DONI RIWAYANTO YANG RADIKAL!


Oleh: Pay Jarot Sujarwo

Aku mengenalnya dari kelompok para seniman muslim yang punya komitmen untuk berkarya untuk peradaban Islam. Namanya Doni Riwayanto. Jawa tulen. Sebagaian orang memanggilnya Wayan dari potongan kata Ri-wayan-to. Entah supaya kenapa, aku tidak tau. Yang aku tau, Doni aka Wayan ini adalah musisi. Kudengar beberapa lagu gubahannya, dahsyat. Mendengar lagunya membangkitkan semangat untuk ikut bergabung bersama jamaah yang tak lelah berjuang untuk kejayaan Islam. ini luar biasa.

Belum lama, organisasi tempat Wayan belajar Islam dibubarkan oleh negara. Atau lebih tepatnya dicabut Badan Hukumnya. Negara beralasan bahwa organisasi ini tidak memiliki kontribusi positif bagi pembangunan. Organisasi ini juga dianggap sebagai Radikal. Organisasi yang radikal tentu saja memiliki anggota-anggota yang radikal. Berbahaya.

Benarkah yang radikal itu berbahaya? Kata radikal berasal dari kata radix, bahasa latin yang artinya akar. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ada tiga arti radikal; 1. Secara mendasar (sampai kepada hal yang prinsip), 2. Amat keras menuntut perubahan (ini dikaitkan dengan pengertian politik), 3. Maju dalam berpikir dan bertindak.

Tak ada tanda bahaya kalau kita lihat dari definisi menurut kamus. Tapi pemerintah bekerja tidak berdasarkan kamus. Tak masalah bertentangan dengan kamus, pokoknya opini umum sudah terbentuk bahwa yang namanya radikal itu berbahaya. Harus diperangi. Harus dihabisi.

Awam pun ramai-ramai setuju bahwa radikal itu bahaya. Jangan dekat-dekat dengan orang yang ikut organisasi radikal. Sebab dia bahaya. Bahaya. Bahaya. Bahaya. Bahaya. Terus kata ‘bahaya’ ini diulang-ulang sehingga tertanam dalam di kepala awam.
Mari kita kembali ke Wayan. Meski belum lama kenal, namun intensitas komunikasi yang kami bangun di group whatsApp membuat kami menjadi begitu akrab. Apalagi kami sama-sama muslim. Bukankah sesama muslim bersaudara? Dari keakraban inilah aku kemudian mengetahui, bahwa Wayan punya masa lalu yang buruk. Bisa buruk perangai, bisa pula buruk rupa.

Sebagai musisi, Wayan memiliki warna musik yang keras. Apalagi musisi zaman dulu. Kalau belum gondrong belum musisi. Di atas panggung, rupa-rupa make up tak boleh dikesampingkan. Performance bermusik juga harus seimbang dengan performance rupa. Jika musiknya keras, rupa-nya harus keras. Jika musiknya ‘gak jelas’, rupa-nya harus ‘gak jelas’. Jika musiknya buruk, maka rupa musisinya juga buruk.

Begitulah Wayan di masa lalu. Syariat Allah, di masa buruk rupa itu, tentu saja bukan prioritas. Bahkan bisa jadi tidak masuk dalam list untuk dikerjakan. Boro-boro mau berjuang untuk menerapkan syariat bersama para pejuang lain, menerapkan syariat untuk diri pribadi saja mungkin tidak. Ya, dulu. Sebelum masuk dalam organisasi radikal, Wayan adalah orang yang tidak peduli dengan syariat. Aku ulangi, bisa jadi orang ini berperangai buruk, juga ber-rupa buruk, meskipun buruk rupa itu hanya make up karena kebutuhan panggung.

Di organisasi yang oleh negara dituduh sebagai radikal ini bukan Wayan seorang yang telah berubah total, baik fisik maupun pemikiran. Di dunia musik, siapapun kenal dengan Hari Moekti, rocker yang pernah mengaku diri sebagai setan. Kerjaannya teriak-teriak di atas panggung. Menghipnotis orang-orang untuk jingkrak-jingkrak tidak karuan.

Sekarang Hari Moekti sudah bergabung dengan organisasi radikal yang telah dibubarkan negara itu. Dia masih bermusik, namun sungguh, musik-musiknya hari ini adalah musik-musik yang membangkitkan ghirah keislaman. Organisasi ini telah mengubah Hari Moekti menjadi radikal pula. Taat pada syariat tanpa tapi dan nanti.

Tidak sedikit orang seperti Wayan dan Hari Moekti yang menyadari bahwa apa yang telah diperbuat di masa lalunya adalah kesalahan fatal. Mereka menyadari, bahwa setelah hidup yang sekarang ini, akan ada kehidupan lagi di dunia yang lain, nanti. Dalam kehidupan itu, seluruh perbuatan di dunia ini akan diminta pertanggungjawaban. Jika tetap berperilaku buruk selama hidup di dunia ini, maka akan mendapat perlakukan buruk juga dari Allah yang maha segala. Neraka menanti. Siksaannya teramat pedih. Bisa jadi, selama-lamanya.

Wayan, Hari Moekti dan ratusan ribu atau bahkan jutaan orang lain di negara ini sangat menyadari, betapa organisasi radikal ini telah menyelamatkan hidupnya. Meski pun kita tak pernah tau akan berada di surga atau neraka nantinya, namun setidaknya jalan untuk menuju surga sudah dipelajari. Mengakar. Radix. Radikal.

Organisasi tempat Wayan belajar Islam mulai dari akar hingga daun sudah dibubarkan oleh negara. Tetapi semangat juang Wayan dan juga jutaan manusia lainnya tentu saja tidak serta merta hilang. Malah sebaliknya. Mereka semakin tangguh. Bukankah sejak zaman Namrud, Firaun, Abu Jahal, kezaliman penguasa sudah ada? Lalu kenapa hari ini kita menjadi takut dengan penguasa yang zalim? Tidak. Sama sekali tidak.
Yang diharapkan Wayan hanya surga, makanya dia perlu untuk menjadi radikal. Toh sekarang, dengan menjadi radikal, rupa-nya sudah tidak buruk lagi.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi