Listrik Naik, Kapan Kehidupan Umat Membaik?

Oleh. Ledy Ummu Zaid
(Kontributor MazayaPost.com)

Di tengah harga bahan-bahan pokok yang merangkak naik, ada juga yang tak mau ketinggalan. Listrik yang juga merupakan kebutuhan pokok masyarakat disebut-sebut akan mengalami penyesuaian tarif kembali per 1 Maret 2024. Bagaimana tidak kalang kabut ketika pusing memutar otak beradaptasi dengan bahan-bahan pokok yang mahal di pasaran, kini masyarakat dibuat tambah pusing karena adanya kenaikan tarif listrik. Tak tanggung-tanggung, konon katanya tarif listrik ini akan mengalami penyesuaian tarif setiap tiga bulan. Listrik naik, maka kapan kehidupan umat membaik?

Dilansir dari laman kompas.com (23/02/24), PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN) telah menetapkan tarif listrik terbaru untuk Maret 2024. Adapun tarif listrik tersebut ditetapkan bersamaan dengan pengumuman tarif listrik triwulan I pada Januari-Maret 2024, yaitu diputuskan tidak naik atau masih sama dengan triwulan IV pada Oktober-Desember 2023. Direktur Jenderal Ketenagalistrikan, Jisman P. Hutajulu mengatakan, “Tarif listrik Januari sampai Maret 2024 diputuskan tetap untuk menjaga daya saing pelaku usaha, menjaga daya beli masyarakat dan menjaga tingkat inflasi di tahun yang baru.”

Kemudian, kebijakan untuk tidak mengubah tarif listrik pada Januari-Maret 2024 tersebut berlaku bagi 13 pelanggan nonsubsidi dan 25 golongan pelanggan bersubsidi. Penetapan tarif listrik ini sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 Tahun 2023 tentang Perubahan Kelima Atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 28 Tahun 2016 tentang Tarif Tenaga Listrik yang disediakan oleh PLN. Berdasarkan Pasal 6 ayat (2) aturan tersebut, penyesuaian tarif tenaga listrik dilakukan setiap tiga bulan. Di balik itu, ternyata ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam penetapan tarif listrik, seperti nilai tukar mata uang dollar AS terhadap mata uang rupiah (kurs), Indonesian Crude Price, inflasi dan/atau harga batubara acuan.

Miris, listrik sebagai sumber energi seharusnya diberikan dengan harga murah atau gratis. Adapun negara seharusnya mengelola sendiri kebutuhan energi rakyat ini. Sayangnya, hari ini pasokan Listrik PLN juga tergantung pada pasokan swasta. Sementara swasta tentu orientasinya adalah keuntungan. Inilah gambaran riil pengaplikasian sistem kapitalisme dalam bidang ekonomi. Negara akan mengeruk kekayaan alam untuk memperoleh keuntungan semata, tetapi tidak diperuntukkan untuk rakyat.

Naiknya tarif listrik di saat harga pangan naik jelas akan menambah beban rakyat, apalagi juga marak adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Karenanya, kehidupan rakyat makin sulit. Apalagi dalam sistem kapitalisme, negara tidak berperan sebagai raa’in atau pelayan sehingga rakyat dibiarkan berjuang sendirian. Oleh karena itu, kalaupun ada subsidi, sejatinya hanya sekadar tambal sulam yang tidak akan menjamin terpenuhinya kebutuhan rakyat dalam jangka waktu yang lama.

Islam menjadikan negara sebagai raa’in yang akan menjamin kesejahteraan rakyat dengan berbagai mekanisme sesuai dengan sistem Islam. Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR. Bukhari). Dalam bidang ekonomi, negara tentu akan menjamin terpenuhinya kebutuhan energi rakyat melalui pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) secara mandiri, dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat dengan harga murah bahkan gratis.

Yang terjadi hari ini dimana banyak kerusakan di muka bumi merupakan dampak manusia tidak menerapkan hukum Allah subhanahu wa ta’ala. Atas ulah tangan manusia sendiri dalam membuat hukum menyebabkan kehidupan menjadi ruwet dan menimbulkan berbagai macam masalah yang kompleks. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (TQS. Al-Maidah: 50). Berdasarkan dalil syariah tersebut, manusia seharusnya hanya berpegang teguh pada aturan atau hukum Al-Khaliq, Allah subhanahu wa ta’ala. Jika tidak, maka otomatis hukum jahiliyahlah yang diikuti.

Hari ini jika masyarakat ingin kembali pada aturan Allah subhanahu wa ta’ala dan menjadikan Islam satu-satunya ideologi atau asas dalam kehidupan, maka berbagai permasalahan yang ada akan terurai. Karena Islam hadir sebagai rahmatan lil ‘alamin atau rahmat bagi seluruh alam sudah tentu aturannya akan menaungi segala hal dalam kehidupan manusia dengan baik. Diambil dari sumber yang benar, Al-Qur’an dan as-sunnah membuat manusia hidup dalam kehidupan yang teratur dan adil.

Dalam sistem ekonomi Islam, SDA jika tidak terbatas, maka itu adalah milik umat atau kepemilikan umum. Adapun untuk memenuhi kebutuhan listrik rakyat, maka negara seharusnya mengelola sendiri minyak, batu bara, sinar matahari, nuklir dan air untuk dikonversikan menjadi energi listrik yang murah bahkan gratis. Rasulullah sallallahu alaihi wasallam bersabda, “Kaum muslim berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput dan api, dan harganya adalah haram” (HR. Ibnu Majah)

Oleh karena itu, memberikan tanggung jawab pengelolaan SDA dalam negeri kepada asing merupakan suatu hal yang bathil dan tidak dibenarkan dalam hukum syarak. Segala aturan yang berdasarkan syariat Islam ini hanya dapat diterapkan jika negara mengambil Islam sebagai ideologi kehidupan. Negara akan bertanggung jawab penuh dalam memenuhi kebutuhan setiap individu rakyat. Dalam masalah pemenuhan listrik bagi rakyat, negara tetap boleh jika ingin menjual sumber daya listrik kepada industri dalam negeri, namun keuntungannya akan masuk kedalam Baitul Maal yang akan disalurkan kepada pemenuhan kebutuhan-kebutuhan rakyat lainnya, seperti kesehatan, pendidikan dan lain sebagainya.

Kemudian, jika negara ingin menjual sumber daya minyak dan gas (migas) ke luar negeri, hal ini boleh dilakukan dan mengambil keuntungan secara maksimal yang hasilnya akan kembali ke Baitul Maal dan umat. Berbeda dengan hari ini, industri migas menjadi komoditas yang halal diperjualbelikan kepada asing, namun sebaliknya kepada rakyat dijual dengan harga yang mahal. Sungguh ironi, listrik naik lagi dan lagi, lantas kapan kehidupan umat membaik? Wallahu a’lam bissawwab.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi