Oleh : Ust. Prof. Dr. -Ing. H. Fahmi Amhar
Penyunting : Jusmin Juan
(Apa Yang Bisa Kita Ubah Agar Allah Mengubah Nasib Kita)
•Hari-4 : UBAH REFERENSI•
Sesungguhnya tidak ada orang maupun kaum, yang mengalami perubahan nasib tanpa mereka mengubah dulu seperti apa Referensinya
Ada objek yang sama, dilihat oleh panca indera yang sama, bahkan oleh orang yang sama – di waktu yang berbeda. Tetapi kesimpulan yang dihasilkannya bisa sangat berbeda. Kenapa? Karena begitu informasi itu sampai ke otaknya, informasi itu akan dinilai oleh suatu referensi. Maka begitu referensi itu sudah berbeda, sikap terhadap informasi itu menjadi sangat berbeda.
Semuanya membutuhkan sebuah referensi. Kalau ingin kualitas udara lebih baik, atau dunia melakukan konferensi untuk mengubah standar tsb. Dan sejak saat itu, konsensus dari konferensi itu dijadikan referensi baru.
Mengubah referensi berarti mengubah keadaaan
Itu terjadi dahulu maupun sekarang. Setelah masuk Islam, Umar bin Khattab yang tadinya seorang yang bengis dan ingin membunuh nabi, tiba-tiba menjadi orang yang mudah meneteskan air mata dan siap mati membela Nabi. Sekarang ini, ada bintang rock yang semula begitu bangga dikagumi di arena konser yang sama, tiba-tiba menolak untuk menyanyi lagi di konser yang sama, dengan bayaran berapapun. Ini karena mereka telah menilai hidupnya dengan referensi yang berbeda. Kita bicara tentang sosok seperti Cat Steven (Yusuf Islam) dan Harry Moekti.
Tanpa sebuah referensi, orang selalu akan diombang-ambingkan pendapat orang
Dan ini bisa sangat berbahaya ketika itu menyangkut masalah yang amat penting, yakni pertanyaan •Dari mana, mau kemana, dan untuk apa manusia hidup di dunia ini? Dengan pedoman apa? Apa standar keberhasilannya?
Itulah, dengan suatu referensi, kita akan menjadi orang yang kokoh dan jelas sikapnya, tidak terombang-ambing.
Persoalannya adalah, dalam masalah hakekat hidup manusia di dunia ini, banyak kitab yang dianggap suci, banyak sosok yang dianggap Nabi, dan banyak Zat yang dianggap Tuhan. Lantas yang mana yang pantas dijadikan referensi?
Tentu, sebelum memutuskan menggunakan referensi yang mana, kita hanya memiliki satu alat, yaitu AKAL yang sehat.
Kalau dengan akal sehat kita melihat alam semesta ini, kita dapat merasakan bahwa pastilah ada Sang pencipta dibalik semuanya ini, yang berbeda dengan alam semesta itu, Semua manusia bisa merasakan bahwa pastilah ada Sang Pencipta dibalik semuanya ini, yang berbeda dengan alam semesta itu. Semua manusia bisa merasakan hal ini. Hanya saja, kalau berhenti disini, kita masih belum tahu, apa sifat-sifat Tuhan dan apa maunya Tuhan tsb. Kita masih memerlukan informasi dari Tuhan. Kita memerlukan pembawa pesan yang pernah berkomunikasi langsung. Untuk pesan dari Nenek canggah (nenek dari nenek) maka pesan itu harus dibawa orang secara turun temurun. Untuk Tuhan, pesan harus dibawa oleh orang yang disebut Nabi/Rasul. Jadi kuncinya adalah bagaimana kita memastikan bahwa Sang Pembawa Pesan itu benar-benar nabi, atau dapat otoritas dari Tuhan. Untungnya itu hal yang bisa dipikirkan secara rasional, bukan dogmatis.
Dan kemungkinannya tentang dari mana asal Al-Quran cuma 3 :
1). Qur’an itu karya jenius muhammad sendiri — tapi aneh karena beliau juga mengucapkan hadits, dan gaya bahasa beda, lagi pula beliau ini ummi, orang yang tidak bisa membaca dan menulis, apalagi penyair.
2). Qur’an itu plagiat atau dibuatkan orang lain — tapi siapa? ZAMAN Nabi tidak terbukti seorangpun. Para penyair yang terkenal saat itu pun tidak berhasil mengitimasi, sekali hanya surat pendek spt al-Asr.
3). Qur’an itu memang wahyu spt yang dinyatakan Muhammad, dan itu berarti dia utusan Tuhan.
Dari semua kemungkinan itu, hanya opsi ketiga yang rasional. Karena itulah syahadat itu serangkai : membenarkan kebenaran Allah yang esa (tidak ada Tuhan selain Allah), dan membenarkan kerasulan Muhammad dengan bukti mukjizat kitab al-Qur’an.
Semua Rasional, tidak dogmatis
Setelah mengimani Allah, Muhammad dan Al-Qur’an, maka selanjutnya kita menjadikan al-Qur’an dan ucapan/tindakan Nabi sebagai Referensi. Disini, peran Akal tidak lagi untuk menimbang tetapi hanya untuk memahami. Kalau al-Qur’an mengatakan bahwa Allah memiliki banyak malaikat yang itu kita imani juga. Meskipun Malaikat dan surga mustahil kita deteksi dengan indera kita.
Mestinya Ramadhan Adalah untuk mengubah Referensi kita. Tak salah bulan Ramadhan disebut juga bulan Al-Qur’an. Mudah-mudahan, mulai Hari-4 Ramadhan, kita sudah bisa mengubah REFERENSI kita, agar Allah mengubah nasib kita.