Mendulang Emas di Atas Derita Rakyat Papua


Oleh. Rini Hapsa, A.Md.AK.

Keindahan dan kekayaan alam di Papua telah menjadi pesona tersendiri dan berhasil memikat mata dunia. Papua merupakan negara yang kaya akan bahan tambang seperti tembaga, emas, batu bara, besi, batu kapur, pasir kaolin, minyak bumi dan gas alam. Maka tak heran banyak perusahaan asing yang berebut izin ingin melakukan eksploitasi di tanah Papua. Sayangnya, keindahan dan kekayaan alam Papua tak seindah dengan kehidupan masyarakatnya yang bergelimang derita.

Hadirnya teror dari Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) dibawah pimpinan Egianus Kogoya masih menjadi masalah politik utama. Sebagaimana kita ketahui, beberapa waktu lalu tim gabungan TNI dan Polri mengevakuasi 25 warga dari Distrik Paro, Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan, pada hari Jumat (10/2/2023).

Hal ini terjadi akibat imbas pembakaran pesawat Susi Air serta penyanderaan kepada pilot dan penumpangnya. Puluhan warga itu dievakuasi ke Distrik Kenyam, Ibu Kota Kabupaten Nduga. Evakuasi ini merupakan yang kedua pasca penyelamatan terhadap 15 pekerja puskesmas yang sempat disandera Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB). Merebaknya isu dan ancaman yang gencar dilakukan oleh kelompok Egianus Kogoya ini, menjadi awal mencuatnya kembali aksi separatis pasca pembakaran pesawat Susi Air.

Tak cukup sampai di situ, kedamaian warga Papua pun kerap terusik oleh adanya bencana gempa yang menggoyang tanah Papua. Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, dalam konferensi pers daring (09/02/2023), mengungkapkan sudah ada setidaknya 1.079 gempa pada periode 2 Januari hingga 9 Februari, di Jayapura, Papua dan 132 kali di antaranya dirasakan masyarakat. Dwikorita juga menambahkan, kejadian gempa yang sudah terjadi di wilayah Jayapura sudah begitu seringnya akibat dari kondisi batuan yang ada di wilayah tersebut tipe batuan rapuh, sehingga mengakibatkan sangat sensitif bergetar.

Di samping itu, ada pelepasan energi yang terjadi perlahan-lahan yang pelepasannya tidak bisa seketika langsung selesai. Jadi, ada beberapa porsi energi yang masih tertahan dan akan terlepas selama beberapa kali menyesuaikan kerapuhan batuan tadi, ungkap Dwikorita.

Nestapa papua seakan tak pernah berakhir. Julukan papua sebagai “surga kecil yang jatuh ke bumi” hanya sekedar julukan belaka, utopis. Kesengsaraan apalagi yang tidak dirasakan oleh warga Papua, seakan kesengsaraan itu tiada pernah berakhir diselimuti dengan sejuta harapan warganya.

Seakan jatuh tertimpa tangga pula, Papua dengan segudang kekayaan alam yang mengelilinginya, justru tidak mendapatkan perhatian lebih dari negara. Padahal, kita ketahui bersama, berlimpahnya sumber daya alam di Papua menjadi sumbangan pajak terbesar bagi negeri ini dan berhasil menyelamatkan Indonesia dari kemelaratan dan kesenjangan sosial. PT Freeport Indonesia (PTFI) merupakan salah satu pembayar pajak terbesar di Indonesia.

Berdasarkan kajian Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia, menyebutkan bahwa beroperasinya PTFI berkontribusi sebesar 0,78% terhadap produk domestik (PDB) Indonesia. PTFI juga berkontribusi sebesar 34% terhadap PDB Provinsi Papua dan 67,7% terhadap PDB Kabupaten Mimika. Sejak 1992-2021 PTFI telah berkontribusi secara langsung terhadap Indonesia sebesar US$21,1 miliar atau sekitar Rp300 triliun dengan kurs Rp14.200,00 per US$.

Rinciannya, sebesar US$1,6 miliar berupa dividen, US$2,6 miliar dalam bentuk royalty, serta US$ 16,86 miliar dalam bentuk pajak dan pungutan lainnya. PTFI juga berkontribusi secara tidak langsung senilai US$49,1 dalam hampir 5 dekade terakhir. Kontribusi tidak langsung tersebut berupa pembayaran gaji karyawan, pembelian dalam negeri, pembangunan daerah, pengembangan masyarakat, serta investasi dalam negeri. Sungguh angka yang sangat fantastik (katadata.co.id, 19/02/2023).

Namun, layaknya tikus yang mati dalam lumbung padi, kesenjangan sosial di tanah Papua tak pernah berakhir. Besarnya sumbangan pajak dari tambang emas terbesar di Indonesia itu kepada daerah dan negara, justru tak menjadikan kesejahteraan masyarakat Papua ikut kemilau selayaknya emas dan tidak serta merta dinikmati langsung oleh mereka. Justru malah menjadikan kedudukan Papua sebagai provinsi dengan persentase penduduk termiskin tertinggi.

Kepala BPS Margo Yuwono mengatakan, persentase penduduk miskin pada September 2022 sebesar 9,57%, naik dibandingkan Maret 2022 (9,54%). Secara tahunan, persentase penduduk miskin September 2022 menurun jika dibandingkan dengan September 2021 yang sebesar 9,71%. Sementara itu, bila dibandingkan masa sebelum pandemi Covid-19 atau September 2019, persentase tingkat kemiskinan September 2022 naik jika dibandingkan dengan September 2019 yang sebesar 9,22%.

Berdasarkan data tersebut, provinsi Papua menjadi provinsi dengan persentase penduduk termiskin pada September 2022 yakni sebesar 26,80% meningkat 0,24% poin terhadap Maret 2022. Ini sungguh ironis, karena warga Papua mengalami kemiskinan di atas tanah yang kaya dengan sumber daya alam, tetapi hal tersebut tidak berdampak apa pun bagi mereka dan juga negara ini (cnbcindonesia.com, 19/2/2023).

Menelisik fakta di atas, persoalan tanah Papua dirasa cukup kompleks dan semakin berlarut-larut. Namun sayangnya, sampai saat ini, negara cenderung apatis menyelesaikan masalah ini. Walaupun pemimpin negara telah berganti berkali-kali dengan kegiatan kunjungan dan kebijakan yang bermacam-macam, namun jauh panggang dari api, semua itu tak dapat menolong warga Papua.

Berbagai rezim telah mencoba untuk menyelesaikan konflik papua, namun kenyataannya tak ada harapan. Hal ini sudah menjelaskan bahwa tiada harapan tanah papua sejahtera dibawah naungan kapitalisme. Tidakah kita berpikir bahwa Papua dan kekayaan alam lainnya adalah ciptaan Allah? Ketika Allah menciptakan, tentu Allah memiliki aturannya tersendiri dalam pengelolaannya.

Dalam pandangan Islam, pengelolaan kekayaan alam yang sifatnya umum dikelola langsung oleh negara secara mandiri dan hasilnya dipergunakan secara penuh untuk mensejahterakan masyarakat. Haram hukumnya menyerahkan kepemilikan umum kepada individu, swasta, atau asing. Hal ini dilakukan oleh negara agar kesejahteraan senantiasa terjaga dan masyarakatnya tak hanya merasakan getah dan ampas seperti yang dirasakan di sistem kapitalisme saat ini.

Sudahlah saatnya, Indonesia mengambil sikap yang mandiri dalam mengatasi konflik dan kesengsaraan di Papua tanpa adanya intervensi dan provokasi dari pihak mana pun, serta menghapus adanya kepentingan kapitalis di tanah Papua.

Terkait kemiskinan, sepanjang struktur politik ekonomi global ala kapitalisme neoliberal ini tegak dan dilestarikan, maka problem kemiskinan dan segala bentuk dampaknya dijamin akan tetap ada. Syariat Islam mampu menghapus kesenjangan ekonomi serta menjalankan fungsi negara dalam Islam. Mengurusi negaranya secara menyeluruh dan merata adalah peran yang nyata dan tidak mengawang-ngawang. Negara menjalankan fungsi sebagai pengurus umat sekaligus pelindung mereka secara orang per orang.

Sistem ekonomi yang mengatur soal kepemilikan, distribusi kekayaan, sistem perdagangan, dan lain sebagainya. Satu di antaranya, Islam mengatur bahwa sumber daya alam yang melimpah ruah tidak boleh dimiliki individu. Karena sejatinya, itu adalah milik rakyat yang wajib dikelola oleh negara untuk kepentingan rakyat. Papua dengan melimpahnya sumber daya alam haruslah terjaga dan dapat dimanfaatkan dengan baik untuk kemaslahatan umat tanpa adanya penguasaan dari individu ataupun kelompok terlebih kepada asing.

Tak hanya itu, dalam sistem Islam, aksi separatis yang dilancarakan oleh KKB di mana mereka telah bergerilya dengan senjata dan telah bermukim cukup lama di Papua, haruslah dituntaskan dengan tindakan militer yang cukup besar sehingga memiliki daya pukul yang besar pula untuk menuntaskan aksi separatis kelompok. Hal ini tentu saja akan didukung oleh kekuatan negara yang sistematis serta berdaya besar dengan adanya pasukan dan tentaranya yang solid, angkatan bersenjata yang terlatih, alat-alat militer yang lengkap dan teruji. Begitu pun kekuatan persatuan wilayah haruslah dikekang dengan erat dalam hal ini yaitu dengan tidak membiarkan tanah Papua lepas dari wilayah Indonesia.

Inilah pentingnya keberadaan sistem Islam yang patut diperjuangkan dan telah terbukti nyata dan menjamin seluruh kebutuhan pokok umat dan mengurusnya dengan sebaik-baik pemimpin, yaitu yang mencintai rakyatnya secara menyeluruh tanpa memandang ras dan daerah.

Wallahu a’lam

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi