Proyek PLTU Hanya Menambah Polusi, Islam Sebagai Solusi

Yani, Bogor

Bank dunia mendukung pembangunan PLTU Batubara baru. Padahal ada problem polusi udara yang parah, dan jelas membahayakan kesehatan umat manusia dan berpotensi ada penggusuran lahan warga. Namun, di sisi lain ada kebutuhan negara akan ketersediaan listrik. Dukungan Bank dunia tentu tak lepas dari kebijakan pembangunan ala kapitalisme, yang selalu mencari keuntungan dan mengabaikan potensi resiko yang mengancam kesehatan dan keselamatan masyarakat.

Kelompok pemerhati lingkungan hidup mengajukan protes secara resmi kepada bank dunia, karena terus memberikan dukungan keuangan untuk pembangunan dua pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Batubara di indonesia. Hal tersebut dianggap  melanggar janji sejumlah pemimpin negara untuk berhenti mendukung penggunaan bahan bakar fosil. Anak perusahaan bank dunia di sektor swasta, International Finansial Corforation (IFC) merupakan pendukung tidak langsung kompleks PLTU Suralaya di Banten melalui investasi ekuitasnya di Hana bank Indonesia. Perusahaan tersebut merupakan penyandang dana proyek tersebut (VoaIndonesia.com, 14/9/2023).

Masyarakat Banten juga secara resmi telah mengajukan pengaduan terhadap grup bank dunia, yang secara tidak langsung mendukung pembangunan dua PLTU Batubara jawa 9 dan 10 ke Compliance Advisor Ombudsman (CAO), (13/9/2023). Karena pembangunan PLTU baru tersebut akan memperluas wilayah kompleks PLTU Suralaya unit 1-8 sekaligus memasifkan dampak buruk atas kesehatan dan lingkungan yang selama ini dirasakan oleh masyarakat setempat. Pengaduan itu diajukan oleh perwakilan masyarakat Suralaya bersama PENA masyarakat, Trend Asia serta Inclusive Developmen International dan Recourse. Dalam aduannya organisasi masyarakat tersebut menuntut agar pembangunan PLTU jawa 9 dan 10 segera dihentikan serta memberikan kompensasi yang adil dan penuh atas kerugian yang telah diderita masyarakat sekitar PLTU (14/9/2023).

Pembangunan ala kapitalisme kerap memakan korban, entah dengan perampasan hak rakyat dengan cara represif atau dengan kompensasi yang tidak sepadan dengan kerugian materi, fisik dan kesehatan yang dihadapi masyarakat. Karena dalam sistem kapitalisme, memperoleh keuntungan dari proyek strategis adalah hal yang wajar. Dengan berasaskan materi tanpa memperdulikan resiko dan bahaya untuk masyarakat sekitarnya, mereka bisa menghalalkan segala cara demi mencapai tujuan yang di kehendakinya. Proyek ini sangat berpeluang menarik pemodal atau investor untuk merealisasikan, imbas nya PLTU hanya akan menjadi target komersialisasi setelah proyek ini jadi, rakyat disuruh beli jika ingin menikmati hasilnya.

Seharusnya pembangunan infrastruktur publik seperti pembangkit listrik tidak boleh sampai menelan korban. Negara harusnya fokus pada aspek terpenuhinya pendistribusian instalasi listrik di semua daerah, hingga ke pelosok daerah yang sulit dijangkau listrik. Bukan melaksakan kehendak dengan membangun PLTU di daerah yang memiliki kelebihan pasokan daya listrik.

Dalam Islam negara wajib menyediakan infrastruktur publik yang memadai, dan dalam pembangunannya Islam akan memperhatikan apakah proyek tersebut akan membahayakan masyarakat sekitar atau tidak?. Tentunya dengan ketentuan syariat agar tidak mendzalimi rakyat. Karena listrik merupakan Sumber Daya Alam (SDA) yang jumlahnya sangat besar, sehingga pembangunannya membutuhkan peran negara. Dalam hal ini, negara tidak boleh mengambil keuntungan, negara wajib membangun pembangkit serta instalasi listrik agar masyarakat dapat menikmati manfaatnya dengan cara gratis atau membayar dengan harga yang sangat murah, sebagai pengganti biaya produksi nya saja. Pendistribusian listrik harus dipastikan dengan benar, agar merata dan menyeluruh dapat dinikmati rakyat dari pusat kota hingga ke pelosok-pelosok desa  terpencil.

Negara harus mengatur wilayah mana saja yang membutuhkan instalasi listrik hingga pembangunan infrastruktur listrik tidak mubazir dan mengalami kelebihan daya. Itulah yang harus diprioritaskan oleh negara, karena dalam Islam negara adalah sebagai ra’ain (pengurus rakyat). Semua pembangunan infrastruktur publik dibiayai negara melalui baitul mal. Dan dalam pengelolaan kepemilikan umum seperti SDA berupa batubara, tambang dan sebagainya tidak boleh diserahkan kepada pihak lain baik swasta maupun asing. Negara harus memberikan  edukasi secara menyeluruh kepada masyarakat tentang kewajiban menjaga lingkungan, dan memanfaatkan hasil SDA secara bijak serta memberikan sanksi tegas bagi setiap individu yang merusak lingkungan, mengeksploitasi SDA dan segala aktivitas yang mengancam keseimbangan alam dan lingkungan.

Demikianlah gambaran pembangunan infrastruktur dalam sistem Islam, kebijakan negara tidak boleh membawa kemudaratan dan kedzaliman bagi lingkungan dan masyarakat.dan hanya dengan penerepan sistem islam secara kafah yang akan mewujudkan terpenuhinya kebutuhan masyarakat dan tercapainya kemaslahatan rakyat.
Wallahua’lam bishshowab

 

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi