Sekularisme Suburkan HIV/AIDS, Islam Solusinya

Afiyah Rasyad
(Aktivis Peduli Ummat)

Kidung liberaslisme telah lama didendangkan. Tayuban sekularisme telah lama ditabuh penuh gemuruh. Hingga kini, kebebasan berlenggang di atas hamparan bumi. Hiruk-pikuknya menghipnotis segala kalangan, terutama generasi muda. Gemerlap dunia mendorong siapa pun mengumbar dan menikmati syahwatnya.

Awal Desember merupakan peringatan hari HIV/AIDS sedunia. Kegiatan peringatan tahun ini diadakan di Indonesia. Sebagaimana dilansir Tribunbalitravel.com, dalam memperingati Hari AIDS Sedunia 2021, Campaign.com bersama
Sensitif VIVO menggelar diskusi yang menyoroti perjalanan panjang pemenuhan hak kesehatan
seksual dan reproduksi (HKSR) inklusif, untuk menekan angka kasus HIV/AIDS di Indonesia. Diskusi yang dilaksanakan pada 1 Desember 2021 menitikberatkan pada tidak meratanya pendidikan seksual, terutama.pada kalangan yang termarjinalkan, seperti anak disabilitas (3/12/2021).

Agar penanganan dan pencegahan HIV/AIDS menjadi benar-benar inklusif, harus melibatkan mereka yang termarjinalkan atau pun bisa dikatakan tidak diuntungkan oleh sistem, contohnya orang dengan disabilitas. Dari diskusi ini, dapat diambil kesimpulan bahwa misi mewujudkan Indonesia tanpa HIV/AIDS pada 2030, seperti yang dicanangkan pemerintah Indonesia. Akan dapat terwujud jika semua pihak turut serta dalam memenuhi hak kesehatan seksual, dan reproduksi bagi setiap individu. Tentu saja upaya Indonesia tanpa HIV/AIDS patut didukung. Pertanyaannya, bisakah hal ini diwujudkan dalam hiruk-pikuk liberalisme?

Akar Masalah Munculnya HIV/AIDS

Diketahui ada penambahan ODHA di Boyolali. Sebanyak 72 kasus baru Orang Dengan HIV-AIDS (ODHA) ditemukan di Boyolali, di tahun 2021 hingga bulan Oktober. Tujuh penderita diantaranya meninggal dunia. Sebanyak 13 fasilitas kesehatan (Faskes) siap memberikan layanan kepada ODHA (detik.com, 1/12/2021).

Temuan itu hanya di satu wilayah dalam saja dalam satu provinsi. Lantas bagaimana dengan wilayah lain? Bagaimana pula dengan wilayah-wilayah provinsi lain, terutama di kota-kota besar. Apakah HIV/AIDS memang sudah reda. Kenyataan bertambahnya ODHA di Boyolali harusnya membuat pemerintah segera muhasabah.

Penularan HIV/AIDS didominasi oleh hubungan seksual. Mengingat gaya hidup bebas yang menjangkiti masyarakat di negeri ini, wajar jika HIV/AIDS terus tumbuh subur. Seks bebas dan penyimpangan seksual seakan sudah direstui di negeri ini. Atas nama HAM, para pelaku 3lg3b3t3 harus dilindungi. Asas sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan semakin membuka jurang kemaksiatan.

Akar masalah ini yang harus dipahami oleh setiap orang. Apalah guna pencegahan penularan HIV/AIDS jika solusi yang ditawarkan justru memberi kunci pada bebasnya maksiat. Hal itu ibarat menguras banjir di dalam rumah dan menadah air dengan ember, tapi membiarkan genteng rumah bocor. Liberalisme dan sekularisme yang diemban sistem kapitalisme ini yang menjadi biang kerok tingginya ODHA tersebab perzinaan merajalela. HIV/AIDS subur dalam selimut sekularisme. Selama orientasi seksual menyimpang dan perilaku berisiko tetap difasilitasi, apalagi sampai diamini punggawa negeri, jangan harap pemberantasan infeksi HIV/AIDS membawa hasil.

Islam Solusi HIV/AIDS

Jelas sudah, mata rantai tak putusnya ODHA karena perilaku menyimpang dengan gaya hidup bebas yang dilegalkan oleh sekularisme. Maka, sudah saatnya kaum muslim meninggalkan mantra sekularisme beserta turunannya. Jangan pernah menjadikan hak asasi manusia sebagai dalih pembenaran perilaku menyimpang seksual dan gaya hidup bebas sebagai legalisasi pelanggaran aturan Allah.

Islam adalah ideologi paripurna yang mengatur seluruh aspek kehidupan, termasuk aturan pergaulan. Gaya hidup bebas haram dalam pandangan Islam. Baik buruk perilaku harus bersandar pada ketentuan Allah sehingga terjaga pergaulan antara laki-laki dan perempuan secara syar’i.

Jangankan seks bebas, berdua-duaan dengan bukan mahrom ataupun bercampur baur saja haram. Hubungan liwath pun haram. Celah zina dan penyimpangan seksual sangatlah kecil karena khalifah tak akan membiarkan masyarakat terjerumus dalam maksiat.

Negara akan melakukan pembinaan intensif dan talqiyyan fikriyan muatsaron kepada tiap individu rakyat, baik di madrasah (sekolah) ataupun masyarakat umum. Khalifah akan mengontrol dan mengawasi masyarakat dengan penjagaan yang baik agar akidah dan suasana keimanan tetap terjaga. Adapun pelanggaran bagi perilaku seksual menyimpang dan zina akan disanksi tegas yang bisa memberikan efek jera dan mencegah terulangnya perilaku buruk itu.

Dengan demikian, Islam dalam isntitusi Khilafah akan mampu memberikan solusi bagi seluruh problematika ummat, termasuk pencegahan HIV/AIDS sejak dini, yakni dengan menutup pintu kemaksiatan. Sehingga, ketenangan dan ketentraman tanpa bayang-bayang HIV/AIDS akan terwujud.

Wallahu a’lam bishowab.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi