Imam Ath-Thabari

Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir Abu Ja’far ath-Thabari. Ath-Thabari dinisbatkan pada daerah kelahirannya, Thabaristan, yang masuk wilayah Persia (Iran, sekarang). Ia lahir pada awal tahun 225 H.

Imam ath-Thabari dikenal dengan sebutan kunyah Abu Ja’far. Padahal para ahli sejarah telah mencatat bahwa karena kesibukannya yang luar biasa dalam mencari ilmu, mengajar, berdakwah, menulis kitab dan melayani umat, Imam ath-Thabari sampai masa akhir hayatnya tidak sempat menikah.

Kecerdasan dan kecintaan ath-Thabari pada ilmu sudah kelihatan sejak ia kecil. Ia sudah hapal al-Quran ketika usia 7 tahun. Pada usia 9 tahun ia sudah menulis puluhan ribu hadis.

Imam ath-Thabari berasal dari keluarga sederhana, bahkan termasuk miskin. Namun demikian, kemiskinan tak lantas melunturkan semangat Imam  ath-Thabari dalam mencari ilmu. Apalagi ayahnya sangat mementingkan pendidikan dirinya.

Karena berasal dari keluarga miskin, Imam ath-Thabari pernah kelaparan selama pengembaraan ilmiahnya di Mesir. Untuk menyambung hidupnya, ia terpaksa menjual pakaiannya (Adz-Dzahabi, Tadzkirah al-Huffâzh, 2/713).

Sebagaimana para ulama dulu, Imam ath-Thabari banyak melakukan perjalanan dalam mencari ilmu ke banyak ulama di berbagai negeri. Ia mengembara ke Baghdad, Bashrah, Kufah, Mesir, Beirut, Damaskus, dll. Ia akhirnya menetap di Baghdad sebagai persinggahan terakhir untuk mencurahkan seluruh aktivitas ilmiahnya hingga beliau wafat.

Imam ath-Thabari adalah ulama multitalenta. Ia menguasai ilmu qirâ’ah, ulumul Quran, tafsir, hadis, ushuluddin, fikih, sejarah, linguistik, syair dan ‘arudh (kesusateraan), debat, logika (mantiq), alJabar, bahkan ilmu kedokteran. Tidak aneh jika banyak gelar disematkan kepada Imam ath-Thabari. Al-Khathib al-Baghdadi (w.463H) menyatakan, “Ath-Thabari adalah seorang ulama paling terkemuka yang pernyataannya sangat diperhitungkan dan pendapatnya pantas menjadi rujukan karena keluasan pengetahuan dan kelebihannya. Ia menguasai berbagai disiplin ilmu yang sulit ditandingi oleh siapapun pada zamannya.” (Al-Bahgdadi, Târîkh Baghdad, 11/163.

Hal senada dinyatakan oleh Imam adz-Dzahabi (Siyar A’lam an-Nubalâ, 24/269-270) dan Ibnu Katsir (Al-Bidâyah wa an-Nihâyah, 11/127).

Pengakuan terhadap otoritas keilmuan Imam ath-Thabari juga datang dari Ibn al-Atsir (w.630H), Imam an-Nawawi (w.676 H), Ibn Taimiyah (w.728 H), adz-Dzahabi (w.748 H), Ibn Hajar al-‘Asqalani (w.852 H), as-Suyuthi (w.911 H) dan lain-lain.

Salah satu keistimewaan Imam ath-Thabari adalah konsistensinya dalam menulis. Terkait ini Al-Khatib al-Baghdadi berkata: Aku pernah mendengar Ali bin Ubaidillah bercerita, “Sungguh Muhammad bin Jarir (Imam ath-Thabari, red.) selama 40 tahun, setiap harinya menulis 40 halaman (Adz-Dzahabi, Siyar A’lam an-Nubalâ’, 11/294).

Itu berarti, selama 40 tahun ia menulis tidak kurang dari 548.000 halaman!

Karena itu wajar jika ia menghasilkan banyak karya tulis. Sayang, mayoritas karya beliau hilang dan tidak sampai kepada kaum Muslim kecuali hanya sedikit. Di antara hasil karyanya: Adâb al-Qadha’ (Al-Hukkâm), Adab al-Manâsik, Adab an-Nufûs, Syarâ’i’ al-Islâm, Ikhtilâf al-‘Ulamâ’, Al-Basîth, Târîkh al-Umam wa al-Mulûk, Târîkh ar-Rijâl min ash-Shahâbah wa at-Tâbi’în, At-Tabshîr, Tahdzîb Atsar, dll (Ibnu Jarir, Jâmi al-Bayân, hlm. 13).

Selain banyaknya bidang keilmuan yang dikuasai, bobot karya-karya  ath-Thabari sangat dikagumi oleh para ulama dan peneliti. Al-Hasan bin Ali al-Ahwazi menyatakan, “Dalam semua bidang ilmu, Imam ath-Thabari melahirkan karya bernilai tinggi yang mengungguli karya para penulis lain.”(Muqaddimah Târîkh ath-Thabari, 1/5-6).

Khusus terkait kitab tafsirnya, Imam an-Nawawi dalam At-Tahdzîb  berkomentar, “Kitab Ibnu Jarir dalam bidang tafsir adalah kitab yang belum pernah disusun oleh seorang pun yang menyamainya.” (Manna’ al-Qaththan, Mabâhist fî ‘Ulûm al-Qur’ân, hlm. 386).

Dalam redaksi lain dinyatakan oleh Imam an-Nawawi, “Umat Islam sepakat bahwa tidak ada seorang pun yang menulis tafsir sekaliber Tafsîr ath-Thabari.” (Az-Zarkasyi, Al-Itqân, 2/190).

Hal senada dinyatakan oleh Imam as-Suyuthi yang telah meneliti thabaqah mufassir sejak awal kemunculan ilmu ini. Ketika sampai pada Abu Jafar, Imam as-Suyuthi menempatkan beliau pada thabaqah (tingkatan) yang pertama (Az-Zarkasyi, Al-Itqân, 2/190).

Syaikh Ibnu Taimiyah juga menyatakan hal senada, “Terkait kitab-kitab tafsir yang ada di tangan manusia, yang paling baik adalah tafsir karya Ibnu Jarir ath-Thabari.” (Ibnu Taimiyah, Majmû’ al-Fatawâ, 2/192).

Sebagaimana kebanyakan ulama terdahulu, selain keilmuannya yang luas dan mendalam, Imam ath-Thabari memiliki kepribadian dan akhlak yang terpuji. Salah satu sifat beliau yang sangat menonjol adalah kezuhudannya.

Kemiskinan tidak menjadikan Imam ath-Thabari berambisi terhadap harta. Padahal kesempatan untuk hidup bergelimang harta kerap menghampiri dirinya. Namun demikian, gaya hidup sederhana dan bersahaja tetap menjadi ciri khasnya hingga akhir hayatnya. Terkait ini, seorang pejabat negara bernama al-Khaqani, misalnya, pernah menawarkan jabatan Hakim Khilafah Abbassiyah kepada dirinya dengan gaji yang tinggi. Namun demikian, tawaran itu ia tolak secara halus.

Imam ath-Thabari juga menolak secara halus hadiah uang 1000 dinar (sekitar Rp 2 miliar) dari seorang pejabat negara bernama Abbas bin Hasan atas bukunya yang ia tulis, Al-Khafîf.

Di lain waktu, karena sebuah karya beliau yang begitu bagus, seseorang menghadiahi ath-Thabari uang sebesar 3000 dinar (lebih dari Rp 6 miliar). Dengan sopan hadiah itu pun ditolak oleh Imam ath-Thabari, “Aku tidak bisa membalas hadiah sebesar itu dengan yang lebih baik.”

Mengapa Imam ath-Thabari banyak menolak pemberian orang lain? Ternyata ia memang tidak mau menerima hadiah dari siapa pun, kecuali ia mampu membalas si pemberi hadiah tersebut dengan yang senilai atau lebih.

Imam ath-Thabari wafat pada tanggal 26 Ramadhan tahun 310 H/923 M di Baghdad. Allah SWT memanggil ulama terkemuka nan zuhud ini pada usia 85 tahun. [Arief B. Iskandar]

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi