Seri Transformasional Leadership:
Belajar Dari Muhammad Al Fatih, Achieving The Impossibl
Sungguh, pembebasan Konstantinopel telah menjadi kerinduan dan impian kaum muslim, khususnya di era Utsmani hingga sampailah masa itu di tangan pemimpin muda belia, Muhammad Al Fatih. Maka, bercermin dari pengalaman para pendahulunya, sejumlah persiapan dirancang matang. Sultan Muhammad Al Fatih sesaat setelah dibaiat menjadi Khalifah Utsmaniyah pada tanggal 5 Muharam 855 H / 7 Febuari 1451 M segera menemui Gurunya, Syeikh Aaq Syamsuddin untuk persiapan pembebasan Konstantinopel.
Keberadaan Guru sangatlah penting bagi Pemimpin Islam, Guys!
Masya Allah, tabarakallah. Sejak kecil, Al Fatih selalu dikelilingi ulama-ulama terbaik di zamannya! Beragam disiplin ilmu: Ulumul Qur’an, Tsaqofah Islam, Fiqh, hingga ilmu-ilmu ‘bumi’ seperti bahasa, astronomi, matematika, kimia, fisika diserapnya. Termasuk ilmu tentang militer dan perang! Semua dilahap dengan sempurna. Nutrisi penuh gizi bagi para calon pemimpin umat.
Ya, Sultan Murad, sang ayah memang mencarikan dan menugaskan ulama terbaik di zamannya untuk tugas istimewa itu. Adalah Syaikh Ahmad Al Kurani dan Syekh Aaq Syamsuddin. Dua ulama istimewa di zamannya. Sesungguhnya, banyak lagi ulama istimewa yang ada saat itu, namun qodarullah, Beliau berdualah yang mendapat kesempatan istimewa ini.
Siapa Syekh Ahmad Al Kurani? Imam Suyuti menggambarkan, sesungguhnya ia adalah seorang berilmu lagi faqih. Para ulama pada zamannya telah menjadi saksi atas kelebihan serta konsistensi beliau. Beliau melampaui rekan-rekannya dalam ilmu ma’qul dan manqul. Mahir dalam nahwu, ma’ani dan bayan, serta fiqh. Juga masyhur dengan berbagai keutamaan.
Lantas siapa Syekh Aaq Syamsuddin? Beliau ulama besar yang nasabnya tersambung kepada Sahabat Abu Bakar Ash Shiddiq. Beliau juga seorang polymath sebagaimana kebanyakan ulama pada zamannya. Telah menjadi hafidz Qur’an di usia 7 tahun. Sangat ahli dalam ilmu-ilmu biologi, kedokteran, astronomi, dan pengobatan herbal. Belakangan, ilmu astronominya sangat berperan menjadi pertimbangan kapan waktu yang tepat untuk membebaskan Konstantinopel! Apa itu polymath? Polymath itu sosok yang menguasai keahlian lebih dari satu bidang ilmu, begitulah peradaban Islam selalu melahirkan sosok-sosok istimewa di sepanjang sejarahnya. Allahu Akbar!
Masya Allah tabarakallah, sungguh beruntung siapa saja yang mendapat kesempatan menimba ilmu langsung dari beliau berdua!
Intensitas pembelajaran, konsistensi pendampingan, ketaatan penuh pada syariat yang berpadu pada keteladanan dan keluasan serta kedalaman ilmu, bi idznillah wa bi nashrillah, telah membentuk karakter Al Fatih muda sebagai pemimpin transformasional sejati, pemimpin anshorullah. Keduanya telah berperan sebagai guru, coach, mentor, supervisor dan juga sahabat yang terus mendampingi. Dan, yang paling mengesankan adalah, keduanya, terutama Syekh Aaq Syamsuddin terus menerus tak kenal jemu mengingatkan Al Fatih tentang mimpi besar pembebasan Konstantinopel, sekaligus peta jalan mewujudkannya! Terus memberikan afirmasi positif penuh keyakinan bahwa Al Fatih-lah ahlu bisyarah itu! Agar Al Fatih muda layak memenuhi kriteria pemimpin terbaik sesuai arahan Nabi saw., keduanya menjaga agar Al Fatih selalu di jalan ketaatan. Untuk itu, keduanya tak segan menegur keras Al Fatih muda ketika didapati melanggar syariah Allah. Benar-benar mendidik penuh totalitas!
Di bawah didikan kedua ulama besar itu, sejarah kepemimpinan masa lalu yang penuh kegemilangan, sejak Rasulullah saw. beserta seluruh warisannya kepemimpinannya, para Khulafaur Rasyidin, Harun Al Rasyid, Shalahuddin Al Ayubi hingga leluhur Usmani menjadi literasi wajib baginya. Begitulah, lengkap sudah pendidikan karakter, skill dan literasi, semua dilahap habis.
Singkat cerita, Al Fatih muda yang memang sudah sadar sejak mula, ikhlas membuka diri untuk dididik akhirnya mengalami proses candradimuka yang luar biasa. Hasilnya, dalam umur kurang dari 17 tahun, 4 tahun sebelum menaklukkan Konstantinopel, Al Fatih sudah menguasai 8 bahasa, sejarah, geografi, syair dan puisi, seni, dan banyak ilmu teknik terapan serta keahlian di bidang militer dan perang! Biah sholihah sholat tahajjud, dhuha, shaum sunnah, tadarus tak pernah ditinggalkannya, bahkan hingga Beliau dipanggil pulang oleh Rabbnya. Masya Allah tabarakallah.
Meminjam kalimat sarat makna dari Syekh Prof. Dr. Umar As Sufyani, apa yang diperoleh Al Fatih, tak lepas dari sikapnya yang memuliakan guru-gurunya, ‘Jika seorang murid berakhlak buruk kepada gurunya, maka akan menimbulkan dampak yang buruk pula, (yakni) hilangnya berkah dari ilmu yang didapat, tidak dapat mengamalkan ilmunya atau tidak dapat menyebarkan ilmunya.’ Muliakan Gurumu Agar Berkah Ilmumu ! Inilah kunci rahasia pertama yang membuka istana ilmu yang sedemikian luas dan megah bagi pembentukan sosok Al Fatih muda.
Maka benar sekali, ada guru istimewa di balik murid istimewa !
Hikmah Bakal Aksi:
Memimpin itu Harus Dengan Adab Sehingga Bisa Memberi Keteladanan dan Membawa Rakyatnya Bangkit Meraih Kemuliaannya!
“Adab itu mencerminkan akal. Siapa yang tidak beradab, maka seperti orang yang tidak berakal [atau minimal, akalnya tidak sempurna]. Siapa yang akalnya tidak sempurna [bahkan tidak berakal], maka tidak berhak mengurus urusan [umat]. Siapa yang tidak berhak mengurus urusan [umat], maka tak layak mempunyai kekuasaan. Siapa saja yang bagus dalam mengurus urusan [umat], maka kepemimpinannya akan langgeng. Adab itu merupakan penjaga kekuasaan. Karena, ia bisa mencegah mereka melakukan kezaliman, dan mengembalikan mereka bersikap bijak. Maka, camkan: Masyarakat tidak layak [mengalami kekacauan], tanpa kepemimpinan bagi mereka. Begitu juga, tak pernah ada kepemimpinan, ketika orang-orang bodoh di antara mereka yang memimpin.“
Nasihat Imam As-Syirazi Kepada Shalahuddin Al Ayyubi. Nasihat yang masih sangat relevan untuk kita dan siapa saja yang telah berazzam menjadi pemimpin transformasional, pemimpin anshorullah!
Pak Kar. 7.3.2023
Untuk Sahzade Ali