Pentingnya Negara Menjaga Akidah Umat

 

Oleh Ismawati

Nama Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun, Indramayu, Jawa Barat menjadi ramai diperbincangkan, usai viralnya video keanehan dalam sholat Idulfitri di Ponpes tersebut. Dimana saf jemaah dibuat berjarak, dan jemaah perempuan di tengah-tengah saf laki-laki , dan terdapat tiga imam yang disusun berdasarkan jabatan. Bikin geleng-geleng kepala bukan?

Tak hanya itu, satu per satu kesesatan Ponpes ini pun terkuak. Dimana pimpinan Ponpes Al-Zaytun, Panji Gumilang mengajak para santri untuk menyanyikan ‘salam kristen’. Azan yang dikumandangkan santri menghadap jemaah bukan menghadap kiblat. Kemudian, pimpinan Ponpes ini pun menyebut bahwa mazhab yang dirinya gunakan adalah mazhab Soekarno.

Jika sudah jelas seperti ini, seharusnya ada tindakan tegas dari negara untuk menghentikannya. Sebagaimana disampaikan Ketua Forum Ulama Umat Indonesia (FUUI) KH Athian Ali meminta aparat penegak hukum untuk segera menindak pondok pesantren Al Zaytun yang diduga mengajarkan ajaran menyimpang. Dikutip dari khazanah.rebpulika.id (17/6), KH Athian Ali melihat tidak terdapat alasan lagi pemerintah dan aparat membiarkan pesantren Al Zaytun. Apalagi diduga banyak orang yang telah menjadi korban.

Amat berbeda dengan organisasi Islam yang berdakwah, menyeru menyadarkan umat dengan ajaran Islam yang sebenarnya. Menyampaikan kebenaran Al-Quran pada umat justru dilabeli dengan gerakan radikal dan teroris. Dengan sigap dibubarkan tanpa ada bukti kesesatannya.

KH Athian menyebut, seperti ada saling lempar tanggung jawab antara pemerintah pusat dan daerah, lalu aparat sebagai penegak hukum. Lihatlah bagaimana Al Zaytun selama 22 tahun, leluasa menyesatkan umat. FUUI bahkan mencatat ada sebanyak 151 ribu masyarakat dari berbagai daerah yang pernah bergabung dengan NII KW 9 yang berbasis di Al Zaytun.

Kebanyakan adalah buruh, karyawan, dan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi. Bahkan, banyak mahasiswa yang menjadi anggota NII KW 9 yang tidak bisa melanjutkan kuliah, lantaran harus menyetorkan iuran wajib kepada Al-Zaytun. Bahkan, telah ditemukan bukti adanya penyetoran dana setiap bulan dari anggota yang mengalir kepada struktural NII KW 9 dari Rp 800 ribu hingga Rp 2 juta. Untuk memenuhi tuntutan itu, anggota NII pun menghalalkan mencuri, menipu dan merampok tak terkecuali harta milik keluarganya atau orang tuanya sendiri (news.republika.co.id, 18/6).

Lalu, narasi ‘sesat’ seperti apa yang dibangun, jika ada lembaga pendidikan yang jelas-jelas bertentangan dengan Islam terus dibiarkan? Bukankah lambat laun akan merongrong akidah umat yang lurus. Di saat sekularisme masih mencengkram negeri ini, di saat itu pula kerusakan terus jadi.

Kebenaran seolah tertutupi dengan debu-debu kepentingan. Kesalahan terbuka karena lambatnya penanganan. Karena sekularisme, mana yang haq dan yang bathil dibuat samar. Pejuang dakwah yang berjuang ikhlas karena Allah Swt. harus bertahan dengan cap radikal. Padahal, yang disampaikan adalah kebenaran, berdasarkan nash shahih dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Letak penjagaan umat tertinggi ada pada kepemimpinan negara. Sebagaimana disebutkan dalam hadist Nabi Saw.

“Sesungguhnya seorang imam itu (laksana) perisai. Dia akan dijadikan perisai, dimana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla, dan adil, maka dengannya, dia akan mendapatkan pahala. Tetapi, jika dia memerintahkan yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa/adzab karenanya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Oleh karena itu, negara wajib menancapkan pemahaman akidah Islam yang kuat ke seluruh individu Muslim. Pemahaman akidah dimulai sejak usia dini, melalui program atau kurikulum pendidikan. Pembinaan dan pendidikan dibangun atas keimanan yang kuat kepada Sang Pencipta.

Media massa dalam Islam dipandang sebagai sarana menyebarluaskan dakwah. Agar tertancap dalam diri umat akidah yang lurus. Seluruh daerah juga dipastikan oleh negara tersampaikannya dakwah Islam secara kafah (keseluruhan).

Sementara, dalam mengatasi aliran sesat seperti dalam dunia pendidikan, negara akan bertindak tegas mencegahnya. Membubarkan lembaga pendidikannya, dan memberikan sanksi tegas. Negara dalam Islam juga akan mengajak mereka bertaubat kepada Allah Swt. kembali kepada ajaran Islam yang benar dan lurus. Jika mereka tidak mau bertaubat, barulah diperangi oleh tentara negara.

Ketiadaan negara Islam sebagai satu-satunya sistem yang mampu menjaga akidah umat, membuat ide sesat terus berkembang di mana-mana. Oleh karena itu, dibutuhkan dakwah yang lebih masif agar tegaknya syariat Islam di bumi Allah ini.

Waallahua’lam bis shawab.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi