Polemik Pengalihan TV Analog ke TV Digital, Siapa yang Untung?

Oleh. Tri Setiawati, S.Si.

Menteri Kordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan 98 persen masyarakat Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) sudah siap beralih dari siaran televisi analog ke digital.
“Ini jangan dikatakan ini tak siap. 98 persen masyarakat sudah siap (mengganti ke TV digital),” kata Mahfud usai menghadiri diskusi ilmiah “Pemikiran Geopolitik Bung Karno dalam Suara Kebangsaan” di Jakarta, Jumat (4/10/2022). Mahfud mengatakan bagi masyarakat yang belum siap dengan penghentian siaran analog atau analog switch off (ASO) pihaknya pun telah menyiapkan posko-posko bantuan (Republika.co.id, 05/11/2022).

Perkembangan teknologi memang tidak bisa dimungkiri, termasuk dalam bidang telekomunikasi. Jika dulu hanya berkutat pada korespondensi surat-menyurat, dengan teknologi modern yang serba digital, semua akses informasi bisa didapat dengan lebih cepat dan lebih luas. Dengan adanya perkembangan internet, TV digital, dan sebagainya, ini menjadi bukti fisik perkembangan tersebut. Namun sayangnya, perkembangan teknologi saat ini tidak bisa dijangkau oleh seluruh masyarakat.

Seperti transformasi TV digital misalnya, tak semua kalangan masyarakat siap dengan perubahan ini akibat beban ekonomi yang semakin tinggi. Apalagi saat ini, hampir semua sektor kebutuhan publik termasuk telekomunikasi jadi bahan komersialisasi. Layanan telekomunikasi selama ini tak murni disediakan oleh pemerintah, tetapi juga ada kendali dari pihak industri. Maka, dengan adanya efisiensi frekuensi, justru akan menguntungkan korporasi telekomunikasi.

Alhasil, di balik gemerlap kecanggihan teknologi digital, akan ada masyarakat yang tak melek teknologi dan tetap saja berkutat dengan hidup berteknologi manual. Atau beban hidup mereka akan semakin bertambah hanya untuk mendapatkan layanan tersebut terasa begitu mahal. Inilah atmosfer kehidupan dalam sistem sekularisme-kapitalisme. Pemilik teknologi adalah yang punya modal besar dan mayoritas dari mereka adalah swasta. Karena bagi kapitalisme, teknologi adalah salah satu komoditas ekonomi, orang harus mengeluarkan sejumlah uang untuk dapat menikmati layanan teknologi.

Akibatnya, lambat laun manusia malah dianggap tak punya fungsi hanya gara-gara mereka gagap teknologi (gaptek). Sangat berbeda dengan sistem Khilafah dalam memandang urusan teknologi. Faktanya, teknologi adalah instrumen pendukung kehidupan, sehingga makin luas teknologi, semestinya berbanding lurus dengan makin luas pula penyediaan lapangan kerja dan pengelolaan kehidupan yang lebih baik.

Kondisi demikianlah yang akan diciptakan oleh Khilafah. Sebab, keberadaan Khilafah adalah sebagai pelayanan (rain) bagi warga negaranya, termasuk perihal kebutuhan telekomunikasi. Dalam Khilafah, kebutuhan tersebut merupakan salah satu jenis infrastruktur. Syekh Abdul Qadim Zalum, dalam kitab Sistem Keuangan Negara Khilafah menjelaskan, “Sarana pelayanan pos, surat-menyurat, telepon, kiriman kilat, teleks, sarana televisi, perantara satelit, dan lain-lain. Merupakan salah satu jenis infrastruktur milik negara yang disebut dengan marafiq.”

Marafiq adalah bentuk jamak dari kata “mirfaq”.
Yaitu seluruh sarana yang dapat dimanfaatkan di pedesaan, provinsi, maupun yang dibuat oleh negara, selama sarana tersebut bermanfaat dan dapat membantu.
Marafiq ammah ialah seluruh sarana umum yang disediakan negara, agar dimanfaatkan oleh seluruh lapisan masyarakat.

Maka, perkembangan TV analog ke digital dan efisiensi pengguna frekuensi, semata-mata akan dikembangkan untuk memudahkan masyarakat untuk mengakses informasi.Pengembangan ini tentu akan dibiayai oleh Khilafah. Dananya berasal dari Baitul Mal, pos kepemilikan negara. Adapun pos kepemilikan negara, berasal dari harta usyur, kharaj, ghanimah, jizyah, dan sejenisnya.

Tanggung jawab penuh Khilafah dalam menyediakan layanan publik telekomunikasi, tentu akan mambuat masyarakat siap dengan berbagai transformasi teknologi. Apalagi telekomunikasi sebagai salah satu perangkat media akan menjadi pusat perhatian, maka efisiensi frekuensi yang disinyalir dapat mempercepat perkembangan internet akan digunakan untuk kepentingan media.

Media dalam Khilafah memiliki peran yang sangat strategis dalam melayani ideologi Islam. Di luar negeri, media Khilafah akan berfungsi menyebarkan Islam, baik dalam nuansa perang maupun damai, untuk menunjukkan keagungan ideologi Islam dan sekaligus untuk membongkar kebobrokan ideologi kufur buatan manusia, sehingga makin tampak kewibawaan Khilafah di kancah politik internasional. Sedangkan di dalam negeri, media akan digunakan sebagai sarana membangun masyarakat Islam yang kokoh. Yakni, untuk mengedukasi umat dengan tsaqofah Islam, berita keseharian, ilmu sains dan teknologi maupun informasi politik Islam, serta informasi politik dalam dan luar negeri.

Wallahu a’lam bishshawab.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi