Pensiun dari Dakwah

Oleh. Ustaz Abu Zaid

Pensiun. Satu kata yang mungkin begitu dinantikan oleh banyak orang yang terikat kerja pada satu instansi. Terbayang jelas masa rehat dari kesibukan yang melelahkan. Bisa leha-leha pagi hari. Ngopi sambil menekuni hobi, entah hewan peliharaan atau mengurus taman bunga depan rumah. Sesekali reuni sama kawan seusia. Wah, indah sekali bukan?

Namun, dakwah tentu bukan kerja. Dan tak ada istilah pensiun. Yang ada justru makin tua harus makin semangat dan fokus. Sebab, makin tua makin sempit waktu, harus makin efisien manfaatkannya ‘kan?

Para Nabi dan Rasul alaihimus salam berdakwah hingga wafat. Ada yang bahkan dakwah selama 950 tahun seperti Nabi Nuh alaihis salam. Ada yang hanya beberapa puluh tahun saja seperti Baginda Nabi Muhammad saw. Pendek kata, dakwah hingga wafat.

Para sahabat Nabi radhiyallahu juga begitu. Mereka masuk Islam, ngaji, dan dakwah hingga mati. Tak ada yang pensiun kecuali mereka yang murtad baru pensiun dari ngaji dan dakwah. Justru urusan hidup kita ditentukan pada masa akhirnya. Apakah Husnul khatimah atau su’ul Khotimah. Maka, menjadi perkara sangat penting bagi kita untuk ngaji dan dakwah hingga mati.

Sabda Nabi Muhammad saw.,

وَإِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِيمِ

“Sesungguhnya amal perbuatan itu dihitung dengan penutupannya.” (Musnad Ahmad 21768)

Mati menutup usia di saat masih aktif berdakwah menjadi tanda husnul khatimah. Karena dakwah merupakan amal dan aktivitas terbaik bagi seorang Muslim. Firman Allah:

وَمَنْ اَحْسَنُ قَوْلًا مِّمَّنْ دَعَاۤ اِلَى اللّٰهِ وَعَمِلَ صَا لِحًا وَّقَا لَ اِنَّنِيْ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ

“Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah dan mengerjakan kebajikan dan berkata, Sungguh, aku termasuk orang-orang muslim (yang berserah diri)?” (QS. Fussilat: 33)

Allah tidak memberi izin pensiun dari dakwah bagi mereka yang sudah diantarkan ke jalan dakwah agar mereka mendapat husnul khatimah sebagaimana para Nabi dan Rasul-Nya. Bila mereka memensiunkan diri dari dakwah maka dianggap sebagai orang yang mengingkari nikmat Allah. Karena itu hukumannya sangat berat.

Ada berapa fenomena pensiun dakwah ini. Ada Seorang pengemban dakwah meninggalkan dakwah dengan diam-diam sekalipun tetap istikamah secara pribadi. Umumnya, inilah yang terjadi. Pensiun dengan menarik diri dari aktivitas dakwah, tak hadir ngaji, tak hadir acara acara dakwah lainnya. Kemudian memutus kontak dengan kawan-kawan. Kemudian menghilang.

Yang paling parah adalah fenomena lainnya, berhenti berdakwah disertai dengan menyerang saudara-saudaranya yang aktif memperjuangkan agama Allah. Ada juga yang berhenti berdakwah lalu berusaha menggagalkan perjuangan dakwah dengan berbagai cara dan di berbagai forum. Bahkan bekerja sama dengan musuh-musuh dakwah untuk menyerang dan menghancurkan dakwah dan orang-orangnya. Namun, yang seperti ini amat jarang terjadi.

Sebabnya adalah adanya penyakit hati entah karena kecewa, sakit hati dengan berbagai sebab dll. Firman Allah:

فِيْ قُلُوْبِهِمْ مَّرَضٌ ۙ فَزَا دَهُمُ اللّٰهُ مَرَضًا ۚ وَلَهُمْ عَذَا بٌ اَلِيْمٌ ۙ بِۢمَا كَا نُوْا يَكْذِبُوْنَ

“Dalam hati mereka ada penyakit, lalu Allah menambah penyakitnya itu; dan mereka mendapat azab yang pedih karena mereka berdusta.” (QS. Al-Baqarah: 10)

Fenomena tersebut muncul bisa jadi semacam hukuman Allah karena mereka mengingkari nikmat yang telah dikaruniakan kepada mereka. Yaitu berupa nikmat telah diantarkan Allah menjadi pengemban dakwah yang berjuang menegakkan agama Allah lalu mengundurkan diri darinya. Disamping telah dijadikan sebagai pewaris perjuangan para Nabi dan Rasul Allah:

إِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ

“Sesungguhnya para ulama adalah pewaris pada Nabi.” (Sunan Tirmidzi 2606)

Para pewaris perjuangan para Nabi tidak kenal kata pensiun dari dakwah sebagaimana para Nabi dan Rasul tidak pernah mengenalnya. Semuanya menunaikan tugas dakwah hingga nafas terakhir dan wafat di medan perjuangan dakwah.

Tampak Allah tidak memberi waktu pensiun dari dakwah. Apalagi pensiun dari jihad. Tidak ada pensiun dalam dakwah selagi masih mampu melakukannya. Ini bisa kita pahami dari sebab turunnya ayat berikut:

وَاَ نْفِقُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَلَا تُلْقُوْا بِاَ يْدِيْكُمْ اِلَى التَّهْلُكَةِ ۛ وَاَ حْسِنُوْا ۛ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَ

“Dan infakkanlah (hartamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu jatuhkan (diri sendiri) ke dalam kebinasaan dengan tangan sendiri, dan berbuat baiklah. Sungguh, Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Baqarah: 195)

عَنْ أَسْلَمَ أَبِي عِمْرَانَ التُّجِيبِيِّ قَالَ
كُنَّا بِمَدِينَةِ الرُّومِ فَأَخْرَجُوا إِلَيْنَا صَفًّا عَظِيمًا مِنْ الرُّومِ فَخَرَجَ إِلَيْهِمْ مِنْ الْمُسْلِمِينَ مِثْلُهُمْ أَوْ أَكْثَرُ وَعَلَى أَهْلِ مِصْرَ عُقْبَةُ بْنُ عَامِرٍ وَعَلَى الْجَمَاعَةِ فَضَالَةُ بْنُ عُبَيْدٍ فَحَمَلَ رَجُلٌ مِنْ الْمُسْلِمِينَ عَلَى صَفِّ الرُّومِ حَتَّى دَخَلَ فِيهِمْ فَصَاحَ النَّاسُ وَقَالُوا سُبْحَانَ اللَّهِ يُلْقِي بِيَدَيْهِ إِلَى التَّهْلُكَةِ فَقَامَ أَبُو أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيُّ فَقَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّكُمْ تَتَأَوَّلُونَ هَذِهِ الْآيَةَ هَذَا التَّأْوِيلَ وَإِنَّمَا أُنْزِلَتْ هَذِهِ الْآيَةَ فِينَا مَعْشَرَ الْأَنْصَارِ لَمَّا أَعَزَّ اللَّهُ الْإِسْلَامَ وَكَثُرَ نَاصِرُوهُ فَقَالَ بَعْضُنَا لِبَعْضٍ سِرًّا دُونَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَمْوَالَنَا قَدْ ضَاعَتْ وَإِنَّ اللَّهَ قَدْ أَعَزَّ الْإِسْلَامَ وَكَثُرَ نَاصِرُوهُ فَلَوْ أَقَمْنَا فِي أَمْوَالِنَا فَأَصْلَحْنَا مَا ضَاعَ مِنْهَا فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَلَى نَبِيِّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَرُدُّ عَلَيْنَا مَا قُلْنَا
{ وَأَنْفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ }
فَكَانَتْ التَّهْلُكَةُ الْإِقَامَةَ عَلَى الْأَمْوَالِ وَإِصْلَاحِهَا وَتَرْكَنَا الْغَزْوَ فَمَا زَالَ أَبُو أَيُّوبَ شَاخِصًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ حَتَّى دُفِنَ بِأَرْضِ الرُّومِ
قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ غَرِيبٌ

“Dari Aslam Abu Imran At-Tujibi ia berkata; Ketika kami berada di kota Romawi, orang-orang Romawi mengeluarkan pasukan dengan jumlah barisan yang sangat besar untuk menghadapi kami, maka keluarlah sebagaian dari kaum muslim untuk melawan mereka seperti jumlah mereka atau lebih banyak, orang-orang dari Mesir dipimpin ‘Uqbah bin Amir, sedangkan semua pasukan dipimpin oleh Fadlalah bin ‘Ubaid. Kemudian seorang lelaki dari kaum muslimin keluar, dan menerobos ke barisan orang-orang Romawi, namun orang-orang berteriak dan mengatakan: “Subhanallah, dia telah menjerumuskan dirinya kepada kebinasaan”. Maka bangkitlah Abu Ayyub Al-Anshari dan berkata; Wahai manusia, sesungguhnya kalian telah menakwilkan ayat ini seperti ini, tetapi ayat ini diturunkan kepada kami orang-orang Anshar. Ketika Allah memuliakan kami dengan Islam dan sudah banyak penolongnya, kemudian sebagian dari kami berbisik kepada yang lain tanpa diketahui oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu; “Sesungguhnya harta-harta kita telah hilang dan sesungguhnya Allah telah memuliakan Islam dan sudah banyak penolongnya, bagaimana jika kita mengurusi harta kita dan memperbaiki yang hilang”, maka Allah menurunkan ayat kepada Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai jawaban kepada kami atas apa yang telah kami katakan: “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan”. (QS
Al-Baqarah: 195)

“At-Tahlukah” dalam ayat ini berarti al-Iqamah (tinggal diam) untuk mengurusi harta dan memperbaikinya, kemudian kita meninggalkan perang. Abu Ayyub terus menerus maju bergerak berjihad di jalan Allah sampai ia dikebumikan di bumi Romawi. Abu Isa berkata; Hadits ini hasan shahih gharib. (Sunan Tirmidzi 2898)

Allah tidak mengijinkan orang-orang Anshar berhenti atau pensiun dari dakwah dan jihad dengan alasan memperbaiki ekonomi. Karena dakwah tidak pernah menjadi penghambat kemajuan apa pun dalam kehidupan para dai. Bahkan dakwah menjadi nilai tambah keberkahan bagi semua aktivitas dan kehidupan.

Berhenti atau pensiun dari dakwah dan jihad bagi mereka yang telah diantarkan Allah ke jalan dakwah dan jihad, identik dengan mencampakkan diri ke dalam kebinasaan. Oleh karena itu, kita harus maju terus pantang mundur.

Terus berupaya Istikamah dalam dakwah merupakan bentuk syukur atas hidayah Allah sebab telah menjadikan kita pengemban dakwah. Insyaallah jika kita bersyukur maka nikmat itu akan dilipatgandakan. Sementara pensiun dari dari merupakan kufur nikmat dan Allah akan menyiksa kita karenanya. Selamat berjuang Sobat, semoga kita Istikamah. Bismillah.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi