Oleh: Arief B. Iskandar
(Khadim Ma’had Wakaf Darun Nahdhah al-Islamiyah Bogor)
IMAM SYAFI’I rahimahulLaah adalah ulama besar. Mujtahid mutlak. Imam Ahlus Sunnah wal Jamaah terkemuka. Cukuplah kebesaran sosok Imam Syafi’i terwakili oleh komentar Imam Ahmad bin Hanbal, salah seorang murid terkemuka beliau. Kata Imam Ahmad, “Imam Syafi’i itu seperti matahari bagi dunia dan seperti keselamatan bagi manusia.” (Adz-Dzahabi, Târikh al-Islâm, XIV/312).
Kebesaran Imam Syafii bukan saja karena keilmuannya, tetapi juga karena kepribadiannya yang luhur. Tentang ini, Thasy Kubri bertutur di dalam Kitab Miftâh as-Sa’âdah, “Para ulama ahli fikih, ushul, hadis, bahasa, nahwu dan disiplin ilmu lainnya sepakat bahwa Imam Syafi’i memiliki sifat amanah (dipercaya), ‘adalah (memiliki kredibilitas agama dan moral), zuhud, wara’, takwa, dermawan, perilakunya baik dan derajatnya tinggi.”
Imam Syafi’i juga seorang ulama ahli ibadah. Beliau biasa membagi waktu malamnya menjadi tiga: sepertiga untuk ilmu dan menulis; sepertiga untuk shalat malam; dan sepertiganya untuk istirahat.
Selain menunaikan shalat malam setiap malam, beliau juga sangat rajin membaca al-Quran. Beliau biasa mengkhatamkan bacaan al-Quran setiap hari. Artinya, dalam sebulan bisa 29-30 kali khatam al-Quran. Apalagi selama Ramadhan. Sebagaimana disebutkan oleh muridnya, Rabi’ bin Sulaiman, “Imam Syafi’i biasa mengkhatamkan al-Quran selama Ramadhan sebanyak kira-kira 60 kali (artinya sehari rata-rata 2 kali khatam).” Menurut Ibnu Abi Hatim, khataman al-Quran tersebut biasa sering beliau lakukan di dalam shalat-shalat beliau (Adz-Dzahabi, Siyar A’lam an-Nubalaa’, 10/36).
Meski dikenal keilmuan, ketakwaan, kewaraan dan kezuhudannya, juga ibadah dan kedermawanannya, Imam Syafi’i tetap merasa rendah dan hina di hadapan Allah SWT. Karena itu beliau sering mengkhawatirkan nasibnya di akhirat kelak. Karena itu pula beliau pun senantiasa banyak bertobat dan memohon ampunan kepada Allah SWT (Lihat: Ibnu al-Jauzi, Shifât ash-Shafwah, III/146).
Semoga kita bisa meneladani Imam Syafi’i rahimahulLaah. Aamiin.
Wa mâ tawfîqî illâ bilLâh. [050422]
—*—
Hikmah Ramadhan:
قلى إبن رجب:
من لم يربح في هذا الشهر (رمضان) ففي أي وقت يربح؟
(إبن رجب، لطائف المعارف، 281)
Ibnu Rajab rahimahulLaah berkata: “Siapa saja yang tidak berusaha keras meraih keberuntungan (dengan meraih sebanyak-banyaknya pahala, pen.) pada bulan (Ramadhan) ini, lalu kapan lagi dia punya waktu (kesempatan) untuk mendapatkan keberuntungan?
(Ibnu Rajab, Lathaa’if al-Ma’aarif, hlm. 281). []