Oleh : Atiqoh Syamila
Ragam peristiwa miris ini cukup mencoreng dunia pendidikan kita. Mulai dari perundungan ringan hingga brutal, kasus narkoba, penganiayaan siswa terhadap guru, guru mencabuli siswanya dan masih banyak kasus-kasus serupa yang tidak muncul ke permukaan. Ditambah lagi fakta, puluhan siswa SMP di Pangandaran tidak bisa baca tulis (detikjabar, 4/08/2023)
Tidak cukup di Pangandaran, di Kupang pun lebih banyak siswa yang tidak memiliki kemampuan dasar. Sebanyak 21 pelajar tidak bisa baca dan tulis hingga membedakan abjad. Berrdasarkan hasil asessment kognitif peserta didik baru SMPN 11 Kota Kupang (Tribunflores.com, 10/08/2023). Bahkan satu anak nyaris tidak bisa baca dan tulis, mengeja abjad pun hanya A – E, selebihnya tidak bisa. Enam pelajar yang lain tidak bisa membaca sebuah kalimat utuh. Harus mengeja dengan pelan agar pelajar tersebut mampu mengucapkan sebuah kalimat dengan sempurna.
Jika membaca saja tidak lancar bagaimana bisa menangkap isi bacaan? Bagaimana bisa memahami pelajaran yang dibacanya dengan terbata-bata? Walaupun akhirnya bisa, pasti membutuhkan waktu yang sangat lama. Padahal ada banyak target yang harus dicapai dalam setiap proses belajar mengajar.
Jamak diketahui, tujuan pendidikan nasional yang termaktub pada Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 adalah “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Namun tujuan tersebut belum sepenuhnya tercapai, mengingat masih banyak pelajar yang tidak memiliki kemampuan dasar, baca dan tulis.
Jika hanya terdapat satu dua pelajar yang tidak memiliki kemampuan dasar baca tulis, bisa jadi kesalahan pada pelajar tersebut.
Namun jika ketidakmampuan ini banyak dialami oleh anak-anak Indonesia maka yang patut dipertanyakan adalah kurikulum yang sedang diterapkan di negeri ini. Tingginya angka pelajar yang lulus sekolah tapi tidak mempunyai kemampuan dasar menjadi bukti bahwa ada yang salah dengan kurikulum yang diterapkan.
Dua dekade terakhir kurikulum pendidikan sering berubah-ubah.
Namun sayangnya, pergantian kurikulum tidak diiringi dengan semakin berkualitasnya pendidikan. Justru yang ada praktisi pendidikan dan peserta didik kebingungan dengan wajah kurikulum yang gonta ganti. Belum matang kurikulum yang lama, ganti lagi dengan kurikulum baru dengan konsep berbeda. Sehingga guru sibuk mempelajari kurikulum baru, akibatnya anak didik terbengkalai. Esensi pendidikan yang sebenarnya bergeser menjadi sekadar mengajar dan belajar.
Memang benar, banyak faktor yang mempegaruhi kemampuan seorang pelajar dalam menyerap pelajaran, misalnya ekonomi keluarga, kesehatan, akses bahan ajar, pendidikan orang tua, lingkungan keluarga, dan lain-lain. Namun sistem pendidikan yang diterapkan sangat berpengaruh terhadap kualitas pendidik dan peserta didik .
Sistem kehidupan yang sekuler kapitalistik yang menjadi akar masalah sehingga sistem pendidikan yang diterapkan pun tak jauh dari induknya, memisahkan agama dari kehidupan dan fokus mengejar materi adalah segalanya.
Sistem pendidikan ini menuntut guru mengintegrasikan paham moderasi beragama dalam semua pelajaran, padahal moderasi beragama bukanlah persoalan pokok dalam pendidikan. Salah menempatkan prioritas tujuan pendidikan akan berakibat fatal, taruhannya adalah peserta didik.
Di sisi lain, guru disibukkan dengan seabrek kegiatan administrasi. Namun guru juga dituntut bisa tampil prima dihadapan siswanya, penuh inovasi, kreatif, menyenangkan dan tak menjemukan. Tuntutan yang tinggi tidak diiringi dengan jaminan kesejahteraannya. Kerap kali guru yang masih berstatus honorer mencari sumber penghasilan lain untuk menopang kebutuhan keluarganya. Sehingga wajar jika perhatian guru tidak sepenuhnya pada peserta didik.
Memang, pendidikan dasar (SD hingga SMP) gratis. Namun yang terjadi, pendidikan gratis ini lemah dalam mencapai target pendidikan. Dalam sistem kehidupan kapitalis pendidikan gratis identik dengan pendidikan ala kadarnya, sebabnya, pendidik dan tenaga kependidikannya tidak sepenuhnya dijamin kesejahteraannya. Sementara tuntutan kebutuhan melonjak.
Hal ini menyebabkan guru sekadarnya menyampaikan materi pembelajaran. Siswa pun demikian, mereka hadir ke sekolah hanya sekadar rutinitas yang harus dikerjakan tanpa tahu tujuan menuntut ilmu, sebagian dari mereka tak paham pula etika pada guru. Lengkaplah karut marut dunia pendidikan.
Sistem Islam Menjamin Pendidikan Gratis Berkualitas atas Dasar Akidah Islam
Sangat berbeda dengan pendidikan dalam sistem Islam, pendidikan gratis menjadi keniscayaan ketika Islam diterapkan dalam semua aspek kehidupan. Pondasi sistem pendidikan ini adalah akidah Islam. Semua hal yang terkait dengan pendidikan berpatokan pada akidah Islam, kurikulum, jenjang pendidikan, materi pelajaran, kemampuan pendidik dan tenaga pendidiknya.
Penanaman akidah pada pendidikan dasar adalah upaya untuk memahamkan hakekat kehidupan, bahwa manusia adalah hamba yang diciptakan hanya untuk beribadah kepadaNya. Metode pembelajaran yang berbasis akidah ini akan melahirkan generasi yang berkepribadian Islam dan taat syariat.
Dari pemahaman tersebut, muncul motivasi belajar yang tinggi karena dorongan ruhiah, tidak ada aktifitas yang percuma tatkala semua diniatkan lillah. Para siswa inipun akan semangat menuntut ilmu karena lekat dalam benak mereka bahwa orang yang berilmu akan diangkat derajatnya oleh Allah swt sebagaimana dalam firmanNya.
“Allah Swt. akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Allah Swt. Mahateliti apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mujadalah/58: 11)
Demikian pula para pendidiknya, dengan dorongan ruhiah mereka akan berusaha menjadi guru yang profesional. Mereka pun akan terus berinovasi dalam menggunakan metode mengajar yang mudah dipahami peserta didik. Karena mereka paham bahwa ilmu yang bermanfaat akan mengalir terus pahala jariyahnya walaupun sudah meninggal.
Dalam Islam, negaralah yang menjadi kekuatan sentral untuk mengatur urusan rakyatnya, termasuk menjamin pendidikan gratis yang berkualitas. Dengan ditopang kekuatan baitul maal, negara akan mampu menggelontorkan dana pendidikan yang bisa menjamin kualitas pendidikan, sarana dan prasarananya, distribusi pengajar ke pelosok, kesehateraan pendidik dan tenaga kependidikannya serta semua hal yang terkait pendidikan.
Alhasil, pendidikan berkualitas berbasis akidah Islam inilah yang akan mampu menyelesaikan semua masalah dalam dunia pendidikan, apalagi hanya sekedar masalah pelajar yang tidak mempunyai kemampuan dasar, tentu akan sangat mudah diselesaikan. Namun sistem pendidikan ini hanya bisa diinstal dalam institusi negara yang menerapkan sistem pemerintahan Islam.
Waallahu a’lam bis shawab.