#24 Pengambilan Keputusan yang Jitu

Seri Transformasional Leadership
Belajar dari Muhammad Al Fatih, Achieving the Impossible

Sungguh, tak ada habisnya mengulik banyak pelajaran dari sosok legenda yang satu ini. Legenda fenomenal “achieving the impossible.” Baiklah, kali ini kita dalami tentang pengambilan keputusan. Waktunya tidaklah lama. Dari mulai persiapan hingga pelaksanaan operasi pembebasan. Kalau dihitung, kurang lebih, satu tahun efektif dengan situasi dan kondisi teknologi yang belum secanggih sekarang. Namun, semua sudah direncanakan dengan sangat matang oleh Al Fatih.

Hasilnya, selalu dan selalu karena idznullah dan nashrullah, lahir beragam terobosan yang luar biasa dan sejarah menyaksikan manajemen ‘proyek’ terobosan yang cepat, efektif dan efisien. Masyaallah tabarakallah. Allahumma sholli ala Muhammad.

Di sinilah, kadang kita terlupa, ternyata ada kunci lain yang diperlukan agar semua itu bisa berlangsung efektif dan efisien. Kunci ini diperlukan untuk menghubungkan semua persiapan yang sudah dilakukan dengan implementasi semua yang sudah dipersiapkan itu. Kunci ini bahkan sudah harus digunakan untuk melakukan persiapan, memilih sejumlah opsi keputusan, menetapkan opsi keputusan hingga akhirnya mengeksekusi keputusan itu dengan segala konsekuensi risikonya. Nah, kunci yang satu ini dinamakan sebagai pengambilan keputusan atau decision making. Kunci ini tampak betul sangat dikuasai oleh Al Fatih!

Ringkasnya, pengambilan keputusan dalam Islam dibedakan sesuai dengan tipe permasalahan yang dihadapi, yaitu (1) dalam masalah tasyri’ (hukum), (2) dalam masalah yang membutuhkan keahlian atau pemikiran yang mendalam (faniyah), dan (3) dalam masalah yang tidak membutuhkan keahlian dan dapat dimengerti oleh banyak pihak.

Dalam masalah tasyri’, keputusan diambil sesuai apa kata syariat. Semua mesti terikat pada syariat. Dalam perjanjian Hudaibiyah, misalnya, Rasulullah saw. sama sekali tidak mendengarkan keberatan para sahabat. Syariat telah mengatur, perjanjian dengan musuh sekalipun harus ditaati. Demikian pula, ketika ditanyakan kepadanya dalam banyak perkara (hukum), Rasulullah saw. menunggu wahyu untuk menjawabnya, bukan dengan musyawarah. Bila syariat telah menetapkan hukum suatu perkara, maka rakyat dengan suara mayoritas sekalipun, baik musyawarah maupun suara terbanyak, tidak dapat mengubahnya. Zina, khamr, dan judi sekalipun akan tampak menguntungkan dalam dunia bisnis, hukumnya selamanya tetap haram. Demikian pula dengan puasa, salat dan haji, itu semua adalah kewajiban.

Contoh kekinian lainnya, begitu juga, dalam sebuah perusahaan, tidak perlu ada diskusi tentang perlu atau boleh tidaknya karyawan melaksanakan salat Jum’at, karyawati mengenakan jilbab saat bekerja, serta pengajian bagi karyawan. Juga tidak perlu berlangsung diskusi tentang perlu tidaknya bisnis minuman keras dan sejumlah perkara lain yang telah jelas status hukumnya di mata syariat.

Dalam masalah yang memerlukan keahlian/pemikiran (faniyah), pengambilan keputusan dilakukan dengan cara mengambil pendapat yang paling benar/tepat (ahli). Dalam menentukan lokasi pasukan perang, dalam peristiwa perang Badar misalnya, Rasulullah saw. pernah mengambil pendapat Khabab bin Mundzir yang menyarankan Rasulullah saw. untuk memindahkan pasukan ke tempat yang lebih mudah memperoleh air. Rasulullah saw. menerima saran Khabab karena dinilai paling tepat karena ia dikenal sebagai orang yang sangat paham wilayah itu, tanpa melihat pendapat mayoritas. Begitu juga ketika terjadi peristiwa Perang Khandaq atau Perang Ahzab. Umat Islam di Madinah saat itu tengah menghadapi gempuran dari berbagai kabilah dari sekitar Madinah yang dipelopori oleh kabilah Yahudi. Untuk menghambat gerak laju mereka, Rasulullah saw. mengambil keputusan sesuai dengan saran Salman Al Farisi yaitu dengan cara membuat parit raksasa di sekeliling Madinah.

Dalam konteks kekinian, hal ini juga berlaku dalam banyak perkara lain, seperti teknik pembuatan jalan, rekayasa organisasi, kedokteran, dan tentu saja teknik-teknik peningkatan produktivitas, pemasaran dan peningkatan profit dalam dunia bisnis. Ini semua, setelah status hukumnya di mata syariat dinyatakan clear, tidak bermasalah alias mubah atau bahkan sunnah hingga wajib. Pemanfaatan keahlian akan meningkatkan kinerja, efektivitas, dan efisiensi amal yang dilakukan.

Terakhir, pengambilan keputusan dalam masalah yang tidak membutuhkan keahlian atau dapat dimengerti oleh banyak pihak. Dalam masalah yang tidak membutuhkan keahlian ini, yakni di luar kedua masalah di atas, keputusan dapat diambil berdasarkan suara terbanyak atau musyawarah mufakat. Hal ini juga pernah diterapkan Rasulullah saw. ketika akan menetapkan apakah pasukan dalam perang Uhud tetap bertahan di dalam Kota Madinah atau keluar. Rasulullah saw. mengikuti pendapat mayoritas sahabat yang menginginkan keluar. Beliau saw. meninggalkan pendapatnya sendiri.

Dalam konteks kekinian, dapat dilakukan musyawarah atau bahkan dengan mekanisme suara terbanyak untuk menentukan jadwal sift kerja karyawan, seragam karyawan, jadwal piket kerja dan lainnya.

Ini dia, satu lagi rahasia sukses Al Fatih. Tepatnya, rahasia kecepatan pengambilan keputusan yang dilakukan Al Fatih. Karena, Al Fatih tahu persis bagaimana melakukan pengambilan keputusan dengan benar dan tepat. Apalagi di atas semua itu, apa pun keputusan yang akan diambil, semuanya, akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Maka, memang harus benar dan tepat! Benar karena semua mesti sesuai dengan syariat. Tepat karena keputusan yang diambil harus menjawab persoalan faktual yang sedang dihadapi.

Masyaallah tabarakallah. Allahumma sholli ala Muhammad.

Hikmah Bakal Aksi:

Memiliki Kemampuan/Keahlian Kepemimpinan Menjadi Salah Satu Syarat Model Kepemimpinan Transformasional! Pengambilan Keputusan adalah Bagian Dari Kemampuan/Keahlian Yang Diperlukan!

Tujuh syarat Model Kepemimpinan Transformasional yang mutlak harus dikuasai: (1) Worldview, (2) Nilai-nilai Pribadi, (3) Motivasi, (4) Memiliki pengetahuan mengenai industri dan organisasi, (5) Memiliki relasi yang kuat dalam industri dan organisasi, (6) Memiliki kemampuan/keahlian kepemimpinan, seperti manajemen, keorganisasian, komunikasi, pengambilan keputusan, analisis kondisi lingkungan, dan kemampuan penunjang lainnya, (7) Memiliki reputasi dan catatan rekor.

Pak Kar. 16.4.2023
Untuk Sehzade Ali

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi