Kasus Hasya, Bukti Tumpulnya Hukum di Indonesia

Oleh. Devy Rikasari, S.Pd.

Sungguh malang nasib yang menimpa Muhammad Hasya Atallah (HAS). Bagai peribahasa, sudah jatuh tertimpa tangga. Ia ditetapkan menjadi tersangka setelah menjadi korban kecelakaan di Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jaksel pada Kamis (6/1/2023) malam WIB. Padahal, mahasiswa FISIP UI tersebut meninggal tidak lama setelah kecelakaan yang melibatkan AKBP (Purn) Eko Setio Budi Wahono. Sontak saja, hal ini membuat pihak BEM UI geram. Hal ini dirasa BEM UI seperti mengulang kasus Ferdy Sambo dalam kasus kematian Brigadir J.

“Bagi kami, fenomena ini seperti Sambo jilid dua. Kepolisian semakin hari semakin beringas dan keji, kita lagi-lagi dipertontonkan dengan aparat kepolisian yang hobi memutarbalikkan fakta dan menggunakan proses hukum untuk jadi tameng kejahatan,” kata Ketua BEM UI, Melki Sedek Huang dalam siaran pers kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (28/1/2023).

Kronologi kejadiannya, pada hari Kamis, Hasya dan beberapa temannya mengikuti pertandingan e-sport di ruangan FISIP UI. Usai pertandingan, mereka memutuskan untuk pergi ke indekos salah satu temannya. Dikarenakan pintu akses keluar UI melalui Kukusan ditutup, maka mereka menggunakan akses Jalan Srengseng Sawah. Hasya mengendarai motor beriringan dengan teman-temannya. Namun, tiba-tiba sebuah motor di depannya melaju lambat. Hasya mengelak, kemudian mengerem mendadak sehingga motornya jatuh ke sisi kanan.

Tak lama setelah terjatuh, mobil SUV yang dikemudikan mantan Kapolsek Cilincing, Eko Setio Budi Wahono melintas dari arah berlawanan dan melindas korban. Seorang yang berada di tempat kejadian perkara (TKP) mendatangi terduga pelaku dan meminta bantuannya untuk membawa Hasya ke rumah sakit (RS). Namun, Eko menolaknya. Akibatnya, Hasya tidak bisa segera mendapat pertolongan. Tak lama setelah tiba RS, Hasya mengembuskan napas terakhirnya.

Sementara itu, pihak kepolisian yang diwakili Dirlantas Polda Metro Jaya, Kombes Latif Usman menyebut alasan HAS dijadikan tersangka karena kelalaian sendiri yang menyebabkan nyawanya melayang.

“Kenapa dijadikan tersangka ini, dia kan yang menyebabkan karena kelalaiannya menghilangkan nyawa orang lain dan dirinya sendiri. Karena kelalaiannya, jadi dia meninggal dunia,” Ungkap Latif pada wartawan Jumat (27/1/2023).

Kasus ini membuat publik mempertanyakan profesionalisme aparat penegak hukum. Pasalnya, kejadian semacam ini, di mana hukum tumpul ke atas, seringkali terjadi. Padahal, profesionalisme adalah hal yang sangat penting dalam profesi apa pun, apalagi bagi penegak hukum. Sayangnya, profesionalisme ini tidak tampak dalam kehidupan yang sekuler saat ini.

Dalam sistem sekularisme demokrasi, agama hanya digunakan di ruang privat dan dalam kegiatan ibadah saja. Sementara di ruang publik, demokrasi meniscayakan manusia untuk membuat aturan sendiri. Oleh karena itu, sering dijumpai hukum bisa diperjualbelikan, diotak-atik untuk kepentingan segelintir orang. Maka, kejadian yang menimpa HAS menjadi wajar terjadi.

Keadilan dalam Islam

Ini sangat berbeda jika negara menerapkan sistem Islam. Dalam Islam, negara harus menjunjung tinggi keadilan hukum. Karena, penegakan keadilan merupakan kewajiban syariah. Hal ini sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak keadilan karena Allah.” (QS. Al Maidah: 8)

Keadilan akan tercapai jika aturan dibuat oleh Asy-Syari’ (Allah), karena Dia adalah Zat yang terbebas dari segala kepentingan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki. (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS. Al Maidah: 50)

Ibnu Taimiyah dalam kitab As-Siyasah As-Syar’iyah halaman 15 menyebutkan bahwa keadilan adalah apa saja yang ditunjukkan oleh Al-Kitab dan Sunnah, baik dalam hukum hudud maupun hukum lainnya.

Untuk kasus tragis yang menimpa HAS, akan sangat mudah mendapat keadilan jika menggunakan sistem peradilan Islam. Dalam Islam, kasus tersebut termasuk dalam kategori pembunuhan tersalah, sebab pembunuhan yang terjadi tidak disengaja. Kasus seperti ini akan ditangani Qodhi Muhtasib, bagian dari peradilan Islam yang menyelesaikan pelanggaran hukum yang membahayakan hak masyarakat.

Qodhi muhtasib dapat mengusut suatu perkara yang berkaitan dengan hak umum meski tak ada penuntut. Namun, ketiadaan penuntut dikecualikan dalam kasus perzinaan, menuduh berzina, mencuri, sodomi, dan minum khamr. Juga dalam kasus jinayat, melukai anggota badan orang lain.

Ketika qodhi muhtasib mendapat laporan peristiwa, ia akan langsung menuju TKP untuk mengumpulkan saksi dan barang bukti. Ketika qodhi muhtasib memutuskan suatu hukum, maka pelaku tidak bisa mengajukan banding, peninjauan ulang, dll. Hal ini karena keputusan pengadilan bersifat mengikat, tidak bisa dibatalkan oleh siapa pun. Ini tentu saja akan mencegah terjadinya kongkalikong dan hukum yang diperjualbelikan.

Jika terbukti adanya pembunuhan tersalah, maka pelakunya dikenai sanksi jinayat, berupa denda mukhaffafah (denda ringan) yang diambil dari harta keluarga pembunuh dan dapat dibayar secara bertahap selama tiga tahun kepada keluarga korban, dimana setiap tahunnya sepertiga. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Diyat khata’ itu terdiri atas 5 macam hewan: 20 ekor unta berumur 4 tahun, 20 ekor unta berumur 5 tahun, 20 ekor unta betina berumur 1 tahun, 20 ekor unta betina berumur 2 tahun dan 20 ekor unta jantan berumur 2 tahun.” (HR. Daruquthni)

Selain itu, pembunuh juga harus melakukan kafarat sesuai dengan firman Allah Ta’ala:

“Dan barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah, hendaklah ia memerdekakan seorang hamba sahaya serta membayar diyat kepada keluarga (yang terbunuh).” (QS. An Nisa: 92)

Demikianlah aturan Islam mengatur tentang pembunuhan tersalah. Islam yang diterapkan negara terbukti mampu menyelesaikan permasalahan hukum dengan adil selama 1300 tahun. Baik pelaku maupun korban mendapatkan keadilan. Tidak ada hak istimewa segolongan rakyat atas yang lainnya, sehingga keadilan dapat dirasakan oleh semua kalangan.

Wallahu a’lam bishawab.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi