Nasib Buruh dalam Sistem Rusak

Ummu hana
Bogor

Sejumlah serikat buruh menggelar aksi unjuk rasa di sekitar kawasan Istana Presiden, Jakarta Pusat, bertepatan dengan peringatan hari Buruh Internasional atau May Day (1/5/2024). Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani mengklaim, ada puluhan ribu buruh dari Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, hingga Banten, yang ikut aksi. Mereka menuntut salah satunya adalah mencabut klaster ketenagakerjaan di Omnisbus Low, Undang-Undang Cipta Kerja, juga menuntut pesangon yang murah, dan menolak aturan terkait tenaga kerja asing.

Sejarah hari buruh berawal dari gerakan buruh di Amerika Serikat pada tahun 1880-an. Saat itu, para buruh bekerja yang panjang yaitu 10 jam hingga 16 jam per hari, dengan upah yang rendah. Begitu juga di Indonesia setiap memasuki tanggal 1 Mei diperingati sebagai hari buruh. Peringatan ini dirayakan secara Internasional yang juga di sebut May Day.

Di tengah peringatan Hari Buruh Nasional 1 Mei, problem buruh masih sangat kompleks, mulai dari upah rendah hingga ekploitasi tenaga buruh dan sempitnya lapangan kerja, membuat nasib buruh makin terpuruk. Dalam perjalanan sejarah, nasib buruh tidak menunjukan ke arah yang lebih baik dari tahun ke tahunya, baik yang kerja di berbagai sektor kecil atau menengah, masih memiliki standar upah yang sangat kecil disertai kondisi kerja juga buruk, jaminan keamanan kerja buruk tidak menentu. Begitulah kondisi buruk para buruh, tidak hanya di Indonesia tetapi terjadi di seluruh dunia.

Persoalan buruh yang belum ditangani hingga saat ini sejatinya buah dari penerapan sistem kapitalisme global. Sistem kapitalisme menganggap buruh sebagai faktor produksi. Nasib buruh pun sangat tergantung pada perusahaan. Sedangkan perusahaan hanya mementingkan keuntungan dalam bisnisnya, mengambil keuntungan yang sebanyak-banyaknya adalah cita-cita kapitalisme liberal. Perusahaan berusaha meminimalisir biaya produksi untuk mendapatkan keuntungan yang besar salah satunya menekan upah buruh. Alhasil, posisi buruh rawan menjadi korban kezaliman, karena tidak ada posisi tawar di hadapan perusahaan. Makin jelas dengan diterapkan sistem yang rusak ini, yaitu sistem kapitalisme telah gagal memberikan kesejahteraan dan kemakmuran bagi kaum buruh.

Berbeda ketika hukum Islam diterapkan di muka bumi ini, sistem ekonomi Islam berlandaskan pada syariat Islam, yaitu aturan Allah Swt. dari Sang Pencipta dengan pengelolaan yang amanah. Seluruh sistem ini hanya bisa diterapkan di bawah naungan Khilafah atau negara Islam. Karena pandangan dan cara Islam untuk menyelesaikan ketenagakerjaan yang ada mutlak diterapkan. Islam memiliki solusi yang jelas bukan tambal sulam, yaitu komprehensif terhadap persoalan ketenagakerjaan.

Dalam Islam, buruh adalah bagian dari rakyat dan negara harus bertangung jawab untuk memastikan kesejahteraannya. Rasulullah saw. bersabda, “Imam (penguasa) adalah pengurus rakyat, ia akan dimintai pertangung jawaban atas rakyat yang diurusinya.” (HR. Muslim)

Karenanya, Islam menjamin kebaikan atas nasib buruh dan keberlangsungan perusahaan, sehingga tidak ada yang terzalimi dari satu pihak dan saling menguntungkan untuk semua pihak. Penentuan dalam Islam ditentukan berdasarkan manfaat yang diberikan oleh pekerja kepada perusahaan, berkaitan dengan waktu bekerja dan jenis pekerjaan jika terjadi perselisihaan di antara pengusaha dan pekerja.

Di dalam penerapan hukum Islam, negara wajib memenuhi kebutuhan pokok rakyat, dan menjamin tercapainya setiap kebutuhan individu masyarakat, juga menjamin kebutuhan sekunder atau tensier sesuai dengan kemampuan mereka. Negara juga wajib memberikan pelayanan kesehatan, pendidikan, dan keamanan kepada seluruh rakyatnya. Adapun hal berkaitan dengan massa kontrak kerja, pengusaha dan pekerja harus saling terbuka dan jujur agar tidak ada salah satu pihak yang terzalimi atau menzalimi.

Islam mengatur secara jelas dan rinci yang berhubungan dengan ijaroh al-ajir (kontrak kerja). Islam menetapkan upah dalam akad kerja, ditentukan berdasarkan kesepakatan atau keridaan antara pengusaha dan pekerja. Maka dengan itu, semua perubahan nasib buruh akan tercapai jika sistem yang diterapkan sesuai aturan syariat. Wallahu a’lam bishshowab.

 

 

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi