Oleh. Shafwah Az-zahra (Muslimah Ideologis)
Menteri Koordinasi Bidang Politik dan Keamanan, Budi Gunawan, meminta pemerintah daerah untuk berhati-hati dalam menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten atau Kota (UMK). Dia menyebut, UMP yang terlalu tinggi atau tidak rasional berpotensi mengganggu pertumbuhan ekonomi di Indonesia (Tirto.id).
Pembahasan kenaikan upah minimum sedang panas-panasnya belakangan ini. Ketua komite ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia, Subchan Gatot, mengungkapkan bahwa mulai dari Sabtu, Ahad, hingga Senin, Dewan Pengupahan Nasional sudah melakukan sidang bahas soal pengupahan. Apindo ingin membuat skala upah, pekerja dengan masa kerja lebih dari 1 tahun akan ada kenaikan gaji sekitar 1 sampai 3 persen (Cnbcindonesia.com, 07/11/2024).
Kenaikan upah buruh yang ditetapkan Apindo dan Dewan Pengupahan Nasional tergolong masih rendah. Hal ini terbukti dari adanya ketimpangan antara kenaikan upah buruh yang kecil dan kenaikan pajak yang tinggi.
Pemenuhan kebutuhan yang sulit juga menjadi bukti nyata upah buruh yang masih rendah. Walaupun ada sedikit kenaikan upah, hal ini tetap tidak bisa mencukupi kebutuhan hidup yang mahal saat ini. Dalam sistem kapitalisme saat ini, semua hal diukur dengan materi. Buruh hanya dianggap sebagai faktor produksi karena mereka menyediakan tenaga, keterampilan dan keahlian yang diperlukan dalam proses produksi.
Kerena tolok ukur ini pula, upah buruh dibuat seminimal mungkin oleh para pengusaha agar mereka bisa mendapatkan untung sebesar-besarnya. Upah diukur memakai standar hidup minimum di tempat mereka bekerja, membuat mereka harus hidup pas-pasan dengan gaji mereka yang pas-pasan pula.
Hal ini tentu merugikan para buruh yang mungkin sudah mengeluarkan tenaga maksimal untuk pekerjaan mereka, tapi ternyata hanya mendapat imbalan yang minimal. Padahal dengan adanya gaji yang tinggi, itu bisa meningkatkan motivasi para buruh untuk bekerja lebih produktif dan efisien, juga membuat mereka merasa lebih dihargai atas kerja keras mereka.
Berbeda halnya dalam sistem Islam, kesejahteraan buruh menjadi tanggungan negara. Pemenuhan kebutuhan seperti kesehatan, pendidikan dan keamanan memang sudah dijamin oleh negara sejak mereka lahir ke dunia. Islam juga menghilangkan adanya rasa kesenjangan yang muncul antara para pekerja dan pengusaha dengan membuat kesepakatan kerja antara mereka. Pekerja memberikan jasa yang dibutuhkan, pengusaha memberikan imbalan sesuai dengan jasa yang diberikan. Adanya rasa kesadaran bahwa materi tidak bisa membuat manusia mulia di mata Allah menjadikan mereka sadar akan posisi mereka di hadapan Allah.
Persoalan buruh seperti hari ini juga tidak akan muncul dalam sistem Islam karena apabila terjadi perselisihan atau muncul rasa ketidakadilan, maka ke dua belah pihak akan memilih seorang pakar (khubara) yang akan menentukan besarnya gaji yang harus dibayarkan. Jika maaslah belum terselesaikan, maka perkara ini dibawa kepada negara, agar negara mengutus seorang khubara yang akan memutuskan dan menetapkan perkara tersebut dengan adil.