Berjihadlah Meski Berat!

Oleh. Lilik Yani

Teringat sabda Rasulullah:

“Jihad yang paling besar adalah jihad melawan hawa nafsu dalam diri. Namun, betapa banyak umat Islam hari ini menjadi budak hawa nafsunya sendiri yang kemudian menjerumuskannya ke dalam kebencian dan kenistaan.”

Ketika Allah memerintahkan menjalankan ibadah, sebenarnya untuk kebaikan diri kita. Itu bentuk cinta Allah kepada kita agar kita mendapat pahala, bekal menghadapi kehidupan akhirat, bukan untuk Allah. Allah itu tak membutuhkan kita. Jika seluruh umat di dunia tak ada yang menyembah Allah, tak akan mengurangi kekuasaan Allah.

Maka dari itu, lakukan perintah Allah dengan bahagia karena hakikatnya untuk kebahagiaan kita. Allah ingin kita selamat dunia akhirat, punya cukup bekal saat hari hisab datang. Kita jalankan perintah Allah dengan segera dan sebaik-baiknya agar Allah suka dan ridha pada kita. Sungguh hanya ridha Allah yang sangat kita dambakan.

Saat diperintah Allah, jangan berpikir beratnya, tapi ini perintah sudah diukur kekuatan kita. Allah tak pernah menzalimi hamba-Nya. Misalnya perintah puasa, menahan makan minum dan segala yamg dilarang dari waktu Subuh hingga waktu Maghrib. Di Indonesia sekitar 14 jam, di daerah yang siangnya lebih lama, maka waktu puasa akan panjang. Apakah Allah hendak menzalimi kita? Tentu tidak. Allah hanya menghendaki kebaikan buat hamba-Nya.

Begitulah Arini bercerita tentang kajian pagi yang diikutinya di masjid dekat rumah. Ardy bisa menerima kalau itu perintah puasa, shalat, juga rukun Islam lainnya, namun tidak dengan perintah jihad. Maka, dia memperjelas pada kakaknya.

“Mbak Arini, kalau perintah jihad, apakah buat semuanya?” tanya Ardy kurang paham.

Perintah jihad banyak orang yang menolak. Apakah karena berat, panas, tak mau membunuh, jadilah kebanyakan mencari aman. Jihad yang bermakna perang harus dalam komando pemimpin negara, bukan karena jihad pribadi tanpa aturan. Bisa-bisa hanya karena ada dorongan hawa nafsu atau emosional.

Perintah jihad yang dikomando negara harus dilakukan baik dengan terpaksa atau tidak. Karena, jihad yang dijalankan dengan landasan iman yang ada hanya kebaikan semata. Menang atau syahid. Itulah hadiah dari Allah buat orang yang menjalankan perintah karena iman.

“Apakah bisa dipahami, Dik? Jika kurang jelas, Kakak jelaskan dengan membuka tafsirnya, ya. Kebetulan hari ini Kakak sampai juz 10 surat At-Taubah. Bisa diibuka mushafnya, Dik.”

QS. At-Taubah: 41

اِنْفِرُوۡا خِفَافًا وَّثِقَالًا وَّجَاهِدُوۡا بِاَمۡوَالِكُمۡ وَاَنۡفُسِكُمۡ فِىۡ سَبِيۡلِ اللّٰهِ‌ ؕ ذٰ لِكُمۡ خَيۡرٌ لَّـكُمۡ اِنۡ كُنۡتُمۡ تَعۡلَمُوۡنَ

Infiruu khifaafanw wa siqoolanw wa jaahiduu bi amwaalikum wa anfusikum fii sabiilil laah; zaalikum khairul lakum in kuntum ta’lamuun.

“Berangkatlah kamu baik dengan rasa ringan maupun dengan rasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan jiwamu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”

Setelah Allah mengecam sekaligus mengancam mereka yang enggan berperang, serta menegaskan bahwa Allah akan senantiasa menolong orang-orang mukmin, maka ayat ini menguatkan perintah berperang yang semata-mata demi kemaslahatan.

“Berangkatlah kamu ke medan perang dengan penuh semangat, baik dengan rasa ringan maupun dengan rasa berat, kondisi kuat atau lemah, kondisi longgar maupun sempit, masing-masing sesuai dengan kadar kemampuannya, dan berjihadlah dengan harta dan jiwamu di jalan Allah.

Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui tujuan berjihad di jalan Allah itu, antara lain, terlindunginya kaum lemah, melawan kezaliman, juga menjaga jalan dakwah dari perilaku zalim musuh-musuh Islam.

Pada ayat ini diterangkan bahwa apabila keselamatan kaum Muslim terancam, berperang bukan lagi anjuran, tetapi wajib, sehingga tidak seorang Muslim pun yang dibenarkan untuk tidak ikut dalam ekspedisi itu.

Setiap orang yang sehat, dewasa, kaya, dan miskin wajib tampil ke medan juang untuk membela Islam dan menegakkan kebenaran. Hanya orang-orang uzur yang dibenarkan syara tidak diwajibkan, seperti terlalu tua, lemah fisik, cacat, tak berdaya, sakit keras, dan lain-lain, karena mereka akan menjadi beban apabila diikutsertakan. Firman Allah SWT:

“Tidak ada dosa (karena tidak pergi berperang) atas orang yang lemah, orang yang sakit dan orang yang tidak memperoleh apa yang akan mereka infakkan, apabila mereka berlaku ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya.” (QS At-Taubah: 91)

Mereka diperintahkan berjihad, berjaga-jaga dari serangan musuh, mempertahankan tanah air, mendermakan harta dan dirinya untuk menegakkan keadilan, dan meninggikan kalimat Allah, tampil ke medan perang maupun berjihad dengan harta, dengan maksud menjunjung tinggi derajat umat dan agama, jika dilakukan dengan ikhlas akan memberi kebahagiaan di dunia dan akhirat kelak.

“Jadi jika tak bisa ikut perang fisik karena sakit, terlalu tua, maka bisa kontribusi lain ya, Kak?” tanya Ardy memperjelas.

“Betul. Karena pentingnya jihad, maka semua harap kontribusi sesuai potensi yang dimiliki. Perang perlu sarana prasarana, perang perlu makan, minum, tranportasi. Perang perlu strategi, penunjuk arah, maka silakan masing-masing bisa kontribusi sesuai potensi masing-masing,”
jelas Arini hingga Ardy paham.

“Kalau ada perang untuk menegakkan agama, menjaga kehormatan negara, insyaAllah Ardy akan ikut, Kak,” ujar Ardy.

Betul sekali, Ardy. Untuk jihad kita harus siap. Apakah dengan sukarela maupun terpaksa. Tetap harus dilakukan. Mengapa terpaksa? Bukankah menjalankan dengan terpaksa itu tak nyaman? Jika demikian, lakukan dengan senang hati saja, perintah Allah. Semoga Allah meridhai.

Wallahu a’lam bishshawwab.

Surabaya, 10 April 2022

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi