Mengentaskan Kemiskinan Ektrem, Mungkinkah?

Oleh. Afiyah Rasyad
(Aktivis Peduli Ummat)

Siapa yang tak tahu bahwa warga miskin di negeri ini bukan dalam hitungan jari? Menkeu bahkan mencanangkan sejumlah program untuk mengentaskan kemiskinan ektrem. Itu artinya, negeri ini dihuni oleh mayoritas kaum jelata.

Ada Apa di Balik Kemiskinan Ekstrem?

Tak dimungkiri, angka kemiskinan terus menjulang tinggi. Maka, Indonesia menargetkan bebas kemiskinan ekstrem pada 2024. “Berbagai program prioritas akan dilakukan, fokus di dalam pelaksanaannya. Satu, penurunan kemiskinan ekstrem mencapai 0% akan diupayakan pada 2024,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani. (CNNIndonesia.com, 23/2/2023).

Namun, hal itu dirasa mustahil diwujudkan oleh bangsa ini. Hal itu sesuai pernyataan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) Suharso Monoarfa yang mengungkapkan bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia yang harus dientaskan, terutama kemiskinan ekstrem masih tinggi. Outlook jumlah kemiskinan di Indonesia pada 2024 mendatang sebesar 7,99%.

Suharso menyatakan, gap jumlah penduduk miskin yang harus dientaskan makin tinggi dan penanggulangan kemiskinan dan penghapusan kemiskinan ekstrem belum efektif. Menurutnya, untuk mencapai kemiskinan ekstrem di angka nol, perlu mengentaskan maksimum 5,6 juta orang pada 2024. (Liputan6.com, 6/4/2023).

Sangat nyata dirasakan rakyat peliknya ekonomi yang menimpa. Kesenjangan ekonomi menganga begitu lebarnya. Di wilayah kota, terlebih di desa tertinggal, kemiskinan menjadi masalah utama. Baik di wilayah kaya maupun miskin, mayoritas penduduknya miskin. Sungguh miris.

Tikus mati di lumbung padi, benarlah pribahasa itu menghiasi negeri ini. Kekayaan alam yang memadai ternyata tidak dapat menyejahterakan sama sekali. Rakyat tetap melarat dan miskin. Sebagian besar rakyat hanyalah kuli kasar dengan upah sangat rendah di perusahaan-perusahaan asing yang ada di negeri ini, apakah listrik, batu bara, sawit, emas, dan lainnya.

Potret kemiskinan terus membayangi negeri ini. Sistem ekonomi yang diterapkan saat ini adalah sistem ekonomi kapitalisme yang memiliki prinsip modal sekecil-kecilnya dan keuntungan sebesar-besarnya. Asas manfaat menjadi ruh sistem ekonomi ini. Sehingga, korporasi pemilik modal besar saja yang bisa mengelola dan menikmati sumber daya alam yang terhampar luas di permukaan dan perut bumi negeri tercinta ini.

Sistem kapitalisme meniscayakan kesenjangan sosial. Orang kaya makin kaya dengan segala hak istimewa karena salam tempel dan uang pelicin. Orang miskin semakin miskin dengan segala kemelaratannya, mulai dari mencari pekerjaan yang sulit hingga pemenuhan kebutuhan pokok yang harganya melangit.

Terlebih, sistem ekonomi kapitalisme memandang semua urusan rakyat adalah komoditas yang bida dikapitalisasi. Sehingga, sistem ini menanggalkan peran negara dalam melayani dan menjamin kebutuhan rakyat. Dengan alasan rakyat mandiri, berbagai macam subsidi dikurangi bahkan dicabut. Sementara pajak dicecer di sana-sini bahkan orang miskin pun tak luput dari pajak ini. Maka, jelas kemiskinan ektrem ini bukan perkara takdir atas beberapa orang, tetapi perkara sistem yang menjerat negeri ini.

Mengentaskan Kemiskinan Tidaklah Mustahil dalam Islam

Bertolak belakang dengan kaputalisme, Islam mewujudkan kesejahteraan secara merata. Islam menetapkan mekanisme dalam sistem ekonomi. Ada tiga kepimilikan yang mampu menyejahterakan rakyat. Pertama, kepemilikan individu. Artinya, setiap individu boleh bekerja semaksimal dan seoptimal mungkin untuk mendapatkan kekayaan sesuai dengan ketentuan syariat Islam.

Kedua, kepemilikan umum. Di sini, kekayaan yang masuk dalam ranah kepemilikan umum, haram dikuasai individu dan swasta. Misalnya, tambang migas dan nonmigas yang depositnya besar, sungai, laut, hutan, padang, dsb. Oleh karenanya, tambang migas, batu bara, emas, dab kainnya tidak boleh dimiliki individu (swasta), baik lokal maupun asing. Tambang merupakan milik umum seluruh rakyat, sehingga harus dikelola negara untuk kemudian hasilnya dikembalikan kepada rakyat. Hasilnya akan didistribusikan berupa bahan jadi bagi yang membutuhkan ataupun berupa layanan publik (pendidikan, kesehatan, keamanan, infrastruktur, dll.).

Ketiga, kepemilikan negara. Dalam hal ini ada ketetapan syariat atas pos pemasukan baitulmal, seperti jizyah, fay’, kharaj, rikaz, tanah mati yang telah ditelantarkan lebih dari tiga tahun, hima. Di mana kekayaan milik negara ini digunakan sepenuhnya untuk kemaslahatan dan kesejahteraan rakyat sesuai dengan pos pengeluaran negara yang ditetapkan juga oleh syariat.

Harta akan terdistribusi dengan merata melalui tangan pemimpin amanah. Sistem ekonomi Islam akan mendorong penguasa menjaga pasar dari praktik-praktik muamalah yang diharamkan syariat seperti praktik ribawi, kecurangan timbangan, ghobn fahisy, monopoli atau ihtikar, pematokan harga, dan lain sebagainya.

Pemimpin Islam yang amanah akan menempatkan shurthoh dan qodhi di tiap pasar untuk mengontrol dan mengingatkan para pedagang ataupun pembeli yang bermaksiat saat bermuamalah. Dengan demikian, tak ada peluang maksiat dalam ptaktik muamalah. Kalaupun ada, maka akan diberikan sanksi yang tegas dan jelas sesuai aturan syariat Islam.

Jika terjadi kelangkaan barang, maka pemimpin akan segera menormalkan permintaan dan penawaran dengan mendatangkan stok dari wilayah lain dengan harga terjangkau, bahkan gratis. Apabila terjadi bencana dab paceklik, maka pemimpin atau khalifah akan sigap meminta bantuan pada para walinya di wilayah lain untuk memenuhi kebutuhan pokok rakyat yang terdampak bencana alam ataupun paceklik.

Hal itu pernah terjadi di masa Khalifah Umar bin Khattab. Saat itu, Hijaz dilanda paceklik. Beliau meminta Amru bin Ash untuk membantu Hijaz. Maka, Amru bin Ash segera mengirimkan bahan pokok yang dibutuhkan penduduk Hijaz dengan segera dan jumlah yang memadai. Demikianlah mekanisme Islam dalam
menyejahterakan rakyat. Sehingga, mengentaskan kemiskinan dalam sistem Islam sangatlah mungkin.

Wallahu a’lam.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi