Merindu Hidup Sejahtera dalam Naungan Islam

Oleh. Intan Nursetyawati

Ahad pagi yang cerah, tepatnya 29 Oktober 2023, Kajian Ibu Shalihah (KAISHA) kembali digelar. Kajian bertempat di rumah salah satu jemaah KAISHA, Leces, dengan mengusung tema “Merindu Hidup Sejahtera dalam Naungan Islam.” Hadir sebagai narasumber Ustadzah Ummu Syauqi. Beliau seorang guru dan juga aktivis dakwah muslimah di Kecamatan Leces dan sebagai moderatornya adalah Ibu Sri Syahidah.

Setelah para peserta undangan hadir, acara pun segera dimulai. Acara diawali dengan bacaan basmalah, salam, kata pembuka dari moderator, dan dilanjutkan dengan pembacaan tilawah Al-Qur’an oleh Ibu Anita.

Ustadzah Ummu Syauqi membuka pembahasan dengan pertanyaan, “Apa yang dimaksud dengan sejahtera dan merindu? Sejahtera adalah selamat atau terlepas dari segala macam gangguan dan kesulitan. Sedang merindu adalah sangat ingin atau berharap terhadap sesuatu dan ingin bertemu. Seperti yang kita ketahui dan rasakan saat ini, seluruh aspek kehidupan serasa sulit dan menekan. Sehingga, sering kita lihat akhirnya banyak sekali problem yang terjadi.

Selanjutnya, Ustadzah Ummu Syauqi memaparkan bahwa sejarah telah mencatat bahwa Khilafah Islam pernah eksis selama kurang lebih 13 abad lamanya. Khilafah pernah menguasai sekitar 2/3 wilayah dunia. Selama Khilafah tegak, semuanya diatur dengan aturan Islam semata. Akidah Islam menjadi asas dalam membuat berbagai kebijakan dan dalam menyelesaikan berbagai persoalan di dalam institusi negara, baik dalam bidang pendidikan, ekonomi, politik, sosial, pemerintahan bahkan hubungan dengan luar negeri.

Peradaban Islam yang tegak pada masa itu telah memberikan tinta emas dalam perjalanan kehidupan manusia di berbagai aspek kehidupan. Peradaban Islam menjadi mercusuar dunia yang mana puncaknya banyak ahli-ahli dan penemu-penemu bermunculan. Seperti yang telah dijanjikan Allah Swt.,

وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَاۤء وَالْاَرْضِ وَلٰكِنْ كَذَّبُوْا فَاَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ

“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-A’raf: 96)

Rekam jejak emas masa peradaban Islam hingga sekarang masih ada dan bahkan bisa ditemukan dalam banyak catatan sejarah yang ditulis oleh orang nonmuslim. Mary McAleese, Presiden ke-8 Irlandia yang menjabat dari tahun 1997 sampai 2011, dalam pernyataan persnya terkait musibah kelaparan di Irlandia pada tahun 1847 (The Great Famine), yang membuat 1 juta penduduknya meninggal dunia, berkata: “Sultan Ottoman (Khilafah Utsmani) mengirimkan tiga buah kapal, yang penuh dengan bahan makanan, melalui pelabuhan- pelabuhan Irlandia di Drogheda. Bangsa Irlandia tidak pernah melupakan inisiatif kemurahan hati ini.

Kemudian, Will Durant seorang sejarawan barat. Dalam buku yang dia tulis bersama istrinya Ariel Durant, berjudul “Story of Civilization.” Dia mengatakan, “Para khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan kerja keras mereka. Para khalifah itu juga telah menyediakan berbagai peluang untuk siapapun yang memerlukan dan memberikan kesejahteraan selama beradab-abad dalam wilayah yang sangat luas. Fenomena seperti itu belum pernah tercatat (dalam sejarah) setelah zaman mereka.”

Demikianlah, sejak Rasulullah saw. wafat, kepemimpinan umat Islam diberikan kepada para khalifah, di antaranya: Khulafaur Rasyidin, Khilafah Umayah, Khilafah Abbasiyah, hingga Khilafah Utsmaniyah. Sampai pada akhirnya, pada tahun 1924 institusi pemerintahan muslim itu dibubarkan oleh Mustafa Kemal Attaturk, seorang keturunan Yahudi.

Pembubaran Khilafah ini didukung penuh oleh Inggris. Karena Khilafah Turki Utsmani dianggap sebagai salah satu penghalang bagi ambisi imperialismenya di Dunia Islam.

Dengan runtuhnya Khilafah, umat Islam tercerai-berai menjadi lebih dari 50 negara yang lemah, ukhuwah Islam hilang berubah menjadi nasionalisme, serta hukum Islam ditinggalkan berganti dengan hukum buatan manusia dan sistem yang berkuasa saat ini adalah sekularisme, yang merupakan ruh dari sistem kapitalisme demokrasi. Dari sistem inilah, muncul berbagai bencana dalam kehidupan manusia. Allah berfirman dalam surat Ar-Rum ayat 41,

ير الفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia. (Melalui hal itu) Allah membuat mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”

Lebih lanjut, Ustazah Ummu Syauqi menjelaskan bahwa kapitalisme demokrasi meniscayakan adanya kolaborasi antara penguasa dan pengusaha dalam menentukan kebijakan. Hubungan antara keduanya dibangun atas asas simbiosis mutualisme. Seperti kasus Rempang, para pengusaha /pemodal bertransaksi dengan penguasa untuk menguasai lahan atas nama PSN (Proyek Strategi Nasional). Rakyat yang tidak berdaya, akhirnya menjadi korban, pasrah direlokasi ke tempat lain.

Berbeda sekali dengan cara Islam dengan sistem Khilafahnya. Sistem Khilafah mampu menyejahterakan rakyatnya dengan menjamin terpenuhinya seluruh kebutuhan pokok dan kebutuhan dasar rakyat, (serta kesempatan terpenuhinya kebutuhan sekunder seluruh rakyat tanpa memandang ras, suku dan agama) secara menyeluruh.

Khusus masalah lahan, Islam memiliki pandangan khusus tentang hal ini. Hukum kepemilikan lahan mengikuti status kepemilikan secara umum dalam syariat Islam, yakni kepemilikan pribadi, kepemilikan umum, dan kepemilikan oleh negara (daulah). Tanah dapat dimiliki dengan enam cara, yaitu melalui:
jual beli, waris, hibah, ihya ul mawat (menghidupkan tanah mati), tahjir (membuat batas pada tanah mati), i’tha (pemberian negara kepada rakyat).
Filosofi kepemilikan tanah dalam Islam adalah bahwa pemilik hakiki dari tanah itu adalah Allah Swt. Sebagai pemilik hakiki, Allah telah
memberikan kuasa pada manusia untuk mengelola tanah menurut
hukum-hukum Allah.

Setelah penyampaian materi, acara dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Acara pun diakhiri dengan pembacaan doa dan ditutup oleh moderator. Tak lupa moderator mengingatkan kepada ibu-ibu yang hadir agar bisa hadir Kembali di MT bulan depan.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi