Bidadari itu Bernama Annisa Risqi Ramadhan

Oleh. Lilik Yani

Ketika anak keduaku umur 6 bulan, aku terlambat haid lagi. Lalu aku periksa sendiri urine-ku. Subhanallah, ternyata Allah hendak menitipkan janin lagi di dalam rahimku. Antara senang dan bingung, campur aduk perasaanku. Aku senang diizinkan hamil lagi, bingung karena kakaknya masih butuh perhatian juga. Hehe.

Karunia Indah Harus Disyukuri

Apa pun alasannya, kehamilan adalah karunia indah dari Allah yang harus disyukuri. Hari-hari istimewa kunikmati. Seperti hamil-hamil sebelumnya, kesukaanku makan pecel lele dengan lalap kemangi dan timun yang banyak. Rasa mual mulai bisa dihandle, sudah pengalaman dua kali hamil.

Ujian datang saat usia kehamilan jalan 6 bulan. Suami sakit, dirawat inap di RS Haji Surabaya. Badannya kuning, diagnosa dokter hepatitis, diterapi 1 bulan tidak membaik. Setelah di-USG berkali-kali, ternyata ada batu di empedunya. Karena RS Haji waktu itu belum ada sarana untuk operasi, maka suami dikirim ke RS Dr. Soetomo.

Di RS besar, dengan pasien yang sangat banyak. Aku merasa ada teman. Waktu di RS Haji, kasus suamiku termasuk asing, tidak ada teman. Setelah di Dr. Soetomo, ratusan pasien dengan kasus sama harus antre menunggu jadwal operasi.

Dalam keadaan hamil, aku harus tetap bekerja dan wira-wiri antara rumah-kantor-rumah sakit, semua harus dijalani. Kadang aku tidur di rumah, terkadang juga di rumah sakit.

Suami Sakit Berat Saat Aku Hamil 6 bulan

Proses menunggu yang lama, membutuhkan kesabaran ekstra.Kadang rasa capek dan jenuh muncul. Tapi, jika melihat banyak pasien dari berbagai daerah, bahkan banyak pula yang dari luar pulau, hingga menyadarkanku untuk tetap bersabar dan bersyukur. Aku masih bisa pulang ke rumah jika ada keperluan. Mereka untuk istirahat saja harus bayar kost kalau tidak punya famili di Surabaya.

Akhirnya jadwal operasi ditentukan, tapi sebelumnya harus persiapan dulu. Alat-alat dan obat-obat yang harus diambil di apotek harus disiapkan. Aku memerlukan energi cukup banyak buat wira-wiri persiapan itu dalam kondisi ku hamil 9 bulan, tinggal menunggu hari untuk kelahirannya. Dokter dan perawat sering kasihan melihatku. Hehe.

Jangan Lahir Sebelum Suami Operasi

Doa yang selalu terucap setiap janin dalam rahimku bergerak dan menendang, mungkin capek karena diajak jalan terus. Dia minta istirahat sambil dibelai lembut.
“Ya Allah, jangan lahir dulu sebelum suami dioperasi. Lahirkan di tempat yang baik. Pada hari yang baik. Bisa lahir normal dan lancar. Anaknya sehat, bapaknya juga segera sehat. Aamiin.”

Hingga tibalah jadwal operasi suami. Keluarga suami banyak yang menunggu. Karena termasuk operasi besar, jadi cukup lama prosesnya. Selesai operasi dipindah ke ruang pemulihan. Menunggu sadarnya juga lama, karena obat bius yang dipakai cukup banyak.

Menunggu dalam ketegangan, perutku juga sering tegang. Kubelai perutku, saat kuraba ada tangan atau kaki yang menendang lembut. “Sabar dulu ya, Nak. Nunggu Bapak dulu. Semoga segera membaik dan bisa pindah ke kamar perawatan. Biar agak nyaman istirahat dan cepat sembuh. Aamiin.”

Waktu itu bulan Ramadan. Suasana syahdu mendengar ayat-ayat Allah dibaca di masjid dekat RS. Mushaf terjemah kecil juga siap di tas, saat luang bisa kubaca bersama janinku. Kini perut mulai terasa mulas, tapi masih jarang.

Melahirkan di RS Berbeda Suami Dirawat

Andai aku melahirkan di RS Dr. Soetomo bagaimana? Sementara semua dataku di RS Haji. Kalau tidak ada masalah dengan kesehatanku tak apa-apa, bisa melahirkan di mana saja.

Tapi karena aku ada masalah kesehatan, waktu kontrol hamil 7 bulan, dokter yang memeriksaku menemukan detak jantungku yang beda. Lalu aku dikonsulkan ke poli jantung. Ternyata ada masalah di klep jantung. Jadi harus dalam pengawasan dokter jantung juga. Aku dipesani agar tensi jangan sampai tinggi.

Maka dari itu, aku harus ke RS Haji kalau melahirkan, karena arsip dataku sudah menumpuk di sana. Karena malam itu mules masih jarang, maka aku biarkan saja, masih jaga suami di RS Soetomo.

Dalam proses perawatan, masih banyak selang yang menempel di tubuh suamiku. Alhamdulillah satu persatu dikurangi, lama-lama bisa lepas semua selang. Sehingga, suami bisa bergerak pelan-pelan. Sambil latihan duduk, kemudian latihan jalan.

Ternyata kondisi masih lemas, diperlukan infus protein. Harganya cukup mahal, sekitar 1 juta waktu itu. Tidak ada jatah dari Astek, harus beli sendiri. Karena mahal, dana belum ada. Mertua sarankan dikasih putih telur. Jadi setiap hari, suami harus konsumsi telur rebus 5 butir, lama-lama mual, saat diperiksa hasilnya belum cukup baik. Akhirnya, kami beli juga infus protein dengan pinjam uang ke pimpinan. Alhamdulillah cepat membaik reaksinya.

Suami mulai bisa jalan. Tapi masih tidak mau makan apa yang disiapkan dari rumah sakit. Jadi, aku disuruh beli keluar. Waktu itu yang disuka mie ayam. Hampir tiap hari beli mie ayam. Jatah dari RS, ganti aku yang makan. Bahkan sejak masuk RS, kalau aku di situ, aku yang makan. Kalau aku tidak datang, makanan dibuang. Suami cuma ambil buahnya. Ya, suami agak rewel soal makanan. Hehe.

Lahir Malam Nuzulul Qur’an

Tanggal 16 Ramadan, malam itu perut mulas lebih sering, mulai habis isya. Kuatir malam semakin mulas, maka aku telpon ibu mertua. Kemudian jam 21-an adik ipar datang menjemput. Setelah minta doa restu suami, adik langsung mengantarku ke RS Haji. Aku masuk diterima perawat poli kandungan. Lalu adik kusuruh pulang karena besok harus kuliah.

Malam di RS Haji dengan perut yang mulas semakin sering. Dari kamar terdengar para perawat dan bidan masih melihat TV padahal sudah larut malam. Ternyata ada peringatan Nuzulul Qur’an di masjid Istiqlal yang disiarkan seluruh televisi. Untung saja ada siaran langsung, jadi acara TV masih berlangsung sampai malam. Aku tidak kesepian.

Sesekali aku panggil bidan, kalau perutku semakin sakit. Biar diperiksa, apa sudah bertambah pembukaannya. Memang betul bertambah, tapi masih belum cukup untuk bisa melahirkan normal. Yach, kalau anak pertamaku dulu lahir dengan operasi caesar, perempuan namanya Dien Annisa (Dini). Kemudian anak kedua lahir dengan bantuan vakum, karena 3 bulan setelah operasi caesar aku hamil, padahal harusnya menunggu 2 tahun baru boleh hamil. Jadi untuk melahirkan, harus operasi atau dicoba vakum. Lahir anak laki-laki namanya Ahmad Faria (Faris).

Ini adiknya, aku berharap bisa melahirkan normal walau aku ada gangguan jantung. Bismillah … semoga bisa. Jam 3 perawat dan karyawan lain makan sahur. Jam 4 aku diperiksa belum pembukaan lengkap, mungkin habis subuh.

Setelah salat subuh, bidan memeriksaku. Alhamdulillah sudah pembukaan lengkap. Kemudian aku dipindah ke ruang VK untuk persalinan. Dibantu dokter kandungan dan perawat, akhirnya janin yang 9 bulan 10 hari berada dalam perutku lahir menatap indahnya dunia.

Alhamdulillah, tangisnya yang kencang menunjukkan dia sehat. Dokter memberitahuku, kalau anakku lahir perempuan, sama seperti hasil USG. Tunggu sebentar, dia masih dibersihkan dan ditimbang. Setelah bersih, bidadari kecilku diserahkan padaku.

Subhanallah bayi yang di dalam perutku sudah lahir. Perempuan cantik dengan berat 3,5 kg. Panjang 48 cm. Rambutnya yang lebat menarik perhatian siapa pun yang melihat. Itu karena aku tiap hari minum kacang ijo jatah bapaknya di RS yang tidak diminum.

Wah, lucu sekali. Jadi gemas melihatnya. Sayangnya suami belum bisa nengok karena masih pemulihan habis operasi di RS Soetomo. Andai bisa keluar, pasti sudah lari menemui bidadarinya yang baru lahir untuk mengadzani dan membacakan iqomah.

Tidak apa-apa, saling mendoakan saja semoga semua segera pulih sehat, bisa ketemu di rumah. Setelah lahir, aku telpon mertuaku, “Alhamdulillah, kok cepat? Baik, nanti biar adik-adik yang jenguk dan mengambil ari-arinya.” Pukul 10-an, adik datang. Mengambil ari-ari untuk ditanam setelah dibersihkan.

Hari itu tanggal 7 Februari 1996. Hari Rabu Pahing. Bertepatan dengan Nuzulul Qur’an 17 Ramadan. Subhanallah doaku terkabul. Lahir pada hari yang baik, tanggal 17 Ramadhan. Hari turunnya Al Qur’an. Di tempat yang baik, RS Haji. Setelah bapaknya operasi dan kondisi membaik. Jadi bapaknya bisa ditinggal, dititipkan perawat jaga. Alhamdulillah. Terimakasih yaa Allah atas karunia luar biasa ini.

Kuselipkan Nama Ramadan sebagai Pengingat

Bidadariku lahir di bulan Ramadan, terinspirasi nama buat bidadariku. Apa ya yang baik? Buat hadiah pertamanya. Biarlah jadi angan-angan dalam hatiku. Sambil didiskusikan sama suami kalau sudah pulang.

Tgl 8 pagi, aku telpon mertua. Kemungkinan hari itu pulang. Karena ibu dan anak sehat, maka diperbolehkan pulang. Rencana mau dijemput adik, tapi nunggu pulang kuliah sore hari. Wah, daripada menunggu lama, maka aku inisiatif cari kendaraan sendiri saja. Semula mau pakai taksi. Ternyata ditawari sewa mobil oleh pegawai RS Haji.

Alhamdulillah, serasa naik mobil pribadi. Aku pulang ke rumah mertua bersama bidadari kecilku.
Datang disambut keluarga mertua. Sudah disiapkan kamar cantik layaknya paviliun. Ada ranjang kecil untuk bidadariku. MasyaAllah.

Hari itu, rasanya aku mau membawa bidadariku ke RS Soetomo untuk menjenguk bapaknya dan memamerkan ke perawat dan dokter yang dulu sering bersamaku merawat suami sakit, tapi sama mertua tidak boleh. Karena masih bayi, takut ketularan penyakit. Jadi ya, menahan rindu untuk ketemu suami.

Syukur alhamdulillah, dapat info kalau tanggal 9 suami sudah boleh pulang. Semua administrasi diuruskan adik. Setelah beres, dengan hati gembira suami bergegas pulang bersama adik, ingin segera melihat bidadari kecilnya.

Alhamdulillah, hari yang menyenangkan. Kami bisa berkumpul kembali. Ada tambahan penghuni baru yaitu bidadari cantik berambut tebal. Syukur tiada tara.

Nama Cantik untukmu Bidadariku

Kemudian ibu dan bapak diskusikan nama buatmu. Akhirnya menemukan nama yang indah mewakili rasa syukur ibu bapak kepada Allah. Anak perempuan yang dikaruniakan Allah pada bulan Ramadan merupakan rezeki terindah setelah melalui proses ujian yang panjang.

Bidadari itu diberi nama Annisa Risqi Ramadan. Wah, manis namanya. Dipanggil Kiki. Panggilan yang khas anak-anak, unik mudah diingat. Hehe. Mertua yang sempat protes. Kok Ramadan, Mbak, seperti nama laki-laki saja. Apa tidak lebih baik Ramadania atau Ramadanti? Begitu saran Eyang putrimu. Ibu bapak kekeuh pilih Ramadan, untuk mensyukuri bulan suci, bulan penuh berkah, bulan turunnya Al-Qur’an.

Jadilah nama bidadari itu Annisa Risqi Ramadan

Siapa dia? Bidadari itu sekarang menjadi asisten ibunya mengurusi komunitas SSCQ. Namanya memang tak terpasang di daftar komunitas. Ia cukup puas aktif di belakang layar. Namun saat harus membagikan hadiah buat penakluk challenge, pemenang Quiz, Pesan Kesan, juga challenge lain …. Maka, dialah yang antusias mengurus dan membagikannya.

Barakallah fiik, bidadari salihahku. Semoga sehat, semangat, tetap istikamah di jalan ketaatan. Ibu bangga padamu. Ibu sangat bersyukur memilikimu. Semoga rida Allah mengiringi setiap helaan napasmu. Aamiin.

Surabaya, 7 April 2022

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi