Oleh. Ulul Ilmi
(Komunitas Setajam Pena)
“Sudah jatuh tertimpa tangga pula,” sepertinya peribahasa ini pas untuk kondisi pendidikan kita saat ini. Bagaimana tidak? Berbagai macam persoalan dalam dunia pendidikan seakan tak pernah usai. Satu persoalan belum selesai, sudah muncul persolan lainnya. Kondisi itu terus terjadi berulang-ulang. Seperti persoalan tentang kerusakan gedung sekolah di beberapa tempat, kekurangan sarana dan prasarana sekolah sehingga masyarakat sulit menjangkau, kesulitan akses internet, mahalnya biaya pendidikan, perubahan kurikulum yang berulang-ulang, serta kerusakan generasi.
Sayangnya, persoalan pendidikan selama ini belum terselesaikan secara utuh. Bahkan solusi yang ada masih bersifat parsial dan hanya bersifat tambal sulam. Wajar kalau pada akhirnya persoalan pendidikan muncul terus-menerus tanpa ada penyelesaian.
Apakah Pinjol itu Solusi?
Biaya pendidikan tinggi yang makin mahal menyebabkan banyak mahasiswa kesulitan, bahkan ada yang terancam tidak bisa melanjutkan meski sudah sampai separuh jalan. Namun, solusi yang ditawarkan adalah pinjol. Parahnya, kebijakan ini malah dianggap sebagai inovasi teknologi. Jelas ini menunjukkan kerusakan paradigma berpikir umat.
Keberadaan pinjol tidak bisa menjadi solusi, justru malah makin membebani. Sudahlah kehidupan rakyat banyak beban, ditambah pula dengan solusi pinjaman. Tentu kondisi ini akan menjadikan hidup rakyat makin sulit dan terh
impit. Karena pinjol hakikatnya adalah utang, dan seluruh utang itu harus dibayar. Jelas, ini akan memberatkan!
Kapitalisme Biang Persoalan
Kapitalisme menjadikan persoalan dengan solusi tersebut tidak relevan dan bahkan tidak mendapatkan titik temu. Beginilah kondisi yang kita rasakan saat hidup dalam aturan sistem kapitalisme. Semua urusan berorientasi pada bisnis, yakni keuntungan materi semata. Semua lini kehidupan dapat menjadi ajang bisnis, termasuk dunia pendidikan.
Hal ini makin membuktikan bahwa kepemimpinan dalam sistem sekuler-kapitalisme justru mendukung pengusaha pinjol yang mengantarkan pada kerusakan masyarakat. Keadaan tersebut sekaligus membuktikan abainya tanggung jawab negara untuk mencapai tujuan pendidikan.
Dari sisi yang lain, masyarakat dengan kondisi yang ada, mengambil begitu saja dan bahkan memaklumi setiap kebijakan negara karena kondisi memang menuntut demikian. Seperti istilah “tidak ada makan siang gratis,” semua urusan harus pakai uang. Jika tidak ada dana, mau tidak mau solusinya adalah utang, baik dengan pinjaman konvensional ataupun pinjol. Inilah gambaran sistem buruk kapitalisme saat ini yang justru melahirkan kemiskinan dan terbukti gagal mewujudkan kesejahteraan.
Islam Solusi Tuntas
Hal ini sangat berbeda dengan sistem Islam. Islam menjadikan negara sebagai pihak yang bertanggung jawab atas rakyat dalam semua bidang kehidupan, termasuk mewujudkan kesejahteraan dan tujuan pendidikan yakni mencetak generasi tangguh berkepribadian Islam yang siap mengarungi samudera kehidupan dengan bekal iman, ilmu, dan skill kehidupan. Mereka senantiasa menjadikan syariat Islam sebagai panduan dalam kehidupan. Sebab, visi misi penciptaan manusia adalah dalam rangka beribadah kepada Allah Swt. Sebagaimana firman Allah dalam surah Az-Zariyat ayat 56 yang artinya, ”Aku tidak menciptakan Jin dan Manusia melainkan agar mereka beribadah kepada –Ku.”
Islam juga menetapkan pejabat adalah teladan umat. Termasuk menjadikan pejabat sebagai pemimpin umat yang senantiasa taat syariat, dan menjadikan pemanfatan teknologi sesuai dengan tuntunan syariat. Wallahualam bisawab.
Views: 0