Disorientasi Sepak bola


Oleh. Ahmad Sastra

Dunia olah raga persepakbolaan negeri ini berduka, pasalnya pertandingan antara Arema dan Persebaya berakhir dengan tewasnya para penonton akibat terkena gas air mata. Tentu saja pihak kepolisian harus bertanggung jawab atas meninggalnya ratusan penonton arema ini. Termasuk di dalamnya adalah manajemen Arema dan PSSI hingga menpora harus mempertanggungjawabkan tragedi ini. Tidak boleh ada saling melempar tanggung jawab, apalagi mencari kambing hitam.

Kapolda Jawa Timur Irjen Pol. Nico Afinta dalam jumpa pers di Malang, Minggu, mengatakan dari 127 orang yang meninggal dunia tersebut, dua di antaranya merupakan anggota Polri. Pada Minggu siang, seperti diungkapkan Presiden Jokowi, angka tewas itu bertambah menjadi 129 orang. Bahkan sampai pukul 18.00, menurut Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), korban bertambah menjadi 153 tewas.

Dilaporkan oleh Tempo.Co,Jakarta bahwa menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan tragedi Arema vs Persebaya yang terjadi di stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, bukan bentrok antara suporter kedua tim. Mahfud menjelaskan, aparat kepolisian sebelum pertandingan dilaksanakan sudah mengantisipasi melalui koordinasi dan usul-usul teknis di lapangan.

Misalnya, pertandingan agar dilaksanakan sore, jumlah penonton agar disesuaikan dengan kapasitas stadion, yakni 38.000 orang. “Tapi usul-usul itu tidak dilakukan oleh panitia yang tampak sangat bersemangat. Pertandingan tetap dilangsungkan malam, dan tiket yang dicetak jumlahnya 42.000,” kata Mahfud.

YLKI juga mendesak manajemen penyelenggara, khususnya Arema, untuk bertanggung jawab baik secara perdata maupun pidana. “Secara perdata, manajemen dan penyelenggara harus memberikan kompensasi dan ganti rugi terhadap korban dan keluarga korban atau ahli waris,” ujar Tulus.

Lebih lanjut, Tulus meminta ada pembentukan tim investigasi independen. Tim independen artinya bukan tim yang dibentuk Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI). Sebab dalam kasus ini, kata dia, PSSI adalah pihak yang harus dimintai pertanggungjawaban.

Pada mulanya, sepak bola adalah permainan olahraga yang bertujuan menjadi media agar tubuh menjadi sehat. Sepak bola juga permainan yang paling banyak menyita perhatian masyarakat dunia karena bernuasa hiburan. Namun, belakangan olahraga ini mengalami disorientasi yang justru keluar dari filosofi awal soal olahraga. Ada banyak sisi lain yang menunjukkan disorientasi sepak bola yang justru kontraproduktif, diantaranya adalah:

Kapitalisasi Sepak Bola

Baru-baru ini Presiden FIFA Sepp Blatter menyatakan keprihatinannya atas gejala kapitalisasi dalam sepakbola. Sebagaimana dilansir The Financial Times Blatter beranalog;

“saat ini mayoritas tim sepak bola bertarung dengan tombak, tetapi beberapa klub rakus yang memiliki dana besar menggunakan hulu ledak nuklir.”

Makna dari pernyataan ini tidak lain adalah bahwa dalam dunia persepakbolaan kini sedang berjalan di arah rel kapitalisasi. Dalam pasar bisnis, kapitalisasi juga berakibat memunculkan pertentangan kelas antara yang kaya dan yang miskin.

Klub-klub yang masuk kategori kaya seperti MU, Real Madrid, AC Millan, Bayern Munich, FC Barcelona, Juventus, Arsenal, Inter Milan, Liverpool, Chelsea adalah femomena klub yang keberadaannya menguasai pasar persepakbolaan di Eropa, bahkan hegemoninya mampu menghipnotis pecandu sepak bola dunia. (e-mail: karikatur2005@yahoo.co.id).

Kapitalisasi sepak bola adalah bentuk disorientasi olahraga. Akibatnya, sepak bola tidak menjadi olahraga dan hiburan lagi, tetapi menjadi bisnis kaum kapitalis. Sementara rakyat hanya menjadi korban dan sapi perah saja. Pemaksaan 42.000 penonton di Malang, padahal stadion hanya berkapasitas 38.000 adalah indikasi kapitalisasi itu dan akibatnya sangat fatal dengan tewasnya ratusan korban jiwa penonton. Kapitalisasi yang berorientasi materi semata yang mengabaikan nilai agama tentu saja diharamkan oleh Islam.

Perjudian Sepak Bola

Permainan sepak bola yang semestinya menjadi cara orang untuk sehat dengan olah raga sekaligus menjadi ajang hiburan tercoreng dengan adanya budaya pertaruhan. Perjudian sering kali mewarnai pertandingan sepak bola, dari tingkat desa hingga tingkat dunia. Bahkan bandar judi bermain dengan permainan skor. Lagi-lagi sepak bola telah mengalami disorientasi. Praktik perjudian diharamkan dalam Islam.

Cara bandar judi bola melakukan pengaturan skor pertandingan sepak bola seperti yang terjadi di Perserang Serang relatif sama dengan kasus sebelumnya. Kasus pengaturan skor sebelumnya pernah terjadi di klub sepak bola Indonesia seperti Persewangi Banyuwangi dan PSBK Blitar.

Publik Indonesia baru saja dibuat kaget ketika Perserang Serang memecat 5 pemain dan pelatihnya karena terlibat pengaturan skor. Pengaturan skor yang melibatkan mereka sengaja dibuat agar Perserang Serang kalah sesuai dengan keinginan bandar judi bola. (SINDOnews.com pada Sabtu, 30 Oktober 2021 – 08:54 WIB oleh Tim Litbang MPI).

Bandar judi bola bisa berasal dari mana saja. Untuk pertandingan-pertandingan sepak bola di Asia Tenggara, pusat bandar judi bola biasanya berasal dari Singapura dan Kamboja. Dua negara ini memang melegalkan judi bola sehingga bandar judi bola bebas untuk membuat saran pendukung judi bola seperti membuka rekening khusus judi bola hingga membuat aplikasi judi bola.

Fanatisme Golongan dan Suku

Sepak bola pada faktanya tidak lagi menjadi alat pemersatu bangsa. Seringkali terjadi perkelahian antar suporter bola hanya karena terpancing emosi. Perkelahian antarsuporter hingga menelan jiwa sudah tidak terhitung jumlahnya, baik di Indonesia maupun di dunia. Bahkan hingga pertandingan antar-RT, sepak bola ini bisa menimbulkan akibat buruk, yakni berbagai bentuk permusuhan.

Pertikaian dan permusuhan akibat permainan sepak bola ini disebabkan oleh fanatisme golongan, yakni fanatisme berlebihan dalam membela klubnya. Fanatisme juga bisa dipicu oleh kesamaan suku dan daerah klub jagoannya. Fanatisme juga bisa dipicu oleh kesamaan bangsa dan negara sehingga seolah lawan main adalah musuhnya.

Sepak bola bisa menjadi wasilah permusuhan bukan persatuan karena menimbulkan fanatisme golongan yang berlebihan. Bisa jadi antarmuslim bermusuhan hanya karena beda klub bola atau beda klub bola antarnegara. Bahkan lebih ironis ketika fanatisme sepak bola ini seseorang rela mati demi membela klubnya. Fanatisme golongan diharamkan dalam Islam.

Maraknya Pelacuran

Ditulis oleh liputan.com, bahwa uang melimpah membuat para pesepak bola dunia tak jarang menghabiskannya dengan berbagai cara. Tidak jarang para pesepak bola itu terjebak dalam dunia malam. Mereka memilih berpesta di klub-klub malam bersama teman-temannya atau wanita-wanita yang siap menemani mereka.

Jasa PSK (Pekerja Seks Komersial) pun tidak jarang disewa para pesepak bola untuk menemani mereka berpesta. PSK yang disewa pun biasanya meminta bayaran besar jika diminta menemani pesepak bola. Bayaran besar tak lain untuk menutup mulut para PSK itu agar tidak bicara ke media bahwa mereka pernah berkencan semalam dengan para pesepak bola terkenal. Jika ada PSK, maka biasanya tidak jauh juga dari miras, minuman keras beralkohol yang memabukkan.

Ditulis oleh merdeka.com bahwa menjajakan seks bukanlah hal yang tabu lagi bagi sebuah negara yang akan menjadi tuan rumah Piala Dunia 2014. Banyaknya tempat prostitusi di berbagai kota, di mana kota tersebut juga digunakan sebagai tempat penyelenggaraan turnamen empat tahunan ini.

Menjelang Piala Dunia yang hanya dalam hitungan minggu ini, Brasil mengalami peningkatan wabah dalam soal pelacuran di bawah umur demi menjual dan memuaskan para turis asing yang ingin menikmati pariwisata seks. Tentu saja pelacuran adalah perbuatan zina yang diharamkan oleh Islam.

Ajang Korupsi

Ditulis oleh bisnis.com tahun 2011 bahwa Save Our Soccer (SOS) melaporkan sedikitnya tiga indikasi tindak pidana korupsi dalam pengelolaan dana sepak bola di Indonesia ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di antaranya adalah terkait dengan dana APBN untuk PSSI. Hal itu disampaikan SOS ke KPK terkait dengan indikasi korupsi dalam dunia sepak bola. Mereka yang datang di antaranya adalah Emerson Yuntho (Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch), IGK Manila (mantan manajer Timnas), dan Richard Ahmad (Sekjen Jakmania).

Indonesia adalah salah satu negara yang pantas disebut sebagai negeri darurat korupsi. Jangankan dana olahraga, bahkan dana sosial untuk orang miskin pun dikorupsi. Bahkan budaya korupsi ini telah merambah ke semua lembaga pemerintahan, seperti kementerian, kepolisian, kejaksaan, kehakiman, mahkamah agung, kepala daerah, dan bahkan di dunia pendidikan oleh rektornya. Sepak bola juga menjadi sasaran tindak pidana korupsi. Korupsi adalah perbuatan maksiat yang diharamkan oleh Islam.

Waktu Terbuang Sia-Sia

Allah berfirman dalam QS Al Ashr: 1—3,

“Demi masa, sungguh, manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.”

Menghabiskan waktu 90 menit di depan TV maupun di studion sepak bola tentu saja merupakan kesia-siaan belaka. Sebab kekalahan dan kemenangan klub sepak bola tidak akan menjadikan amal saleh, tidak juga akan menjadikan agama ini lebih maju.

Sepak bola tidak ada hubungannya dengan peradaban agama ini. Jika mau olahraga, Islam telah mengajarkan olahraga yang bisa bermanfaatnya bagi peradaban Islam dan jihad, yakni memanah, berenang, dan berkuda, bukan sepakbola. Daripada waktu sia-sia nonton bola, lebih baik menenggelamkan diri dalam ilmu dan berkarya untuk peradaban Islam.

Dan yang pasti, sebagaimana dikatakan oleh Pizaro bahwa sepak bola tidak bisa membangkitkan peradaban. Menurutnya peradaban dibangun lewat ilmu. Sepak bola adalah permainan dan hiburan semata, dan jika diperlakukan sebaliknya, umat akan lebih memilih sepak bola ketimbang ilmu.

Padahal, kata dia, sepak bola acap kali diboncengi hal-hal yang sudah melenceng dari batas-batas logika. Sebagai contoh, seorang fanatik sepak bola rela mempertaruhkan nyawanya dengan kecintaan terhadap sepak bola. Tidak hanya itu, kata dia, sepak bola juga telah diboncengi keberadaan pelacur dan perjudian. Karena itu, dia menilai pernyataan sepak bola sebagai tiang peradaban dan kemajuan suatu negara, terlalu berlebihan.

Wallahu a’lam.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi