Pemerintah Terancam, Ustadz Radikal Dilarang

Oleh. Dzihni Talidah Suni

Presiden Joko Widodo mengingatkan TNI dan Polri agar jangan sampai disusupi penceramah radikal dalam kegiatan beragama.
Menurut Jokowi jangan sampai dengan mengatasnamakan demokrasi lantas mengundang penceramah radikal.
Pemerintah terus memprovokasi pubik agar tidak mengikuti kajian atau ceramah dari aktivis atau kelompok-kelompok yang dicap radikal.

Sebelumnya, publik sempat dihebohkan dengan beredarnya postingan daftar 180 nama penceramah radikal yang disebar di grup-grup WhatsApp. Hal ini nampak bahwa pemerintah begitu mengarusutamakan isu radikal ini.

“Sekali lagi di tentara, di polisi tidak bisa begitu. Harus dikoordinir oleh kesatuan, hal-hal kecil tadi, makro dan mikronya. Tahu-tahu mengundang penceramah radikal, nah hati-hati.” Ucap Jokowi pada Selasa (1/3/2022). Sebagaimana diberitakan suara.com.

Pemerintah sangat serius dalam mengatasi permasalahan radikal. Padahal jika diamati, ada hal lain yang lebih krusial dibandingkan dengan isu radikal sendiri, contohnya seperti permasalahan minyak goreng di negeri ini yang terus meresahkan rakyat. Harga bahan pokok melonjak, kemiskinan tidak pernah tuntas, korupsi oleh pemegang kekuasaan semakin merajalela, dan lain sebagainya.

Melihat tokoh, ustadz, atau kelompok-kelompok yang mereka tunjuk sebagai radikal sebenarnya adalah tokoh yang kritis terhadap kezaliman dan menyerukan solusi yang benar menurut Islam untuk perbaikan dalam negeri. Jadi, tokoh-tokoh yang “dicap” sebagai radikal bukan sebagaimana apa yang dikatakan oleh pemerintah, seperti mengacaukan situasi politik atau situasi sosial yang ada di masyarakat. Sebab, apa yang diucapkan oleh tokoh atau ustadz tadi adalah untuk kemaslahatan ummat dan negeri.

Masyarakat sendiri pun tidak ada masalah dengan ustadz yang “dicap radikal.” Jadi, mengapa pemerintah begitu mengarusutamakan isu radikal ini dan terus memprovokasi publik untuk menghindari ustadz-ustadz yang dicap radikal? Ataukah tudingan pada tokoh atau ustadz radikal dianggap sebagai mengancam stabilitas kursi?

Mereka melarang untuk mendengar tausiah atau ceramah dari ustadz-ustadz tersebut karena akan membongkar berbagai macam tipu daya yang mereka lakukan.
Seperti ketika rakyat tengah dilanda wabah dan kemiskinan, mereka justru sibuk dengan urusan mereka sendiri seperti pemindahan ibu kota, proyek penambangan, dan isu radikalisme. Seolah-olah hati pemerintah dengan hati rakyat sudah tidak nyambung lagi.

Mereka akan terus melarang rakyat untuk mengikuti ustadz-ustadz tersebut. Berharap tidak ada lagi yang berusaha untuk membedah kezaliman mereka. Tapi, perbuatan mereka itu tidak akan berhasil menghalangi dakwah.

Kejadian ini sama seperti pada saat zaman Rasulullah Saw. Ketika kaum Quraisy menghalangi dakwah Rasulullah Saw. dengan menyebut beliau penyihir atau orang gila. Tetapi, usaha kaum Quraisy itu tidak membuahkan hasil. Rasulullah tetap menyebarkan dakwahnya, membongkar kebathilan-kebathilan yang mereka lakukan dan menjelaskan solusi Islam. Hingga pada saat Fathul Makkah, orang-orang Quraisy yang dahulu menghalangi beliau dalam dakwah itu kalah dan akhirnya masuk kepada Islam. Memang begitu perjuangan dakwah Islam, akan selalu berbenturan dengan kekufuran. Allah SWT. telah berfirman dalam Al-Qur’an:

يُرِيْدُوْنَ اَنْ يُّطْفِـُٔوْا نُوْرَ اللّٰهِ بِاَفْوَاهِهِمْ وَيَأْبَى اللّٰهُ اِلَّآ اَنْ يُّتِمَّ نُوْرَهٗ وَلَوْ كَرِهَ الْكٰفِرُوْنَ

“Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, tetapi Allah menolaknya, malah berkehendak menyempurnakan cahaya-Nya.”(QS At-Taubah: 32)

Masih banyak persoalan ummat. Isu radikal bukanlah persoalan utama, tapi penerapan sistem kapitalis itu sendirilah yang menjadi persoalan utama. Penyebab semua permasalahan di negeri ini karena tidak diterapkannya sistem Islam.

Wallahu a’lam.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi