Sebuah Risalah, Antara Data dan Fakta

Oleh. Yulweri Vovi Safitria

Tahun 2022 akan pergi, tahun 2023 tinggal menghitung hari. Namun masih banyak pekerjaan rumah yang belum selesai di negeri yang kita cintai ini. Masalah kriminal, korupsi, sosial-politik, hukum yang berkeadilan, kesejahteraan, pelecehan agama, kekerasan seksual, mitigasi bencana, hutang yang kian menggunung, pandemi yang belum usai, hingga masalah generasi, tidak kunjung menemukan titik penyelesaian.

Belum ada yang berubah, justru cenderung meningkat dari waktu ke waktu. Sebut saja misalnya kasus korupsi. Sepanjang 2022, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima setidaknya 4.623 aduan tindak pidana korupsi dari masyarakat. Sementara itu, data dari Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat, setidaknya terdapat 252 kasus korupsi dengan 612 orang di antaranya ditetapkan sebagai tersangaka dan potensi kerugian negaranya mencapai Rp33,6 triliun, untuk semester I tahun 2022(sulsel.herald.id, 29/12/2022).

Begitu pula dengan utang pemerintah, setidaknya tercatat mencapai Rp 7.496,70 triliun per 31 Oktober 2022, naik Rp 76,23 triliun dari posisi bulan sebelumnya yang sebesar Rp 7.420,47 triliun (Kompas.com, 1/12/2022).

Mungkin sebagian orang menilai bahwa kondisi hari ini baik-baik saja, aman dan terkendali, dan tidak perlu berlebihan menanggapi. Tidak sedikit pula yang beranggapan bahwa masyarakat dewasa ini telah mengalami kemajuan di berbagai lini, terbukti dengan adanya revolusi industri 4.0.

Ya, dunia digital begitu dekat dengan masyarakat, mulai usia anak-anak hingga tua, melek teknologi, begitu pula dengan pembangunan yang tampak begitu pesat. Gedung-gedung, jalan bebas hambatan, hingga pembangunan Ibu Kota Baru menjadi kebanggaan sebagian orang.

Pertanyaanya, apakah semua kemajuan itu dirasakan oleh seluruh masyarakat? Betulkah itu yang mereka butuhkan?

Karena pada faktanya, semua hal yang dianggap pencapaian tersebut, tidak sepenuhnya memberi dampak positif bagi seluruh lapisan masyarakat. Semua kemajuan dari teknologi maupun pembangunan hanya bisa dinikmati oleh sebagian orang.

Sedangkan pada saat yang sama, kemiskinan masih pada level tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat jumlah penduduk miskin pada Maret 2022 mencapai 26,16 juta orang atau 9,54% dari total penduduk Indonesia (bps.go.id).

Jika melihat data dan fakta yang terjadi, tentu kita akan bertanya, bagaimana hal ini bisa terjadi. Apakah kita sedang baik-baik saja, atau sebaliknya?

Ya, sebagian orang sah saja berkata bahwa kita mengalami kemajuan, hutang yang masih dalam situasi aman, begitu pula kemiskinan, masih dalam kategori aman. Hal ini tidak lepas dari pemahaman kapitalisme yang telah menjadi mindset masyarakat, akibat dari sistem yang diterapkan bukan bersumber dari Islam.

Kemajuan yang bangga-banggakan sejatinya hanyalah untuk kenikmatan sebagian orang, para kapitalis, dan pemodal. Sementara rakyat kelas bawah tidak ubahnya seperti sapi perah yang kian merana, akibat dari hidup yang makin hari makin susah. Kebahagian hanyalah semua impian semata.

Kapitalisme maupun liberalisme telah merusak tatanan ekonomi, politik, akidah, dan akhlak manusia. Sikap hedonisme, egoisme, tumbuh dengan suburnya. Miskin empati, yang penting diri sendiri bahagia, kebahagian dan kesejahteraan orang lain adalah urusan pribadinya.

Lantas bagaimana menyadarkan semua umat manusia? Tidak lain dan tidak bukan adalah dengan dakwah di tengah-tengah umat. Mengubah cara berpikir umat dengan pemikiran yang mendalam tentang Islam. Memberikan pemahaman Islam kaffah, dan taat kepada syariat-Nya.

Hanya dengan sistem Islam, kesejahteraan, maupun keadilan di tengah masyarakat bisa terwujud secara sempurna. Sistem paripurna yang bersumber dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, untuk seluruh umat manusia. Konsep mendasar yang harus dipahami oleh umat.

Tahun boleh berganti, teknologi boleh semakin canggih, namun sistem dan peraturan hidup yang diadopsi sepatutnya pula segera berganti kembali kepada sistem Islam. Sebab sistem Islamlah satu-satunya solusi dalam menyelesaikan seluruh problematika umat.

“Dan hendaklah kamu menetapkan hukum di antara mereka berdasarkan apa yang diturunkan Allah .…” (QS Al-Maidah: 49)

Wallahu a’lam.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi