Talk Show Maulid Leadership Forum; lil Islam, bil Islam, dan fil Islam.

Untuk pertanyaan pertama, Coach Dias bertanya apakah pemimpin itu bawaan lahir atau bagaimana? Pertanyaan kepada Ustaz KArebet. Ustaz Karebet mengawali dengan humor bahwa untuk menjadi pemimpin itu harus dilahirkan dulu, tapi harus diproses dan disiapkan menjadi pemimpin.

Pertanyaan selanjutnya, dari slide yang panjang, penelitian Ustaz Karebet itu bagaimana? Ternyata literasi dilakukan oleh Ustaz Karebet sejak 2002. Beliau juga mengunjungi 15 negara dan umumnya tidak lepas dari way of life terkait kepemimpinan. Kesimpulannya, kalau ia Negara pengikut, bisa dipastikan way of life kapitalis. Transformasi kan bergerak, dalam Islam, bukan hanya Rasulullah yang bergerak, tapi keluarga, sahabat, dan bahkan peradaban.

 

Pertanyaan selanjutnya diajukan kepada K.H. Rahmat S. Labib, “Mengapa mengikuti Rasulullah?”

K.H. Rahmat menjawab bahwa ada dua hal, pertama karena kewajiban sehingga ada dorongan keimanan tanpa melihat ada manfaat atau tidak, sehingga bisa meraih rida Allah. Beliau membacakan surah Al-Ahzab ayat 21, bahwa ada sindiran sekaligus celaan bagi nonmuslim. Ayat-ayat sebelumnya itu berbicara tentang orang munafik. Maka surah ini menegaskan bahwa orang beriman pada Allah dan hari akhir harus menjadikan Rasulullah sebagai uswatun hasanah dalam setiap aspek kehidupan.

Kedua, tak ada satu pun sepanjang sejarah, kepemimpinab manusia itu melampaui Rasulullah. Rasulullah mampu memimpin umat dan Negara sekaligus dari nol. Beliau diutus ke tengah umat sendirian, akidahnya berbeda. Beliau berdakwah hingga dapat pengikut yang kemudian disebut umat. Umat saja tidak cukup, sehingga Rasul terus berdakwah sampai membangun daulah (kekuasaan). Negara yang berlandaskan akidah Islam dan menerapkan Islam secara keseluruhan. Saat ini, belum ada Negara yang menerapkan Islam.

 

Pertanyaan seputar kepemimpinan kembali ditanyakan kepada Ustaz Karebet. Ustaz Karebet menjelaskan bahwa way of life itu pasti memberikan konsekuensi aturan sesuai akidah yang membangunnya. Ustaz Karebet memberikan contoh way of life yang salah di Jepang yang membawa penduduknya mengkultuskan bunuh diri. Di Jerman juga tranportasinya maju, tapi agnostic tinggi.

Jaminan kesempurnaan hanya dalam sistem Islam. Selama 14 abad Islam diterapkan, gambaran kemuliaan sangat jelas. Selama 13 abad hanya ada 200 kasus kriminal. Beda dengan hari ini, sehari bisa ada banyak tindak criminal.

 

Bagaimana kepemimpinan Rasulullah? Ustaz Ismail menjawab, ketika Michael Heart menempatkan Rasulullah dalam bukunya, dia mengakui bahwa Rasulullah mampu memimpin secara spiritual dan sekuler (keduniaan). Meski ditertawakan, penulis itu menyatakan bahwa dia menmpatkan Rasulullah dari dimensi individual ke komunal, dari spiritual ke material. Hal ini membuktikan bahwa Rasulullah telah mampu memberi energy transformative pada kemuliaan Islam. Bahkan, transformasi Rasulullah ada sampai saat ini. Banyak musuh-musuh Islam yang berupaya menghentikan transformasi ini. Meski Nabi telah wafat 1400 tahun silam, tapi tranformasi itu terus menjulang.

Apakah pemimpin-pemimpin sekarang mencontoh Rasulullah? Pertanyaan ini masih ditujukan pada Ustaz Ismail. Beliau menjawab bahwa jangankan sudah mencontoh, baru akan diajak menyerukan untuk menerapkan Islam untuk mengikuti kepemimpinan nabi saja dituduh macam-macam, dituduh radikal. Jika ada pemimpin yang ingin memiliki pengaruh baik hendaknya mengikuti kepemimpinan Nabi. Kalau Nabi menunjukkan keberhasilan, tapi tidak mau meniru nabi, apakah akan berhasil? Aneh sekali ketika ada seruan mengikuti Nabi

Coch dias bertanya, “Mayoritas muslim tidak mengikuti nabi? Lantas ikut siapa?”

Ustaz Is menyatakan bahwa pertanyaan ini merupakan sebuah pertanyaan yang harus ditanyakan kepada pemimpin muslim.

Coach Dias berikutnya bertanya pada Ustazah Reta, “Ustadzah seberapa penting Rasulullah bagi muslimah dan kehidupan?”

Muslimah adalah hamba Allah harus mencontoh Nabi. “Seorang perempuan adalah pemimpin di rumah suaminya.” Maka,secara umum, muslimah adalah ummun warobbatul bayt. Sebagai ummun ada fungsi reproduksi dan edukasi karena memang fitrahnya. Pabriknya para pemimpin adalah ibu dan di rumah. Beliau terinspirasi kisah Sholahuddin Al-Ayyubi. Dimana kedua orang tuanya ketika belum menikah memiliki visi memiliki anak-anak pembebas baitul maqdis. Allah pertemukan dengan caranya atas setiap doa calon ayah dan ibu Sholahuddin Al-Ayyubi. Muslimah pemimpin harus memiliki visi kepemimpinan yang kuat.

 

Pertanyaan selanjutnya, “Islam mengekang muslimah sebagai ummun warobbatul bayt?”

Feminisme paham bahwa masa depan bangsa tergantung pada para ibu dalam mendidik. Sehingga, kaum feminisme mengurangi porsi produktivitas perempuan dalam urusan peran ibu rumah tangga. Sehingga, saat muslimah banyak mengambl peran di luar rumah, maka peluang anak akan terbawa arus kehidupan saat ini.

Ibu harus memiliki step yang jelas dalam mendidik anak. Bukan dibebankan pada sekolah semata. Anak-anak akil baligh semakin muda. Ibu minimal punya proyeksi pada pemahaman anak saat akil balig.

Besar tanggung jawab ummun warobbatul bayt? Iya betul.

Bagaimana sosok Rasulullah yang belum sekolah tinggi dan pendidikannya tradisional, tetapi bisa menguasai dunia?

 

Prof. Fahmi mengatakan, “Ilmu pengetahuan dan teknologi membuat hidup lebih muda dan agama memberikan arah.” (pepatah)Beliau menjelaskan terkait ayat pertama yang diturunkan pada surah Al-Alaq ayat 1. Beliau menjelaskan bahwa ilmu dan amal adalah satu kesatuan. Kedua, Islam memberikan arah.

Saat ini, ilmu pengetahuan dipakai untuk menjajah. Ketiga, umat islam ini akan berperan sebagai apa? Mau menonton saja atau berkontribusi. Prof. Fahmi membacakan ayat tentang amar makruf. Amar makruf itu sendiri butuh pada ilmu pengetahuan. Sementara umat Islam tidak menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi cenderung terjajah.

Keempat, misi yang diberikan Allah kepada Rasulullah. Rasul dan umat Islam memiliki misi menjadi rahmat bagi seluruh alam. Meski bukan professor, meski ummi, Rasulullah memimpin umat Islam dengan mendorong kaum muslim menjadi ilmuwan. Rasulullah menghapus profesi perdukunan (bukan berdasarkan ilmu). Rasulullah juga mendukung rasionalitas dan mendukung eksperimen. Rasulullah mendukung aktivitas penyerbukan di Madinah. Bahkan, Rasulullah mendorong kaum muslim mempelajari teknologi. Rasulullah juga meminta tawanan perang untuk mengajarkan kaum muslim untuk membaca.

Bagaimana kita memiliki cara berpikir seperti Rasulullah? Prof. Fahmi menyatakan bahwa mau tidak mau harus mempelajari siroh Nabi secara kaffah, bukan hanya silsilah keluarga, tetapi juga dimensi ibadah, dimensi pempin ummah, dan pemimpin daulah.

 

Kembali ke Ustaz Karebet, Rasul kan sudah wafat, apakah bisa pemimpinan Rasul sebagai kepemimpinan transformasional? Ustaz Karebet yakin bahwa Rasulullah adalah contoh terbaik transformasional dengan sistem Islam.

 

Bagiaman upaya mencerdaskan muslimah? Pertanyaan ini tertuju pada Ustadzah Reta. Beliau menggambarkan bahwa saat ini muslimah terbawa pada arus pendidikan sekuler. Apalagi Negara memproduksi kemiskinan. Sehingga, muslimah yang berat meninggalkan peran domestik juga harus keluar membantu suami memenuhi pundi-pundi ekonomi. Banyak PR muslimah yang memiliki posisi strategis. Di pangkuannya ada generasi, di sampingnya ada pemimpin (suami), di sekelilingnya ada muslimah lain yang perlu disadarkan agar muslimah paham way of life.

Kalau boleh dibandingkan, Rasul dulu dengan sedikit kaum muslim, sekarang banyak, apakah mungkin bisa diterapkan lagi kepemimpinan Rasulullah?

Pertama, Rasulullah sebagai muballigh. Tentu bisa sampai akhir kehidupan.

Kedua, beliau membacakan surah Ali Imron ayat 164:

لَقَدْ مَنَّ اللّٰهُ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ اِذْ بَعَثَ فِيْهِمْ رَسُوْلًا مِّنْ اَنْفُسِهِمْ يَتْلُوْا عَلَيْهِمْ اٰيٰتِهٖ وَيُزَكِّيْهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتٰبَ وَالْحِكْمَةَۚ وَاِنْ كَانُوْا مِنْ قَبْلُ لَفِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍ

“Sungguh, Allah telah memberi karunia kepada orang-orang beriman ketika (Allah) mengutus seorang Rasul (Muhammad) di tengah-tengah mereka dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab (Al-Qur’an) dan Hikmah (Sunnah), meskipun sebelumnya, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata.”

Betapa sempurnanya pemberian Allah kepada kita tanpa kita meminta. Demikian pula hadirnya Rasulullah adalahanugerah yang tidak kita minta. Mungkin tidak mungkin harus dibaikan.

Ketiga, bukan mungkin tidak mungkin, tapi mau tidak mau. Dulu di Makkah tidak mau, tapi Madinahlah yang mau.

 

Terakhir tentang bagaimana caranya? Kembali pada mau tidak mau, orang mau sholat, mau meninggalkan khamr, riba, itu semua karena akidahnya. Maka, perlu mengubah akidah yang ditanamkan sejak kecil. Mengubah akidah yang bathil menuju akidah Islam dengan mengikuti metode Rasulullah.

Sebelum memasuki pertanyaan selanjutnya. Nasyid Sambutlah Khilafah dikumandangkan. Usai nasyid, kembali ada pertanyaa, apa yang harus dilakukan? Ustaz Ismail menjelaskan kita harus menjadi orang yang tak terkalahkan dengan menolong agama Allah. Saat ini, ada pada kondisi jahiliah abad 20, sebelum Nabi ada jahiliah, setelah Nabi datang ada transformasi individual dan komunal sampai Rasul wafat. Kaum muslim ada pada masa golden age sampai peradaban Islam berakhir. Saat ini ada kehidupan muslim bukan kehidupan Islam.

 

Lalu apa bagaimana? Kita tidak boleh putus asa, kita tidak mengatakan “masalahku besar,” tapi kita katakana, “Wahai masalah, Allahku Mahabesar.” Selanjutnya kita tetap ittiba’ Nabi dalam melakukan perjuangan. Peradaban itu bukanlah hitungan tahun atau puluhan tahun, tapi ratusan tahun. Umur kita menjadi sebagian noktah dari deretan garis perjuangan. Kita perlu mendedikasikan umur kita yang secuprit ini lillah, billah, dan fillah atau lil Islam, bil Islam, dan fil Islam.

 

Satu pertanyaan pada Prof. Fahmi, “Apa peran intelektual untuk mewujudkan Islam?”

Prof. Fahmi sudah ada yang ahli dan memperjuangkan Islam. Ada yang dididik dari kecil untuk menjadi seorang ahli dan memperjuangkan Islam. Para ahli ini dibentuk untuk memudahkan perjuangan Islam.

 

Setelah usai sesi Talkshow, ada tayangan para penonton yang Nubar dari berbagai daerah di seluruh Nusantara. Selanjutnya ada pertanyaan penonton terkait bagaiaman cara menghadapi masalah, yang dijawab Ustaz Ismail bahwa permasalahan akan terselesaikan atas ikhtiar kita dan dari hal lain yang memiliki kekuatan dengan kemampuan dan kekuatan paling besar, yakni Allah. Kalau kita menghadapi berbagai masalah, jangan menjauh dari Allah, tetapi mendekatlah pada Allah. Allah adalah Zat yang berjanji akan menolong hamba-Nya. Itu resep paling penting.

Ada kesalahan pemikiran bahwa berjuang menunggu longgar. Padahal hayatul muslim adalah hayatud dakwah. Karena, kehidupan Nabi juga kehidupan dakwah. Maka, kita harus ada dalam lingkaran dakwah.

 

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi