KETIKA PENGUSAHA MENJADI PENGUASA, BELAJAR DARI UMAR BIN KHATTAB

Karena tak juga ada tanda-tanda serius untuk bertobat di negeri +62 ini, akhirnya muncul special request ini… Abah, kita kok seperti ini ya menghadapi musibah ? Kita punya panduan hukum syara yang super lengkap dan sudah terbukti, tapi gak mau dipakai. Akhirnya mau dipakai tapi sebagian. Diminta muhasabah agar semua bersegera bertobat dari kemaksiatan, gak mau, karena katanya, ini tidak ada hubungannya dengan kemaksiatan. Ini murni soal musibah wabah penyakit! Didesak agar segera mengambil kebijakan pencegahan sejak dini, malah kalem dan bilangnya di negeri ini tidak ada, barulah setelah di penghujung waktu, itupun setelah banyaknya jumlah korban yang berjatuhan. Diminta taat, ee malah memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan, harga barang malah melonjak tinggi de el el. Saya ini juga pengusaha, biasa mengambil keputusan cepat. Apapun pasti ada resikonya, tapi kok ini seperti diulur-ulur. Kasihan rakyat banyak yang memang tidak mampu. Kan mustinya malah bisa lebih cepat dan tepat! Hadeuh itu yang namanya pertanyaan keluar seperti berondongan peluru yang kagak ada berhentinya. Saking semangatnya!

Trully Muslimpreneur,
Begini. Kita sedang menghadapi musibah ini di alam kapitalisme-liberalisme-sekulerisme. Bukan saat Islam tegak diterapkan. Jadi, pemikiran, perasaan dan peraturan bagi kebanyakan kita ya kapitalisme-liberalisme-sekulerisme. Jadi wajar kalau muncul pertanyaan seperti itu!

Biar gampang, mari kita cari benchmark. Namanya benchmark berarti kita mesti sandingkan dengan penguasa Muslim yang berasal dari kalangan pengusaha dan sistemnya Islam dan – satu lagi – juga mengalami situasi musibah yang hampir sama. Setuju ya?!

Oke, kita lihat sosok Umar bin Khattab. Umurnya 12 tahun lebih muda dari usia Rasulullah SAW. Salah satu sahabat dekat Rasulullah SAW dan khalifah kedua setelah Abu Bakar Ash shiddiq r.a. Termasuk dalam 10 sahabat yang dijamin masuk surga. Mendapat julukan Umar Al Faruq (sang pembeda) karena ketegasannya dalam menegakkan kebenaran. Diakui sebagai administrator dan peletak landasan manajemen negara yang cemerlang.

Di dunia bisnis, Umar diketahui memiliki 70.000 properti bernilai triliunan rupiah saat ini. Namun begitu, gelimang harta tidak menyilaukan matanya. Harta kekayaannya dipergunakan untuk kepentingan dakwah dan umat. Seolah berlomba dengan sahabat pengusaha lainnya dalam menopang dakwah Rasulullah SAW. Subhanallah.

Saat diba’at menjadi khalifah, hidup beliau tetaplah sangat sederhana. Beliau memberikan teladan yang baik bagi kaum muslimin tentang konsep jabatan, harta dan zuhud seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Tidurnya beralaskan tikar dan batu bata di bawah pohon kurma, dan ia hampir tak pernah makan kenyang demi menjaga perasaan rakyatnya. Padahal, dengan segala kekayaan yang dimilikinya sebelum menjadi Khalifah, tentu mudah saja memiliki dan melakukan apa saja! Kalau bahasa sekarang di alam kapitalisme-sekulerisme, bisa menjalankan konsep negara korporasi atau negara yang didedikasikan untuk kepentingan bisnis penguasa, baik sendiri atau bisa bersama dengan pihak lain, baik di dalam maupun di luar negeri. Tapi Umar memilih tidak. Beliau memilih menjalankan syariat Islam sesempurna mungkin! Itu saja.

Hasilnya, di tangan beliau, eksistensi daulah Islam makin kukuh. Sejarah mencatat, Umar membebaskan lebih banyak wilayah dari penghambaan kepada manusia di banyak tempat. Dua adidaya dunia saat itu, Persia dan Romawi pun ciut. Di masanya Islam berkembang dari Mekah, Suriah, Mesir, Irak, Parsi, Khuzistan, Armenia, Azerbaijan, Kirman, Khurasan, Mekran hingga sebagian Baluchistan. Pembebasan yang membawa simpati luar biasa. Tak heran, kaum Kristen dan Yahudi di Homs sampai berdoa agar kaum Muslimin kembali ke negeri mereka.

Selain pembebasan, prestasi beliau juga adalah menata ulang administrasi pemerintahan. Beliau mengembangkan dewan-dewan, membentuk Baitul Mal, mencetak uang resmi negara, menciptakan tahun hijriyah, menata struktur pemerintahan, mengumpulkan ayat-ayat suci Al Qur’an yang tersebar. Umar juga mengutamakan pembangunan pasar dan masjid di daerah-daerah yang dibebaskan.

Di masa Umar juga terjadi peristiwa bersejarah yakni pembebasan Palestina, persisnya pada tahun 637 M. Mulai saat itu, berdasarkan perjanjian Umariyyah, status Palestina menjadi tanah wakaf umat Islam. inilah juga yang menjadi dasar di kemudian hari, mengapa Sultan Abdul Hamid II, khalifah Utsmani terakhir, meski terancam kehormatannya oleh pengkhianatan Mustafa Kemal, tetap tidak mau menyerahkan Palestina ke tangan yahudi meski diiming-imingi dunia!

Singkat cerita, Umar mampu menjaga dan mengendalikan harta yang dimilikinya sebelum menjadi Khalifah dan memisahkannya dari kemungkinan bias kepentingan dengan jabatan yang sedang ditunaikannya. Menjelang akhir kepemimpinan Umar, Usman bin Affan pernah mengatakan, “Sesungguhnya, sikapmu telah sangat memberatkan siapapun khalifah penggantimu kelak.” Subhanallah!
Apakah semua lempeng-lempeng saja? Tidak juga. Bencana wabah penyakit juga pernah terjadi di masanya.

Ya, salah satu ujian terberat terjadi pada tahun keenam masa kepemimpinannya yakni tahun 18 H/561 Masehi. Di tahun ini, Umat Islam diuji dengan wabah penyakit mematikan. Wabah ini dikenal dengan Tha’un ‘Awamas yang diambil dari nama daerah asal lahirnya penyakit, yakni sebuah desa kecil di negeri Damaskus. Lalu apa yang dilakukan Umar sebagai pemimpin ? Apakah ragu dalam mengambil kebijakan? Apa juga mengambil kesempatan untuk kepentingan tertentu (bisnis atau asing ?)? atau menghindari kewajiban negara untuk mencukupi hajat hidup rakyatnya? Atau… mengambil kesempatan melakukan seleksi alam mana yang kuat boleh bertahan, mana yang lemah silakan mati perlahan? Hemmm…

Tidak Saudara! Umar hanya berpegang pada syariat Islam saja . Titik. Fakta yang dihadapi lalu dihadapkan dengan solusi syariat. Itu saja. Simple. Untuk menanganinya, Umar menempuh langkah-langkah strategis sesuai syariat. Langkah kebijakan yang akhirnya menjadi rujukan dahsyat hari ini yang dikenalkaitkan dengan istilah lockdown dan social distancing.

Jadi, rakyatnya taat pada syariat. Penguasanya juga taat pada syariat, bahkan lebih dulu melakukan muhasabah apa yang salah padanya, lalu mencari tahu apa yang keliru pada rakyatnya. Intinya, Umar tegas meminta dirinya dan semua jajarannya beserta seluruh rakyatnya untuk pertama-tama memohon ampun dan bertobat dari segala maksiat yang dilakukan.

Lho, generasi sahabat melakukan maksiat? Tidak dan bukan itu poinnya. Umar dan seluruh sahabat sangat tahu bahwa pesan pertama dari Allah Swt jika terjadi musibah pasti itu karena ada maksiat – sekecil apapun itu – dan karenanya harus segera bertobat secara masal. Pertobatanlah yang kemudian membuka jalan untuk mendapatkan problem solving sesuai syariat sebagaimana yang Umar lakukan saat wabah ‘amawas. Masya Allah.

Trully Muslimpreneur,
Umar bin Khattab jelas pengusaha kakap era Nabi SAW yang kekayaannya berpadu dengan ketaatannya pada Islam. Kewibawaannya berpadu dengan pengorbanannya bagi Islam. Ketokohannya berpadu dengan keteladan sikapnya dalam menerapkan Islam kaffah, baik semasa Rasul SAW masih hidup maupun telah tiada. Pengusaha yang dibai’at menjadi penguasa penuh amanah. Bukan pengusaha yang menjadi penguasa penuh kezhaliman. Totalitas pada penerapan syariat Islam dalam bingkai Khilafah nampak jelas tak terbantahkan. Jauh dari retorika, dan puja puji dunia yang tak ada arti!

Trully Muslimpreneur… Yuk berbenah, yuk serius. Umat menanti kita. Bisnis penuh berkah, Ngaji penuh energi dan Dakwah penuh manfaat bagi umat. Agar berkah yang menghampiri kita semua, bukan wabah! Dan Penguasa sadar untuk mengurusi umat di dunia sebagai modal agar bisa masuk surga di akhirat. Bismillah!

Barakallahu fikum…

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi