Oleh. Dzihni Talidah Suni (Siswi SMAIT Al Amri)
Pemerintah berencana menghapus bahan bakar minyak (BBM) beroktan rendah jenis Premium dan Pertalite secara bertahap pada tahun 2022 ini. Hal ini adalah sebagai bentuk upaya pemerintah untuk mengurangi emisi karbon dan menuju energi hijau yang ramah lingkungan.
Pasalnya BBM RON 88 ini dianggap sebagai penyumbang emisi karbon terbesar. Penghapusan BBM oktan rendah ini mengikuti standar Euro 2 yaitu minimum BBM RON 90 dan euro 3-4 dengan RON 91-92 yang telah dilakukan bertahap sejak 2013.
Pengamat Ekonomi Universitas Gajah Mada Fahmi Radhy setuju mengenai wacana penghapusan Premium. Pasalnya hal ini tidak berdampak pada masyarakat karena memang konsumsinya relatif kecil.
“Penghapusan Premium tidak akan berpengaruh terhadap daya beli masyarakat. Alasannya, konsumen Premium sudah semakin kecil,” katanya, Minggu (26/12/2021). Sebagimana dilansir finance.detik.com.
Berbeda halnya jika Pertalite dihapus. Sebab saat ini, daya konsumsi masyarakat terhadap Pertalite telah mencapai 80% sehingga akan berdampak lebih besar terhadap kelompok masyarakat miskin hingga menengah, akhirnya meningkatkan inflasi. Jika diperhatikan, adanya upaya terselubung dari pengahapusan BBM oktan rendah dan beralih ke oktan tinggi dengan mencabut atau mengurangi subsidinya adalah untuk menaikkan harga BBM dan melepas harga BBM sepenuhnya ke harga pasar. Jika harga BBM diserahkan ke mekanisme pasar, maka akan berpengaruh pada sektor lainnya selain pada harga BBM itu sendiri, terutama pada inflasi bahan makanan.
Dari sini sangat jelas, bahwasannya kebijakan pemerintah tidak lagi pro terhadap rakyat. Karena pada faktanya, kebijakan tadi akan membuat rakyat terus menjerit karena kebutuhan ekonomi yang terus meningkat akibat kenaikan harga BBM secara simultan. Inilah wajah sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini.
Berkebalikan dari sistem kapitalisme, Islam mempunyai seperangkat aturan mengenai pengelolaan BBM. Dalam Islam, pengelolaan BBM adalah semata-mata untuk kemaslahatan rakyat. Minyak dan gas tidak bisa dimanfaatkan secara langsung melainkan harus melalui tahapan proses pengeboran, penyulingan, dan sebagainya yang membutuhkan perangkat, maka negaralah yang mengambil alih pengelolaannya mewakili kaum Muslim.
Pendapatannya disimpan di Baitulmal untuk digunakan membiayai segala proses operasional. Islam juga akan membuat kebijakan sistem energi hijau yang ramah lingkungan, murah, dan bersih dengan mengikuti perkembangan sains dan teknologi. Namun, tujuannya semata-mata untuk mencukupi kebutuhan energi rakyat dan meningkatkan kualitas hidupnya. Bukan seperti sistem kapitalis, dimana kepentingan ekonomi hanya bagi segelintir pihak saja.
Wallahu a’lam