Kiat Islam Mendidik Generasi Muda Berpaham No More Insecure

Oleh. Afiyah Rasyad

Syahdan, aplikasi penyempurna penampilan bertebaran bak jamur di musim hujan. Interaksi dunia maya seakan-akan menjadi sebuah kebutuhan. Bahkan, eksistensi dan pengakuan jati diri menjadi tujuan. Betapa banyak manusia yang menggilai aktivitas mempermak diri lewat aplikasi demi menyempurnakan bentuk badan. Terutama para generasi yang merasa sangat dimanjakan.

Berpenampilan menarik merupakan icon kesempurnaan fisik. Meski di dunia maya, paradigma itu tetaplah menjadi nomor satu. Apalagi banyak platform media yang menilai penampilan oke dan kece itu dari kategori kesempurnaan fisik. Dunia maya tak lagi menjadi sarana komunikasi dan hiburan, tetapi menjadi ajang pencarian eksistensi dan jati diri yang keliru dari pokok pangkalnya.

Tidak terhitung aplikasi yang menawarkan layanan edit foto maupun video yang bikin anggota badan menarik, wajah super kinclong dan keren. Betapa banyak swafoto dan ativitas semisal demi menghilangkan insecure akan penampilan fisiknya dengan mengunakan aplikasi sana sini. Hasilnya? Memang tidak mengecewakan bahkan bisa dibilang memuaskan. Tanpa oplas alias operasi plastik, wajah dan anggota badan lainnya tanpa menarik dan mendekati kesempurnaan fisik.

Arah penggunaan dunia maya kini dalam bahaya. Paradigma kapitalisme terkait penampilan menarik dan cantik menuntut generasi, terutama kaum hawa untuk memermak kesempurnaan fisik. Apalagi, tuntutan wajah good looking saat hendak menjadi selebgram, tiktokers, dan lainnya demi tujuan menumpuk materi. Selain kesempurnaan fisik, keuntungan materi menjadi magnet tersendiri bagi generasi.

Tren swafoto sungguh salah kaprah. Kapitalisme dengan akidah sekularisme menggiring generasi untuk menjauhi hakikat hidup sejati. Halal haram tak perlu dipikir sama sekali, yang terpenting adalah kepuasan diri dengan kesempurnaan fisik yang bisa menghasilkan pujian dan pundi-pundi materi.

Faktor-Faktor yang Membuat Generasi Insecure

Anak-anak yang tidak merasa baik tentang dirinya atau insecure akan merasa kurang dalam berbagai hal. Mereka takut mencoba hal-hal baru yang positif karena merasa tidak mampu dan khawatir akan penilaian orang lain yang negatif. Anak yang insecure merasa sulit untuk mengatasi masalah ketika mereka membuat kesalahan, kalah, atau gagal.

Maka, dunia maya menjadi jalan keluar untuk mengubah tampilan fisiknya dengan penawaran aplikasi yang bumbastis. Mereka merasa nyaman awalnya, lalu lama kelamaan akan merasa ketagihan dengan limpahan pujian ataupun materi yang didapatkan. Mereka merasa no insecure saat merasakan kesempurnaan fisik meski hasil editan. Tentu saja aktivitas generasi muda itu tidaklah ujug-ujug. Ada beberapa faktor yang memungkinkan anak merasa no more insecure dengan swafoto atau edit penampilan. Faktor tersebut antara lain:

Pertama, akidah Islam yang goyah. Generasi muslim dewasa ini diserbu gaya hidup Barat yang cenderung bebas dan no care agama. Akibatnya, akidah Islam goyah parah. Sehingga, hal ini memperparah anak dengan menyelesihi takdir dengan bentuk fisik yang menurutnya tak masuk kategori menarik.

Kedua, pengalaman tramautik. Anak yang pernah trauma karena body shaming akan membuat dirinya insecure dengan bentuk fisik yang dimiliki. Akhirnya, aplikasi editing atau swafoto dianggap sebagai penyelamat dirinya. Sehingga, mereka akan memilih dunia maya untuk mengubah penampilan.

Ketiga, anak sering dibandingkan dengan orang lain. Anak-anak bisa mengalami insecure karena sering dibandingkan dengan saudara atau temannya oleh orang terdekat. Akibatnya, anak merasa tidak percaya diri. Sehingga, ketika dia berjumpa dengan aplikasi yang dapat mengubah penampilan, di sana dia akan mencari eksistensi dirinya.

Itulah beberapa faktor terparah yang bisa memalingkan generasi untuk mengubah tampilan diri di dunia maya melalui aplikasi. Sebab, mereka menganggap dengan berselancar dalam aplikasi itu, mereka menjadi lebih percaya diri dengan no more insecure.

Dampak Negatif Bagi Generasi yang Rajin Swafoto demi No More Insecure

Duhai, media sosial layaknya pisau bermata dua. Bisa berdampak positif, bisa juga negatif. Tergantung penggunanya. Tergantung pula pada tujuan penggunaannya. Generasi yang rajin swafoto, wabil khusus kaum hawa, ada baiknya memperhatikan seperangkat syariat yang mengatur pergaulan sosial. Swafoto yang berujung narsisme sering muncul. Hal itu disebabkan karena kebablasan dan tidak paham batasan syariat.

Di tengah glamor dan gemerlapnya kehidupan manusia di dunia maya, gaya hidup yang menuntut eksistensi dengan penampilan menarik dengan fisik yang sempurna, tidak sedikit generasi yang merasa insecure. Hal itu berujung pada editing yang dijadikan satu-satunya jalan keluar. Padahal, itu hanyalah kepalsuan belaka. Jika demikian, dampak negatif gaya hidup swafoto ini akan diidap oleh generasi. Di antara dampak negatif yang dihasilkan dalam kepalsuan no more insecure, antara lain:

1. Hidup generasi penuh tipuan
Dunia maya amat rentan dengan tipuan, tidak semua yang manusia lihat adalah sesuatu yang benar, terlebih dunia maya menawarkan viralitas yang rawan manipulasi. Bahkan, tipuan dengan editing bentuk fisik dijadikan hal biasa dan dianggap menambah kepercayaan diri. Bukannya menerima apa yang Allah beri ke kita, kadang malah ada yang membuat gambaran “palsu” diri sendiri semata untuk memuaskan diri.

2. Generasi tak produktif lagi
Dunia maya memang layaknya candu. Sering kali menyekap waktu yang memang terbelenggu. Banyak generasi yang menghabiskan waktu di sosmed, meski sebatas scroll sana sini situ. Apalagi jika ketagihan dengan eksistensi diri dengan swafoto ataupun editing ke mana suka sampai lupa waktu. Hal ini menjadikan generasi tidak produktif lagi karena menghabiskan waktu untuk mendapat foto terbaik saat swafoto dan kehilangan banyak hal. Mereka sering terlupa melakukan kegiatan yang lain bahkan kewajibannya sebagai muslim, seperti berbakti pada orang tua, menuntut ilmu, dakwah, bahkan shalat pun ditinggilkan. Jika produktivitas remaja telah lenyap, maka generasi emas yang akan mengemban estafet peradaban mulia juga akan lenyap. Naudzubillah.

3. Generasi akan boros
Tak dimungkiri, kegiatan di dunia maya membutuhkan kuota. Apabila generasi muslim keranjingan dengan swafoto demi mendapat hasil yang good looking agar no more insecure, sangat berpeluang besar untuk menghabiskan banyak kuota. Mereka tidak akan memikirkan hal itu demi memuaskan hasil editingnya. Maka, boros tak akan bisa dihindari.

Inilah dampak negatif dari kecanduan swafoto atau editing yang dilakukan generasi demi no more insecure. Tentu tiap orang tua tak berharap anaknya kecanduan aktivitas ini. Maka dari itu, orang tua wajib mengontrol ketat dan memberikan arahan pada generasi saat berinteraksi di medsos.

Mendidik Generasi Muslim dengan Pemahamam No More Insecure

Fakta yang ada terkait swafoto ataupun editing dan dampak buruknya justru menunjukkan bahwa ada yang salah pada pemanfaatan teknologi. Sebagian besar generasi muslim serba ikut-ikutan sebuah tren yang sedang viral dan hit tanpa memikirkan lebih dalam tentang esensi dari apa yang mereka lakukan. Mereka tergerus arus budaya permisif, glamour, fisik yang sempurna, dan sensasional, tetapi minim karakter agent of change. Bagaimana mau menjadi agent of change. Hakikat diri saja belum paham. Kebahagiaan duniawi diukur pada sempurnanya fisik dan banyaknya materi.

Padahal, fisik setiap insan yang terlahir ke dunia adalah anugerah dari Allah dengan sebaik-baik bentuk. Bentuk wajah, warna kulit, bentuk hidung, warna rambut, dan segala ciri fisik yang dimiliki adalah ciptaan Allah yang harus disyukuri, tak perlu insecure atas apa yang telah ditetapkan Allah atas fisik yang ada. Maka, orang tua wajib mendidik generasi dengan pemahaman no more insecure. Hal itu bisa dilakukan dengan cara:

Pertama, pahamkan pada generasi muslim bahwa tiap manusia yang lahir ke dunia Allah ciptakan dengan sebaik-baik bentuk. Sebagaimana surah At-Tin ayat 4:

لَقَدْ خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ فِيْٓ اَحْسَنِ تَقْوِيْمٍۖ

“Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.”

Sehingga, ananda tidak akan minder dengan fisik yang diperoleh.

Kedua, didik generasi menjadi orang yang pandai bersyukur. Anggota badan yang lengkap dan sempurna dengan potensi yang berikan secara gratis haruslah disyukuri. Ananda harus diajak berpikir nikmat Allah, diajak dan dibiasakan bersyukur. Ananda perlu dipahamkan juga bahwa dengan bersyukur akan senantiasa bertambah nikmat yang Allah berikan. Seperti yang termaktub dalam surah Ibrahim ayat 7:

وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ

“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.”

Ketiga, didik dan pahamkan generasi muslim pada hakikat hidupnya. Visi penciptaan manusia ke muka bumi adalah beribadah kepada Allah. Hal itu sudah jamak diketahui oleh khalayak sebagaimana tertuang dalam Adz-Dzariyat ayat 56 yang berbunyi, “Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk neribadah kepada-Ku.”

Maka, generasi muslim harus senantiasa diingatkan akan hakikat hidup, dari mana ia berasal, untuk apa di dunia, dan akan ke mana setelah mati. Tentunya, semua aktivitas kelak akan dimintai pertanggungjawaban, termasuk urusan mengubah penampilan dengan aplikasi tertentu karena merasa insecure dengan fisik yang telah Allah berikan.

Keempat, didik dan pahamkan generasi terkait ilmu dan teknologi. Apa fungsi dan kegunaan teknologi, bagaimana bergaul atau berinteraksi dengan menggunakan teknologi harus diberikan pengajaran oleh orang tua agar teknologi tak menjadi bumerang bagi generasi.

Teknologi adalah hal mubah. Namun, penggunaannya harus terikat dengan syariat Islam. Tak ada tipuan ataupun manipulasi dalam aktivitas di dunia maya. Berlaku juga bagi pergaulan laki-laki dan perempuan untuk terpisah secara sempurna. Sebab, aktivitas dunia nyata ataupun maya, kelak akan dimintai pertanggungjawaban di keabadian.

Demikianlah langkah-langkah yang bisa ditempuh orang tua dalam membersamai dan mendidik generasi agar no more insecure dengan fisiknya. Selain empat langkah di atas, perlu adanya keteladanan dari orang tua. Selain itu, orang tua harus senantiasa melangitkan doa agar generasi muslim tumbuh menjadi generasi pemimpin peradaban mulia.

Wallahu a’lam bishowab.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi