Perpanjangan Masa Jabatan Pimpinan, Ada Apa Gerangan?

Oleh: Anis Fitriatul Jannah
(Pemerhati Remaja)

Rupanya, aroma kekuasaan kian hari kian menyengat, sehingga banyak hati pejabat makin terpikat. Mengejar kekuasaan ibarat mengejar tawanan.

Hal ini terbukti sebagaimana Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuai polemik. Di mana Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa masa jabatan pimpinan KPK selama empat tahun diubah menjadi lima tahun. Hal ini dilakukan Hakim Konstitusi Guntur Hamzah, dengan menyatakan, ketentuan masa jabatan pimpinan KPK selama empat tahun tidak saja bersifat diskriminatif, serta tidak adil bila dibandingkan dengan komisi dan lembaga independen lainnya (tirto.id, 28/05/2023).

Tentu, alasan-alasan yang dikemukakan tak bisa dinalar logika (unlogic). Justru, hal ini menguatkan dugaan bahwa ada sesuatu yang tidak beres terjadi dibalik dikeluarkannya keputusan tersebut. Dalam sistem Kapitalisme-demokrasi, jabatan atau kekuasaan seringkali terpasung kepentingan tertentu. Tak heran, karena dalam sistem ini, suara terbanyak dialah yang berkuasa, tanpa memperhatikan potensi dan kemampuan yang dimiliki oleh pemimpinnya.

Dalam pemilu, untuk mendapat suara terbanyak, tentu tidak berjalan alami dan gratis. Mereka, para pemimpin harus membayar mahal untuk mendapatkan suara, sehingga jelas membutuhkan dana yang sangat banyak. Hal ini justru membuka peluang kepada para pemilik modal untuk memenangkan pemilu. Sehingga, ketika pemimpin terpilih, mereka akan berlomba-lomba mengembalikan modal yang sudah digelontorkan dengan berbagai cara, termasuk salah satunya korupsi. Dan uang yang didapatkan nantinya juga akan digunakan untuk pemilu-pemilu selanjutnya. Alhasil, kekuasaan dalam sistem demokrasi, sebatas kekuasaan demi memenuhi syahwat berkuasa dan untuk mendapatkan materi yang sebanyak-banyaknya.

Berbanding terbalik dengan pandangan Islam. Dalam sistem pemerintahan Islam, pemerintah adalah pihak yang mengurus urusan ummat, dan jabatan/kekuasaan yang melekat padanya adalah amanah yang nantinya akan dimintai pertanggungjawabkan. Sehingga tidak akan ada istilahnya perebutan kekuasaan atau hal yang semisalnya. Selain itu, tidak akan pernah kita jumpai dalam sistem pemerintahan Islam (khilafah), pemimpin sebagai penguasa negara mengambil keuntungan dari rakyatnya. Karena semua memahami apa yang ada didunia akan kita petik di akhirat, sedangkan akhirat adalah tempat kembali selamanya. Akan merugi yang tak berujung jika kita menukar akhirat hanya secuil di dunia.

 

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi