Fungsi Qawwamah Sirna, Kapitalisme Sekuler Biangnya

Oleh. Elfia Prihastuti
(Praktisi Pendidikan)

Hidup di bawah naungan sistem saat ini amat melelahkan. Masyarakat harus menghadapi tekanan demi tekanan. Sungguh jauh dari kata “nyaman”. Hal ini sering kali menjadikan emosi tidak lagi stabil sehingga memicu melakukan hal di luar nalar.

Aksi kejam dan biadab dilakukan seorang suami kepada istri dan anaknya di sebuah rumah di Kelurahan Jatijajar, Kecamatan Tapos, Kota Depok, Jawa Barat. Laki-laki berinisial RN (31) tanpa belas kasihan menganiaya istrinya berinisial NI (31) dan membunuh anak perempuannya berinisial KPC (13) (Liputan6.com, 01/11/2022).

Aksi kekerasan serupa juga terjadi di Depok, Jawa Barat. Seorang suami tega memukul sang istri berkali-kali. Mirisnya, penganiayaan tersebut dilakukan sang suami di pinggir jalan di Pangkalan Jati, Cinere disaksikan sang anak yang masih balita dan warga sekitar (Beritasatu.com 06/11/2022).

Dua peristiwa Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang dilakukan seorang suami di atas, hanyalah sepenggal fakta. Sejatinya ada banyak penggalan-penggalan kisah kekerasan lain yang kini masif terjadi. Menurut data Kamen PPPA hingga Oktober 2022 sudah ada 18.261 kasus KDRT di seluruh Indonesia. Sebanyak 79,5 % atau 16.745 korban adalah perempuan.

Pemicu Terjadinya KDRT

Ada banyak faktor yang menjadi penyebab terjadinya KDRT, baik berasal dari faktor internal maupun eksternal. Namun, secara umum yang kerap menjadi pemicu KDRT adalah:

Pertama, faktor individu, bisa dari pihak isteri atau pihak suami. Dari pihak isteri biasanya terjadi karena isteri terlalu banyak menuntut. Di sisi lain suami dihadapkan pada kenyataan sulitnya memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Sedang dari pihak suami, KDRT terjadi karena watak suami yang temperamen, sehingga mudah tersulut emosi dan mengangkat tangan pada istri.

Kedua, perselingkuhan. Kehidupan campur baur antara laki-laki dan perempuan dalam dunia kerja menyebabkan laki-laki dan perempuan mudah melakukan interaksi. Sehingga, tidak ada lagi batasan pergaulan antara laki-laki dan perempuan. Hal ini amat rentan terjadi perselingkuhan.

Ketiga, faktor ekonomi. Kondisi ekonomi dalam sebuah keluarga menjadi penyebab KDRT paling sering terjadi. Masalah ekonomi kerap menjadi pemicu percekcokan dalam rumah tangga. Biasanya berakhir dengan aksi kekerasan.

Keempat, kebiasaan menyimpang. Misalnya Judi, minuman keras, narkoba, dan yang lainnya.

Sirnanya Fungsi Qowammah

Maraknya penganiayaan yang dilakukan oleh seorang suami atau ayah, baik terhadap istri atau anaknya, mengindikasikan bahwa laki-laki kehilangan fungsi qawwamah. Sirnanya fungsi kepemimpinan dalam diri seorang laki-laki tidak dapat dilepaskan dari situasi di disekitarnya.

Kondisi yang ada, seolah menyulitkan para laki-laki untuk memerankan fungsi qawwamahnya. Beban hidup yang makin berat, tuntutan gaya hidup dan sempitnya kesempatan para suami atau ayah untuk bisa memenuhi tanggungjawab sebagai tulang punggung keluarga, merupakan pendorong kuat yang mampu melemahkan fungsi kepemimpinannya. Ditambah lagi agama tidak lagi menjadi penuntun kehidupan.

Sejatinya persoalan hilangnya fungsi qawwamah yang memicu tindak kekerasan, tidak bisa hanya dilihat dari sisi personal semata. Namun, hal itu merupakan masalah yang kompleks yang berputar bagai mata rantai yang tidak mudah terputus.

Semua faktor penyebabnya terbentuk dan dikondisikan oleh sebuah sistem yang melingkupi saat ini. Sehingga, problem ini bukan lagi menjadi masalah individual, tetapi sudah menjadi problem sistematis.

Sebagaimana kita ketahui bahwa sistem yang diberlakukan saat ini adalah sistem sekulerisme kapitalisme. Tabiat dari sistem ini adalah menanggalkan agama untuk pengaturan urusan kehidupan. Tentu saja sistem seperti ini tidak mungkin lahir manusia-manusia yang punya iman. Serta sangat mustahil akan mampu membentuk ketakwaan bagi masyarakat yang hidup di dalamnya.

Sistem sekularisme kapitalisme juga menjadikan materi sebagai orientasi pencapaian sesuatu. Sedang untuk meraih pencapaian tersebut, bukan sesuatu yang mudah. Hal itu dikarenakan negara yang seharusnya memiliki peran strategis justru melepaskan urusannya pada pihak swasta. Sehingga, negara gagal menjalankan perannya menjaga ketahanan keluarga. Negara juga tidak hadir sebagai penjamin ekonomi masyarakat.

Situasi ini membuat kehidupan karut-marut. Masyarakat menjadi kehilangan haknya untuk memperoleh kesejahteraan seiring lepas tangannya negara dalam urusan ini. Kemudahan-kemudahan hidup seharusnya diperoleh masyarakat, karena optimalnya peran negara hanyalah sebatas mimpi di siang bolong.

Ketakwaan yang tidak terbentuk dan sulitnya memenuhi segala kebutuhan yang standar memberikan tekanan tersendiri. Akan sulit bagi seorang suami atau ayah untuk melaksanakan fungsi kepemimpinannya. Satu sisi, dia dituntut untuk mampu memenuhi kebutuhan keluarga secara layak, di sisi lain banyak hambatan yang harus dihadapi untuk dapat memenuhinya. Apatah lagi suasana di sekitarnya amatlah rentan menjadi pelampiasan atas tekanan yang dihadapi.

Sungguh, tidak terlihat harapan baik untuk terus hidup dalam sistem kapitalisme sekuler. Sudah saatnya kita beralih pada sistem yang memberikan harapan yang jauh lebih baik yaitu sistem Islam.

Islam Menyelesaikan KDRT

Sejak Islam diturunkan sebagai ideologi, tatanan kehidupan manusia berubah menjadi mulia dan beradab. Dalam urusan keluarga termasuk dalam urusan keluarga.

Fungsi qawwamah (kepemimpinan) dalam Islam sangat jelas. Nas-nas Al-Qur’an dan Sunah telah menjelaskan hakikat kehidupan suami istri. Allah juga menetapkan fungsi kepemimpinan suami dalam keluarga.
Allah berfirman :

اَلرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَاۤءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ وَّبِمَآ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْ ۗ

“Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya.” (QS An-Nisa’: 34)

Fungsi qawwamah juga dijelaskan dalam sebuah hadist. Rasulullah saw. bersabda: “Laki-laki (suami) adalah pemimpin bagi keluarganya dan kelak ia akan ditanya (dimintai pertanggungjawaban tentang mereka.” (HR Bukhari no 2554)

Kewajiban laki-laki sebagai pemimpin dalam keluarganya, merupakan hal yang mulia yang diberikan Allah. Maka seharusnya, seorang laki-laki tidak boleh bersikap kasar, keras, dan masa bodoh. Dia hendaknya memperlakukan keluarganya dengan baik. Berupaya memenuhi kebutuhan secara layak, memperlakukan dengan kasih sayang dan mendidik mereka dengan akidah Islam. Menghukum mereka ketika melakukan pelanggaran syari’at dengan cara yang ma’ruf.

Profil laki-laki sebagai qawwam, akan terbentuk jika sistem yang menaunginya merupakan sistem yang sahih. Sistem ini adalah sistem khilafah. Negara @@- hilafah menerapkan sistem pendidikan Islam yang berkurikulum akidah Islam mampu membentuk generasi yang berkepribadian Islam.

Para laki-laki akan memahami peran dan tanggung jawab besar mereka kelak sebagai qawwam dalam keluarga. Di samping itu pendidikan islam membekali laki-laki dengan berbagai keahlian untuk mengarungi kehidupan. Sehingga, mereka akan mampu memenuhi tanggung jawabnya dalam memenuhi nafkah keluarga sesuai dengan keahlian yang dimiliki.

Kewajiban mencari nafkah ini, akan ditunjang oleh negara. Negara akan menyediakan lapangan pekerjaan bagi laki-laki dan memastikan gaji yang pantas untuk pemenuhan kebutuhan.
Dalam negara khilafah lapangan pekerjaan akan tersedia di berbagai sektor. Dengan demikian para suami atau ayah dapat memenuhi nafkah keluarga. Negara juga akan menjamin kebutuhan pokok masyarakat seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan secara cuma-cuma karena difasilitasi oleh negara. Sedang bagi para pelaku KDRT akan mendapatkan sanksi tegas oleh negara berupa qisash, baik yang melakukan penganiayaan atau pembunuhan.

Wallahu a’lam bishsawab

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi