Islam Solusi Total Gangguan Mental


Oleh. Afiyah Rasyad
(Aktivis Peduli Ummat)

Hiruk-pikuk kehidupan milenial kini diwarnai merosotnya kesehatan mental. Berjayanya pengetahuan teknologi milenial dewasa ini tidak sejalan dengan sehatnya kondisi mental mereka. Fenomena gangguan jiwa, depresi, rasa cemas berlebih, hingga bunuh diri menjadi konsumsi para generasi. Sungguh miris!

Penyebab Fatal Gangguan Mental

Tak ada asap kalau tak ada api. Benarlah pribahasa itu digunakan saat ini. Tak mungkin tsunami gangguan kesehatan mental generasi, tanpa sebab yang pasti. Menilik pergaulan mereka yang akrab dengan budaya bully alias perundungan, gaya hidup galamour dan berburu kesenangan, banyaknya keinginan tanpa siap adanya rintangan, dan sebagainya, menjadi salah satu faktor penyebab gangguan mental.

Tugas kuliah dan sekolah menumpuk. Baik yang di sekolah biasa atau favorit, tuntutan gaya hidup yang harus fashionable, berpasangan ala Barat, dan lain-lain, turut mendorong terjadinya gangguan mental.

Jumlah generasi yang terkena gangguan mental bukanlah jumlah yang sedikit. Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 2019 juga mengungkapkan, Indonesia memiliki rasio bunuh diri sebesar 2,4 per 100.000 penduduk. Angka ini menunjukkan bahwa ada 2 orang di Indonesia yang melakukan bunuh diri dari 100.000 jiwa di tahun itu. Dengan asumsi jumlah penduduk Indonesia sebanyak 270 juta jiwa, maka kasus bunuh diri pada tahun tersebut diperkirakan sebanyak 6.480 jiwa (tempo.co, 13/10/2022).

Bahkan, ada penelitian terbaru yang bertajuk Indonesia-National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) hasil kolaborasi UGM, University of Queensland Australia, dan John Hopkins Bloomberg School of Public Health Amerika Serikat (AS) yang akan dipublikasikan pada Oktober 2022 menemukan bahwa 1 dari 20 (sekitar 5,5 persen) remaja di Indonesia terdiagnosis memiliki gangguan mental.

Dengan populasi kelompok usia 10-19 tahun sebesar 44,5 juta jiwa, artinya sekitar 2,45 juta remaja di seluruh Indonesia termasuk dalam kelompok Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) (timesindonesia.co.id, 14/10/2022). Jumlah yang funtastis sekali ‘kan?

Kasus gangguan mental ini menguat tatkala muncul berita di tahun ini, 2022, terkait banyaknya kasus bunuh diri. Kasus terbaru yang menimpa generasi milenial adalah kasus bunuh diri seorang mahasiswa baru UGM. Ia lompat dari lantai 11.

Sebelumnya, di Bulan Agustus juga ada seorang siswi yang bunuh diri karena nilainya buruk. Di Bulan Juli, juga sempat viral kasus bunuh diri seorang calon mahasiswi karena tidak lolos perguruan tinggi. Kasus-kasus itu viral karena terendus media, tentu sangat banyak kasus serupa yang tak terekspose. Sungguh, polemik kesehatan mental generasi ini menjadi sebuah tanda tanya besar yang mengkhawatirkan.

Besarnya jumlah kasus gangguan mental dengan berbagai faktor penyebab yang ada, tak lepas dari apa yang dijadikan rujukan generasi dalam kehidupannya. Tingkat keparahan gangguan mental tak perlu dipertanyakan. Soal krusial yang patut dijadikan pertanyaan adalah, penyebab fatal yang bisa mendatangkan gangguan kesehatan mental tersebut.

Tak dimungkiri, Revolusi 4.0 membawa dampak signifikan. Bukan karena berkembangnya teknologi, tetapi lebih kepada sebuah pandangan hidup dalam penerapan mekanisme atau tata kelola Revolusi Industri 4.0 ini. Sejatinya, meski teknologi berkembang sangat pesat, aturan yang diterapkan tetaplah sama, yakni aturan mabda kapitalisme yang bersumber dari manusia. Berbagai rancangan kebijakan diproduksi sedemikian rupa guna memuluskan kepentingan si pembuat program atau kebijakan.

Sementara, asas manfaat sangat melekat dalam ideologi kapitalisme. Sehungga semua dipandang dari sisi banyak atau berlimpahnya finansial. Maka, wajar jika standar kebahagiaan dan kesuksesan masa kini adalah banyaknya harta kekayaan, hidup bergelimang kemewahan, dan ala-ala sultan versi mereka.

Sementara, akidah yang diterapkan adalah pemisahan agama dari kehidupan. Sebagaimana gaya hidup Barat yang dijadikan rujukan. Pergaulan yang serba bebas mewarnai kehidupan generasi. Perburuaran kekayaan secara instan juga menjadi tujuan yang tak pasti.

Maka, tekanan demi tekanan kehidupan menghantui generasi. Sistem kapitalisme membuat cara pandang generasi hanya pada banyaknya materi tanpa usaha ekstra dan memperhatikan norma agama. Atmosfer persaingan tidak sehat sangat kental dalam sistem kapitalisme. Nilai akademik yang tinggi, kesuksesan di masa muda dengan profesi yang bergengsi, penampilan menarik yang menunjang, dan segala tuntutan lainnya memberikan tekanan yang kuat. Belum lagi perundungan, kejahatan seksual, keretakan rumah tangga, dan lainnya sering terjadi di sistem kapitalisme ini.

Kondisi ini diperparah dengan media yang menjadi corong gaya hidup kapitalisme. Bagaimana kehidupan artis, selebgram, influencer petantang-petenteng dengan kebahagiaan dan kesuksesan semu. Di mana banyaknya materi alias manfaat menjadi sandaran utama. Walhasil, kerusakan mental generasi kerap terjadi. Betapa banyak generasi yang labil, rapuh, baper, bahkan mudah putus asa di sistem kapitalisme ini. Gangguan mental pun tak dapat dihindari.

Islam Solusi Total Gangguan Mental

Kapitalisme yang penuh cacat dan borok bertolak belakang dengan Islam. Pandangan Islam tentang kebahagiaan yakni, meraih rida Ilahi. Kebahagiaan yang sempurna adalah kebahgiaan saat mereguk surga Allah kelak di keabadian. Sebab, berapa pun jumlah materi yang dimiliki, semua akan ditinggalkan di dunia ini, kecuali yang disedekahkan di jalan Allah. Sehingga, kaum muslim, termasuk generasi akan melaksanakan apa pun untuk meraih rida Allah.

Islam akan mendorong negara menjaga akal dan jiwa rakyat, termasuk generasi. Penjagaan total akan dilakukan agar tak satu pun generasi atau rakyat yang cacat akal, fisik, dan jiwanya. Islam mengatur pergaulan sedemikian rupa. Kehidupan laki-laki dan perempuan terpisah sempurna, tak ada kongkow tak berguna, misal mendatangi konser yang berujung pada zina.

Negara akan memberlakukan pemisahan total di kehidupan umum sesuai koridor syar’i. Tak ada ikhtilat (campur baur) selain dalam urusan muamalah, kesehatan, dan pendidikan. Tak ada tabarruj, baik laki-laki ataupun perempuan, apalagi sampai berdandan tak karuan. Pun, Islam mengharamkan laki-laki yang menyerupai perempuan atau sebaliknya. Pacaran dan hubungan sejenisnya tanpa ikatan pernikahan juga dilarang.

Islam akan mendorong negara membina dan melindungi akal manusia agar terjaga dalam koridor ketaatan dan ketakwaan. Dalam sistem ekonomi, negara akan menjamin kebutuhan pokok individu rakyat secara langsung dan tak langsung.

Mekanisme tak langsung, negara akan membuka lapangan pekerjaan yang memadai bagi setiap lelaki yang menanggung nafkah keluarga. Namun, jika tak ada sama sekali yang bisa menafkahi di keluarga tersebut, negara akan menjamin kebutuhan pangan, sandang, dan papan secara sempurna.

Sementara kesehatan, pendidikan, dan keamanan dijamin sepenuhnya untuk tiap individu rakyat tanpa pandang bulu. Penerapan sistem pendidikan hanya berlandaskan akidah Islam. Seluruh masyarakat mendapatkan pendidikan secara gratis. Sehingga, generasi akan terdidik dan terbina secara utuh dan menyeluruh dengan tsaqofah dan pembinaan sahih.

Generasi dididik dan dibentuk agar memiliki kepribadian Islam, sehingga mereka tidak mudah depresi karena, menyadari bahwa dunia adalah sementara dan yang abadi adalah akhirat. Ketika menjadi bagian dari masyarakat, mereka juga akan memiliki kepedulian dan empati, saling menasihati, dan gemar berbagi.

Negara juga akan mewujudkan kesejahteraan sesuai syariat Islam. Sehingga, generasi tak sibuk dengan kesemuan duniawi. Seluruh rakyat akan aman dan bahagia, jika negara benar-benar menjamin kebutuhannya dan menjaga pergaulannya. Orang tua bisa fokus mendidik generasi. Masyarakat pun akan saling menasihati.

Sementara generasi akan fokus berkhidmat pada ilmu atau birrul walidayn dalam keadaan tenang. Sehingga, gangguan kesehatan mental akan menjauh dari kehidupan.

Dalam urusan media, pengelolaannya dijamin dan dikontrol oleh negara. Media akan difungsikan sebagai sarana syiar dakwah dan menguatkan ketakwaan. Tontonan yang tidak mendidik tidak akan disiarkan. Influencer juga diarahkan agar berhati-hati dalam membuat konten.

Seluruh rakyat akan senantiasa dimotivasi dengan edukasi agar menyadari bahwa, akan ada pertanggungjawaban di hari akhir kelak. Suasana di dalam Khilafah bukanlah persaingan materi. Negara memfasilitasi rakyat untuk dapat memenuhi kehidupan dengan baik, layak, dan dapat beribadah dengan mudah.

Apabila ada pelanggaran sari sisi pergaulan, maka negara akan memberikan sanksi sesuai syariat Islam. Jika itu pencabulan atau pemerkosaan, pelaku akan dikenai had zina, yakni dirajam jika sudah menikah, dan dijilid jika belum menikah.

Sementara, korban akan diobati secara menyeluruh, fisik, akal, ataupun jiwanya. Begitu pun generasi yang ketahuan berzina, juga akan disanksi dengan tegas. Sanksi dalam Islam akan memberikan efek jera dan menghapus dosa (jawabir dan jawazir)

Demikianlah, solusi total Islam dalam menjaga gangguan mental. Dengan Islam kaffah, yang hanya bisa diterapkan melalui sistem negara yakni, Khilafah. Seyogianya, kaum muslim mencampakkan kapitalisme yang menjadi penyebab paling fatal atas gangguan mental, lalu menerapkan Islam dalam kehidupan individu, masyarakat, dan negara. Wallahu a’lam.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi