. memuji demikian karena bulan ini telah Allah pilih sebagai bulan diturunkannya Al-Qur’an dari bulan-bulan lainnya. Sebagaimana pula pada bulan Ramadan ini Allah telah menurunkan kitab ilahiyah lainnya pada para Nabi ’alaihimus salam.”
Rasulullah saw. bersabda,
إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ
”Apabila Ramadan tiba, pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, dan setan pun dibelenggu.”
Syaikh al-Qodhi ‘Iyadh mengatakan, “Hadits di atas dapat bermakna, terbukanya pintu surga dan tertutupnya pintu Jahannam dan terbelenggunya setan-setan sebagai tanda masuknya bulan Ramadhan dan mulianya bulan tersebut.”
Lanjut Al Qodhi ‘Iyadh, “Juga dapat bermakna terbukanya pintu surga karena Allah memudahkan berbagai ketaatan pada hamba-Nya di bulan Ramadan seperti puasa dan shalat malam, hal ini berbeda dengan bulan-bulan lainnya. Di bulan Ramadan, orang akan lebih sibuk melakukan kebaikan daripada melakukan hal maksiat. Inilah sebab mereka dapat memasuki surga dan pintunya.
Sedangkan tertutupnya pintu neraka dan terbelenggunya setan, inilah yang mengakibatkan seseorang mudah menjauhi maksiat ketika itu.
Bulan Ramadan dapat dikatakan bulan ibadah atau meningkatnya ketaqwaan, oleh karena itu kita harus melakukan persiapan-persiapan, di antaranya;
Pertama, persiapan ruhiyah yakni menyambut datangnya bulan ramadhan dengan hati gembira bahwa ramadhan telah datang sebagai bulan untuk taqarrub kepada Allah Swt., bulan pengampunan dosa, bulan pelipat-gandaan pahala, bulan pengkabulan doa-doa, bulan yang padanya terdapat malam yang lebih baik dari 1000 bulan. Sehingga melatih dan memperbanyak ibadah di bulan-bulan sebelumnya (minimal di bulan sya’ban).
Kedua, persiapan tsaqafiyah (Ilmu), agar meraih amalan di bulan Ramadhan secara maksimal maka diperlukan pemahaman yang mendalam tentang fiqh puasa.
Ketiga, persiapan jasmani, apabila kondisi fisik yang prima kita dapat melakukan ibadah tersebut tanpa terlewatkan sedikitpun, sebaiknya kita menyiapkan kondisi fisik dari jauh-jauh hari sebelum Ramadan.
Ke-lempat, persiapan maliyah (harta) maksudnya menyiapkan dan mengatur keuangan untuk berinfak, sedekah dan membayar zakat fitrah. Imam Tirmidzi meriwayatkan sebuah hadits:
“Rasulullah pernah ditanya, ‘Sedekah apakah yang paling utama? Beliau menjawab, “Seutama-utamanya sedekah adalah sedekah di bulan Ramadan”.
Kelima, persiapan untuk anggota keluarga, termasuk anak-anak kita yang masih kecil dan baru akan belajar puasa. Sebab, mengantarkan anak untuk berpuasa dan memahami maksudnya bukanlah pekerjaan yang mudah.
Wallahu a’lam bishawab.
Bandung, 20 Maret 2023 M/ 28 Sya’ban 1444 H