Sawer Pembaca Qur’an Bentuk Desakralisasi Al-Qur’an

Oleh Ainun Afifah

Baru-baru ini viral sebuah cuplikan video seorang qori’ah disawer pada saat membacakan Al-Qur’an, dalam video yang dibagikan oleh Ustad Hilmi Firdausi. Pada akun twitternya @Hilmi28 tersebut, menampilkan seorang qori’ah bernama Nadia Hawasy, saat sedang membacakan ayat suci Al-Qur’an, datang 2 orang jemaah laki-laki naik ke atas panggung dan menyebarkan uang ke arah sang qari’ah yang sedang duduk membaca ayat suci Al-Qur’an. Salah satu laki-laki itu bahkan terlihat menyelipkan uang di kerudung bagian kening sang qar’iah

Usai videonya viral Nadia mengaku, setelah membacakan ayat suci Al-Qur’an ia langsung menegur panitia karena tidak terima diperlakukan seperti itu. Pernyataan itu Nadia sampaikan melalui akun instagramnya @nadia_hawasyi6050.

Dalam kolom komentar unggahan video tersebut, ia menuliskan, “Setelah saya turun panggung baru saya tegur panitianya,” kata Nadia, Kamis (5/1). CNNIndonesia.com (5/1/2023)

Tradisi yang Mendesakralisasi Al-Qur’an

Al-Qur’an adalah kitab yang suci, kitab yang memiliki kedudukan yang sangat agung, terhormat, dan mulia, bukan sekedar kitab bacaan. Bahkan ketika ia diturunkan di satu waktu, maka waktu itu menjadi mulia. Al-Qur’an ketika diturunkan disatu malam, maka malam itu lebih baik dari seribu bulan. Al-Quran ketika diturunkan pada satu bulan, maka bulan itu menjadi bulan yang mulia.

Al-Qur’an begitu istimewa. Setiap bacaannya mengandung pahala. Oleh karena itu, setiap pembacanya mesti punya adab begitupun yang mendengarkannya, mesti khusyu menyimak dan merenungi agar mendapatkan keberkahan dan kemuliaan-kemuliaannya.

Kasus disawernya seorang qar’iah yang sedang membaca Al Qur’an adalah bentuk pelecehan dan desakralisasi terhadap Al Qur’an. Hal ini sangat bertentangan dengan hukum syariat juga menunjukkan sudah hilangnya adab terhadap kitab suci yang seharusnya dijunjung tinggi. Tradisi atau budaya yang seperti itu hendaknya tidak diikuti dan tidak boleh dilakukan. Sangat tidak pantas memperlakukan pembaca Al-Qur’an dengan perilaku yang demikian.

Keniscayaan dalam Sistem Sekuler

Ini menjadi satu keniscayaan dalam sistem sekuler yaitu, menjauhkan agama dalam kehidupan, sehingga umat menjadi jauh dari agamanya, tidak paham agamanya, dan berperilaku tidak sesuai aturan agamanya. Tradisi dan budaya dijunjung tanpa melihat apakah sesuai dengan hukum syariat atau tidak.

Selain itu, sistem hari ini juga berasaskan liberal atau kebebasan, sehingga perilaku demikian berlindung dibalik baju HAM yang merupakan tameng dari liberalisme dan jargon untuk mendukung liberalisme.

Liberalisme mengajak pada kebebasan sehingga akan melahirkan kerusakan-kerusakan. Atas dasar HAM inilah kemudian lahirnya perilaku-perilaku yang jauh dari kemuliaan sebagaimana kasus sawer pada qori’ah.

Institusi sebagai Penjaga Kemuliaan Al-Qur’an

Adanya kasus seperti ini membutuhkan adanya institusi sebagai pelindung, yang akan menjaga kemuliaan Al Qur’an, pembacanya dan juga penerapannya secara kaffah dalam kehidupan. Dan ini hanya akan terwujud ketika umat memiliki negara yang memuliakan Al Qur’an yaitu Khilafah Islamiyyah.

Khilafah dengan Islam sebagai sistemnya akan mampu menjaga Al-Quran. Khilafah akan membentuk individu-individu dengan pemahaman Islam, yang standar perilakunya hanya pada hukum syariat, dan masyarakatnya senantiasa beramar ma’ruf nahi munkar.

Begitupun tradisi-tradisi yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam, tidak akan diperbolehkan. Salah satu fungsi syariat adalah mengubah tradisi atau adat yang rusak.

Sebagai contoh, tradisi mencium Hajar Aswad yang dilakukan oleh orang jahiliah, misalnya. Ketika kaum muslim mencium Hajar Aswad saat tawaf, itu bukan karena mengikuti tradisi jahiliah, atau mempertahankan tradisi jahiliah, tetapi karena ada sabda dan perbuatan Nabi Saw. yang memerintahkan dan melakukan tindakan tersebut. Karena itu ‘Umar bin al-Khaththab mengatakan,

“Engkau tidak lebih dari sekadar batu. Andai aku tidak melihat Rasulullah Saw. menciummu, aku tidak akan pernah menciummu”. (HR al-Bukhari, Muslim, Ahmad, dan Malik).

Begitupun terkait tradisi jahiliah mengubur anak perempuan hidup-hidup, ini kemudian dihapuskan dalam Islam. Nabi bersabda,

“Siapa saja yang menghidupi dua anak perempuan sampai mereka balig, maka pada hari kiamat kelak, aku dan dia, seperti ini”. Baginda sambil memasukkan jari-jemari [kedua tangannya]. (HR Muslim).

Dengan demikian, tradisi atau adatlah yang menyesuaikan Islam bukan malah sebaliknya. Dengan begitu, maka syariat Islam dan Al-Qur’an hanya akan mulia dan terjaga dalam sistem pemerintahan Islam atau Khilafah Islamiyah.

Wallahu a’lam.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi