Sihir Pinjol: Budaya Utang yang Menyandera Masa Depan Generasi Muda

Oleh. Afiyah Rasyad

“Gali-gali-gali-gali-gali lobang
Gali-gali-gali-gali-gali lobang

Lobang digali menggali lobang
Untuk menutup lobang
Tertutup sudah lobang yang lama
Lobang baru terbuka

Gali lobang tutup lobang
Pinjam uang bayar hutang
Gali lobang tutup lobang
Pinjam uang bayar hutang”

Penggalan lirik lagu Gali Lobang yang diciptakan H. Rhoma Irama di tahun 1989 menjadi gambaran real budaya utang yang relevan hingga saat ini. Betapa tidak, masyarakat tak lagi gemar menabung, tetapi gemar berutang. Bahkan, meski utang utang luar negeri (ULN) pemerintah mengalami penurunan, tetap saja jumlahnya besar mencapai USD184,9 miliar dan ULN Swasta USD204,1 miliar (bi.go.id, 17/10/2022).

Meski menurun, ULN tetap tinggi. Budaya utang menjadi icon dalam kehidupan sehari-hiri. Bahkan, pinjaman online juga menjamur di segala musim dan usia. Pinjaman online belakangan kian ramai jadi pembahasan. Terlebih setelah beberapa kasus bunuh diri mencuat dengan latar belakang pinjaman online. Bukan hanya masyarakat umum, realitasnya, pinjaman online atau pinjol juga banyak digunakan generasi muda yang sudah ber-KTP. Data Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) mengungkap, 60% pengguna pinjol adalah anak muda berusia 19-24 tahun.

Memanfaatkan platform digital yang mudah dan terjangkau, iklan pinjaman online berseliweran di layar ponsel. Lakon iklannya juga para pemuda. Aplikasinya bejibun dan bisa diunggah kapan saja. Begitu mudah, menarik, dan menggiurkan. Apalagi limitnya besar.

Namun demikian, sihir pinjol ini sangat membunuh karakter pemuda yang sesungguhnya. Belum lagi mekanisme peminjaman uang yang mudah ini sangatlah menjebak. Anak muda yang banyak menghabiskan waktu di ruang digital ternyata mudah tergiur berbagai iklan komersial. Mereka asyik kelayapan di media sosial lalu tidak sedikit berujung mengeklik keranjang belanja.

Sihir pinjol banyak menimpa masyarakat, termasuk generasi muda. Mereka terlilit pinjol karena maniak utang ataupun penipuan. Masih hangat dalam pemberitaan, ratusan mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) terjerat kasus pinjaman online (pinjol) modus baru. Mereka diduga ditipu hingga akhirnya diteror oleh tenaga penagih utang (debt collector).

Dikutip dari detikNews, Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI) Tongam L Tobing menyebut, dugaan penipuan yang mengakibatkan ratusan mahasiswa IPB terjerat pinjol merupakan modus baru. Kasus ini berkedok kerja sama toko online dengan penjualan barang fiktif (detik.com, 17/11/2022).

Mereka dikabarkan terjerat pinjol karena tergiur kerjasama toko online. Jika tak punya uang, mereka diarahkan berselancar ke aplikasi pinjol. Para mahasiswa yang terjerat pinjol dengan alasan kerjasama ini bagai kerbau yang dicucuk hidungnya, mereka mau saja apa yang diperintahkan oleh pelaku.

Pelaki memberikan iming-iming akan membagu keuntungan 10% dan pinjaman onlinenya akan dibayari, para mahasiswa dengan mudah luluh. Akhirnya, tagihan-tagihan pinjol mereka membengkak. Mereka resmi terjerat pinjol. Sudahlah ditipu, menyisakan pinjaman online pula. Sudahlah jatuh tertimpa tangga pula.

Faktor yang Membuat Generasi Muda Terjerat Sihir Pinjol

Tak dimungkiri, maraknya utang dan segala jenisnya, termasuk pinjol membuat masyarakat, wabil khusus generasi muda tergiur. Budaya utang yang mendominasi atmosfer saat ini dalam memenuhi kebutuhan dan segudang keingin semakin menyemarakkan pinjol. Aplikasi pinjol legal bertabur di jagat digital. Hal itu semakin membuat generasi muda sangat dimudahkan dalam memperoleh pinjaman secara online. Sifat pinjol yang bisa melipatgandakan bunga dengan denda, membuat generasi muda tak berkutik dengan sistem pinjol. Mereka akhirnya banyak yang terjerat pinjol. Adapun faktor yang membuat generasi muda terjebak sihir pinjol antara lain:

1. Gaya Hidup Konsumerisme

Kaburnya needs and wants alias kebutuhan dan keinginan membuat mayoritas generasi muda memiliki sifat konsumerisme. Belum lagi gaya hidup mewah yang mengukur kebahagiaan dengan banyaknya materi dan barang mewah. Generasi muda banyak yang tutup mata dengan perkara ini. Mereka gila berbelanja apa saja yang diinginkan, termasuk barang branded yang dianggap mampu menunjang tampilan keren bagi mereka.

Betapa banyaknya keinginan yang hendak dipenuhi. Padahal, tidak semua generasi muda yang bergelimang harta. Justru mayoritas mereka berada di kedudukan ekonomi menengah ke bawah. Saat gaya hidup mewah memunculkan sifat konsumerisme, mereka akan memenuhinya dengan segala cara, termasuk dengan pinjaman online yang dianggap mudah awalnya. Mudah karena tak perlu antre di bank dan administrasi tak jlimet.

2. Menjamurnya Marketplace

Di era digital ini, marketplace menjamur. Harga murah, diskon besar-besaran, bebas ongkos kirim, bisa COD-an lagi. Siapa yang tidak akan tergoda dan tergiur? Apalagi, banyak marketplace yang menggelar gebyar belanja atau flash sale di waktu-waktu khusus atau moment spesial. Tentu saja ini merupakan strategi pemasaran marketplace sebagai jurus ampuh menarik konsumen. Strategi pemasaran itu akan kembaki pada hakikatnya, yakni meraih keuntungan.

Saat berselancar di dunia matketplace, di sana ada sihir pinjaman online yang turut berlomba dalam bisnis digital. Setiap membuka aplikasi, bisa dipastikan iklan komersial pinjaman online berlaga. Di saat industri gaya hidup yang begitu masif dan sifat konsumerisme yang tinggi, stimulus untuk mencoba sihir pinjol sangatlah menggoda. Generasi muda akhirnya terjebak pinjol dengan sekali klik untuk berbelanja online di marketplace.

3. Prestise

Duhai, banyak nian generasi muda yang tergila-gila pada pristise atau kedudukan sosial yang mapan. Mereka tumbuh dalam sistem dan masyarakat kapitalistik. Dengan kencang, mereka berlomba-lomba untuk mendapatkan pengakuan atas status sosial mereka dengan cara membeli barang-barang branded dan berkelas. Jika tidak mampu membeli yang mewah, ada outfit yang murah meriah, tetapi tetap trendi, mereka pun memburunya. Munculnya gaya hidup subkultur seolah menjadi antitesis dari gaya hidup mewah kaum jetset. Prestise yang dikejar merangsang naluri untuk berburu outfit, jalan-jalan, dan hip-hip hura. Maka, sihir pinjol menjadi primadona sebagai alat untuk mememuhi keinginan mereka akan prestise yang didamba.

Ketiga faktor ini merupakan derevasi dari pandangan hidup kapitalisme. Masyarakat yang kapitalistik telah menjadikan kemewahan dunia sebagai tujuan hidup. Konsumerisme akan selalu eksis dan menjajah kantong generasi muda yang mengabdi pada standar hidup kapitalisme. Generasi muda harus berhadapan dengan utang yang melilit sebagai akibat dari keinginan untuk mengejar standar kebahagiaan ala kapitalisme.

Dampak Negatif ketika Generasi Muda Enjoy dengan Sihir Pinjol

Sihir peminjaman online (pinjol) begitu bersinar dan dianggap sebagai alternatif terbaik bagi generasi muda untuk mewujudkan impiannya. Syarat yang diajukan juga tak begitu sulit jika dibandingkan melakukannya pada bank atau koperasi. Dalam prosesnya, pinjol juga hanya memerlukan kurang dari 24 jam untuk semuanya beres hingga dana dikirimkan atau ditransaksikan. Ini yang membuat popularitas sihir pinjol merebak di kalangan masyarakat dan generasi muda. Namun demikian, wajib waspada atas sihir pinjol dan budaya utang. Sebab, ada dampak negatif yang akan dihadapi, antara lain:

1. Dosa riba

Banyak masyarakat tertarik dengan pinjol karena 2 (dua) faktor, pertama, pinjol ini tanpa agunan. Kedua, prosesnya cepat karena syarat-syaratnya ringan. Dalam proses registrasi secara online, syarat yang diminta dari peminjam hanya KTP, slip gaji, dan terkadang NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak).

Bunga yang ditetapkan oleh pinjol legal/resmi (berlisensi OJK), maksimal 0,8% per hari, berdasarkan kesepakatan para investor pinjol yang tergabung dalam Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPBI). Suku bunga ini berbeda dengan pinjol ilegal yang tidak berlisensi OJK, yang besarnya hingga 4% per hari.

Bunga di sini merupakan tambahan yang diharamkan, bunga itu adalah riba. Sementara dosa riba itu sangatlah mengerikan. Dikabarkan bahwa seringa-ringannya dosa riba itu seperti anak laki-laki yang menzinai ibu kandungnya sendiri. Naudzubillah.

Apabila budaya utang dengan riba dipelihara, jelas dosa riba akan menempel pada generasi muda muslim. Jika mereka tutup mata akan hal itu, jelas ini akan menjadi urusan yang panjang kelak di akhirat. Wallahu a’lam.

2. Bunuh diri

Sudah banyak berita orang bunuh diri karena pinjol. Teror pinjaman online (pinjol) diduga menghantui GRD (30) sehingga pria itu memutuskan bunuh diri. Pria yang sehari-hari berprofesi perawat itu ditemukan tewas gantung diri oleh ibu kandungnya sendiri, di rumah kontrakan, Rungkut, Surabaya (detik.com, 11/9/2022).

Berita lainnya terjadi tahun lalu. Bunuh diri tak hanya menimpa masyarakat dewasa yang sudah terlilit sihir pinjol. Generasi muda pun sampai bunuh diri karena tekanan penagaih pinjol. Sebagaimana mahasiswi Jember yang bunuh diri. Polisi sudah memastikan motif ERP (23) nekat bunuh diri karena sudah tidak kuat lagi menghadapi teror penagih utang pinjaman online (pinjol). Ironisnya, meski warga Jember itu telah tiada, penagih utang masih saja menghubungi telepon selularnya (merdeka.com, 23/8/2021).

Fenomena bunuh diri ini sungguh menjadi dampak buruk yang bisa menimpa generasi muda yang terjebak sihir pinjol. Masa depan mereka tak hanya redup, tetapi sudah nol besar. Di dunia sudah tinggal nama, di akhirat harus mempertanggungjawabkan amalannya, termasuk bunuh diri yang dilarang dalam Islam.

Strategi Islam dalam Menyelesaikan Sihir Pinjol pada Generasi Muda

Sistem kapitalisme yang menjadi akar masalah haruslah dicabut segera. Sebuah pertarungan yang seimbang adalah melawan sistem kapitalisme buatan dengan sistem Ilahi, yakni sistem Islam. Islam akan mendorong negara menjaga tumbuh kembang akal, fisik, dan jiwa generasi muda. Pandangan akan kebahagiaa juga hanya bermuara pada rida Allah Ta’ala.

Islam memandang pentingnya memahami hal-hal yang menjadi kebutuhan, begitu pula yang menjadi keinginan. Di sisi lain, Islam mengajarkan manusia untuk menjauhi sifat boros dan foya-foya. Allah Swt. berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya.” (QS Al-Isra: 27)

Meski Islam tidak melarang manusia untuk kaya, tetapi kekayaan tersebut tidak boleh menjadikan seorang mukmin mudah dan gemar berfoya-foya. Membeli sesuatu, tetapi bingung saat akan menggunakannya adalah ciri manusia konsumtif. Islam jelas memerintahkan kaum muslim untuk menjauhi hal ini. Negara pun akan turut andil menjaga generasi muslim agar tidak berfoya-foya dengan pembinaan dan pendisikan intensif berasas akidah Islam. Dengan sendirinya, konsumerisme sulit berkembang dalam masyarakat Islam.

Negara yang menerapkan Islam secara kafah akan menjaga akidah generasi muda dan menjaga suasana keimanan di tengah kehidupan. Islam juga menetapkan jaminan pemenuhan kebutuhan pokok individu bagi negara. Khalifah adalah junnah dan pelayan bagi setiap rakyat di seluruh penjuru negeri, termasuk generasi muda.

Islam bukanlah sistem yang antiteknologi. Negara akan mengatur sedemikian rupa perkara perdagangan digital alias bisnis online. Dalam mengelola marketplace, negara akan mengontrol dan menjaga mekanisme pasar digital seperti mengelola pasar pada umumnya. Adapun aplikasi pinjol tidak akan diizinkan sama sekali apalagi berbasis riba. Sebab, negara akan memenuhi dan menjamin kebutuhan rakyat. Negara akan ketat dalam mengontrol dan menjaga generasi muda dengan menghilangkan praktik utang piutang berbasis riba.

Sihir pinjol berbasis riba jelas berkontribusi dalam menambah beban hidup dan mental masyarakat. Tidak sedikit kasus utang piutang berujung depresi hingga bunuh diri. Anehnya, pemerintah terkesan diam, padahal kasus ini bukan satu dua kali terjadi.

Tidak ada solusi lain untuk menyelesaikan akar masalah dari karut marutnya sistem hidup saat ini, selain berjuang melanjutkan kembali kehidupan Islam. Hanya fengan standar hidup Islam, sistem sosial masyarakat akan dilingkupi kesejahteraan dan keberkahan dari langit dan bumi.

Wallahu a’lam.

Disampaikan dalam Kuliah Online Uniol 4.0 Diponorogo dalam asuhan Prof. Suteki

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi