Partai Politik Menjamur, Rakyat Adil Makmur?

Oleh: Inas Fauziyah Idris
(Aktivis Penulis Ideologis)

“Bagaikan jamur di musim hujan.”

Pepatah di atas menggambarkan kondisi perpolitikan di negeri ini. Meskipun tahun politik masih jauh setahun ke depan, tetapi antusiame partai politik sudah menggeliat. Semenjak dibukanya pendaftaran pemilu 2024 sebulan lalu, sudah 40 parpol yang ikut serta. Namun, hanya 24 parpol calon peserta Pemilu 2024 yang telah memenuhi berkas persyaratan. Di antaranya partai parlemen yang sudah mempunyai wakil di DPR. Sedangkan partai nonparlemen, mereka akan diverifikasi secara faktual sebelum dinyatakan sebagai peserta pemilu (Kontan.co.id).

Beberapa partai pendatang baru di antaranya, Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA), Partai Buruh, Partai Republik, Partai Umat, Partai Republiku Indonesia, Partai Swara Rakyat Indonesia (Parsindo), Partai Republik Satu (Kumparan, 15/8/2022).

Ironi Parpol dalam Sistem Demokrasi

Berlomba membangkitkan kembali kesejahteraan masyarakat. Berusaha ingin memajukan bangsa Indonesia menjadi pemimpin di dunia internasional. Itulah tujuan didirikannya partai politik. Rakyat pun menyambut dengan harapan partai baru mempunyai harapan baru dalam menyelesaikan berbagai persoalan bangsa. Berharap dengan munculnya pemimpin baru mampu meningkatkan kesejahteraan dan keadilan.

Hanya saja, harapan tinggal harapan. Bisa kita rasakan bersama, alih-alih parpol menjadi problem solver, kiprah parpol justru kabur. Silih bergantinya rezim dan pemimpin hanya melanggengkan sistem demokrasi yang nyatanya tidak prorakyat. Parpol bermunculan, tetapi belum bisa mengentaskan kerusakan multidimensi yang terjadi karena parpol terjebak mahar transaksi politik. Jika ingin menang, harus punya modal besar. Fakta berkata bahwa parpol wajib mempunyai modal besar untuk memenangi kontes lima tahunan ini.

Fungsi kontrol sosial yang seharusnya dijalankan oleh parpol tidak menjadi kunci kemenangan pemilu demokrasi. Namun, kekuasaan dan uanglah yang menjadi kuncinya. Tak jarang pula suara rakyat mudah dibeli dengan iming-iming rupiah dan sembako. Lebih parahnya, sampai memanipulasi hasil suara rakyat.

Slogan “pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat” terlihat hanya ilusi. Nyatanya, kekuasaan itu berpusat pada segelintir orang saja, bukan di tangan rakyatnya.

Begitu juga dengan parpol Islam. Mereka terjebak dalam makna “politik” di sistem demokrasi. Mereka sekadar menjadikannya kendaraan menuju kekuasaan. Keterlibatannya dalam sistem demokrasi justru membuatnya terjebak perangkap alur berpikir demokrasi yang “bingung menetapkan antara haq dan batil”. Sehingga, mereka tidak bisa mengusung ide Islam kaffah yang sejatinya merupakan solusi problem multidimensi.

Bahkan, batilnya sistem demokrasi menjadikan Islam kalah dengan suara terbanyak (voting). Pihak yang menang bukanlah yang hak sesuai Islam, melainkan yang mendapatkan suara terbanyak. Oleh karenanya, yang haq bisa kalah oleh yang batil hanya karena kalah suara. Sikap inklusif parpol-parpol Islam melakukan “tawar-menawar” jabatan politik. Pada akhirnya, parpol Islam justru menjadi tewarnai, bukan mewarnai.

Partai Politik Demokrasi vs Islam

Dalam sistem politik demokrasi, dimana peran parpol seharusnya menyelesaikan problem multidimensi yang dialami rakyat. Seharusnya, parpol Islam menjadi dorongan kuat untuk segera melakukan perubahan sosial ke arah Islam dengan menerapkan sistem politik Islam.

Politik dalam Islam mempunyai kedudukan mulia. Politik Islam fokus pada upaya negara dalam memenuhi kebutuhan hidup setiap individu rakyat, baik primer, sekunder, maupun tersier. Sangat jelas perbedaan dengan paradigma kekuasaan dalam era kapitalisme demokrasi.

Peran di atas akan terlaksana secara sempurna jika sistem politik yang diterapkan negara adalah Khilafah. Secara de facto dan de jure, politik Islam Khilafah pernah diterapkan di dunia Islam dengan banyak prestasi gemilang. Berupa kesejahteraan rakyat, tingginya ilmu pengetahuan, keamanannya ditangan kaum muslimin. Sebab, Islam politik mengayomi semua elemen masyarakat serta mampu mendatangkan keadilan.

Mengenal Peran Parpol di Sistem Islam Kaffah

Hukum adanya banyak parpol dalam negara Islam, hukumnya mubah. Namun, parpol tersebut harus berdasarkan ideologi Islam (partai ideologis). Dalam Islam, politik bermakna pengurusan atau pemeliharaan urusan umat. Politik Islam tegak atas dasar akidah Islam dan tidak lain untuk melaksanakan Islam di dalam negeri dan dakwah ke luar negeri. Jadi, politik Islam hakikatnya adalah pengurusan urusan rakyat berdasarkan prinsip kebenaran dan keadilan.

Sirah Rasulullah saw. telah memberikan tauladan dalam politik. Hal tersebut tampak saat Rasul berinteraksi dengan kaum kafir, mengungkap rencana buruk mereka, dan mengadopsi berbagai kemaslahatan umat. Inilah konsep politik yang sesungguhnya, yakni mengurusi seluruh urusan manusia. Aktivitas politik adalah segala aktivitas terkait pengaturan urusan masyarakat, baik urusan kekuasaan itu sendiri maupun pengawasan dalam mengatur urusan rakyat. Inilah fungsi utama sebuah parpol.

Tujuan parpol dalam Islam bukan sekadar untuk memperoleh kekuasaan dan merebut kedudukan politik. Parpol Islam juga bertugas mendakwahkan Islam politik, memberikan nasihat, saran, masukan, ataupun kritik kepada penguasa; serta mengawasi para penguasa agar senantiasa berbuat makruf (melaksanakan syariat Islam) dan melarang dari yang mungkar (melakukan sesuatu yang bertentangan dengan syariat Islam).

Keberadaan parpol Islam berdasarkan perintah Allah Swt. dalam Al-Qur’an:

وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى ٱلْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ ۚ وَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُفْلِحُونَ

“Dan hendaklah ada di antara kamu satu golongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran: 104)

Imam Al-Qurthubi mendefinisikan kata (أُمَّةٌ) dalam Tafsir Al-Jami’ li Ahkam Al-Quran sebagai sekumpulan orang yang terikat dalam satu akidah. Akan tetapi, juga dapat dimaknai sebagai kelompok karena adanya lafaz “minkum” (di antara kalian).

Imam Ath-Thabari berkata dalam kitabnya, Jami’ al-Bayan, tentang arti ayat ini, “Wal takun minkum) ayuhal mu’minun (ummatun) jama’atun (Hendaknya ada di antaramu (wahai orang-orang beriman) jemaah yang mengajak pada hukum-hukum Islam).”

Oleh karenanya, parpol Islam adalah partai berideologi Islam, mengambil dan menetapkan ide-ide, hukum-hukum, dan pemecahan problematik dari syariat Islam, serta metode operasionalnya mencontoh metode (tarekat) Rasulullah saw.

Beberapa aktivitas parpol Islam adalah pertama, membangun tubuh partai dengan melakukan pembinaan intensif kepada masyarakat; kedua, membina umat Islam dengan Islam dan pemikiran Islam; ketiga, melakukan perang pemikiran terhadap ide-ide kufur yang bertentangan dengan syariat Islam; dan keempat, mengoreksi penguasa jika khilaf atau kebijakannya tidak sesuai syariat Islam. Selain itu, dalam Islam, pemilu boleh dilakukan untuk mencari sosok pemimpin (khalifah), tetapi paradigma sistem politik yang diterapkan harus berdasarkan ideologi Islam, bukan selainnya.

Dengan begitu, parpol dalam sistem Islam kaffah berbeda sekali dengan parpol dalam demokrasi sekuler. Pemilu dalam sistem demokrasi tidak akan menghasilkan perubahan apa pun ke arah yang lebih baik dan tidak mampu mengentaskan bangsa ini dari krisis yang ada.

Wallahu a’lam bi ash-shawaab.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi