Jeritan dari Tanah Ribath


Oleh. Yulweri Vovi Safitria

Sinopsis

Sejak suaminya kena PHK, hidup Imah berubah seratus delapan puluh derajat. Bak bumi dengan langit dibandingkan dulu saat suaminya bekerja sebagai teknisi di perusahan elektronik milik Amerika.

Meski hanya tamatan D3, jabatan suaminya sebagai karyawan tetap terbilang lumayan. Banyak tunjangan yang ia dapatkan, termasuk tunjangan untuk keluarga.

Roda kehidupan memang berputar. Tidak ada angin tidak ada hujan, suami Imah menjadi salah satu dari ribuan karyawan yang terkena PHK. Banyak perusahaan gulung tikar, sebagai dampak wabah covid-19 yang hampir tiga tahun melanda negeri.

Imah dan suaminya memutuskan untuk membuka warung kelontong, dengan uang pesangon sang suami, sembari membuka warung makan kecil-kecilan di depan kios kelontong miliknya.

Ujian Imah belum selesai, warung kelontong yang ia kelola dengan suaminya pun terpaksa gulung tikar, modal habis, uang tak dapat. Bukan untung, tapi buntung.

Sementara cicilan rumahnya pun sudah 6 bulan menunggak ke bank negara, dan sudah dikasih stempel berwarna merah menyala dengan tulisan khas, bahwa bangunan tersebut dalam pengawasan pihak bank. Bisa ditebak kalau cicilan tak kunjung dibayarkan. Bangunan bakal berpindah tangan. Belum lagi tagihan sekolah kelima orang anaknya, semuanya harus segera ditunaikan. Imah nyaris putus asa. Imah merasa dunia ini tidak adil untuknya. Airmatanya mengering sudah. Dunia seolah sempit untuknya.

Berbagai pertanyaan berkecamuk di benaknya. Kenapa dan bagaimana. Apakah ia harus bekerja, atau hanya menunggu sang suami memberi nafkah? Sementara saat ini saja, tidak ada tanda-tanda panggilan kerja.

Bersambung ..

Dibaca

 42 total views,  1 views today

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi