#2 Worldview yang Membangkitkan!

Seri Transformasional Leadership:
Belajar Dari Muhammad Al Fatih, Achieving The Impossible

Usianya baru 21 tahun lebih 2 bulan, sudah hafal Al-Qur’an sejak belia, menguasai tujuh bahasa dan berbagai bidang keilmuan yang ada pada jamannya. Tak pernah meninggalkan sholat jamaah sebagaimana dia juga perintahkan kepada seluruh prajuritnya. Juga tak pernah meninggalkan sholat malam sejak ia baligh. Teladan istimewa. Apa rahasianya?

Setelah mimpi besar berikut energi besar yang diturunkan leluhurnya, ternyata Al Fatih mendapat sebuah worldview yang sangat membangkitkan. Worldview yang juga dimiliki para pendahulunya! Worldview yang membuat semua persyaratan yang diperlukan untuk membebaskan sang apel merah menjadi mudah dan melayakkan dirinya mendapat idznullah dan nashrullah.

Worldview atau paradigma adalah cara pandang seseorang dalam melihat (mempersepsi, mengerti, menafsirkan) dunia. Dalam bahasa yang lain dapat disebut juga sebagai mafahim ‘ani al-insan, wa al-kaun, wa al-hayat atau cara pandang yang didasarkan pemahaman akan hakikat keberadaan manusia, alam semesta dan kehidupan. Pemahaman yang menjawab pertanyaan yang paling mendasar dalam hidup ini: dari mana kita berasal, akan kemana kita setelah mati dan (karenanya) untuk apa kita hidup di dunia ini?

Cara pandang ini menentukan sikap atau perilaku dan perasaan. Ketika kita melihat dengan cara yang berbeda, maka kita akan berfikir dengan cara berbeda, merasa dengan cara yang berbeda dan berperilaku dengan cara yang berbeda pula. Cara kita melihat masalah berpusat pada prinsip, sesuatu yang sangat mendasar.

Sedemikian pentingnya sebuah worldview bagi kehidupan seseorang, menjadikannya sebagai syarat pertama yang akan mendasari syarat-syarat berikutnya dalam kepemimpinan transformasional! Dan… bagi muslim sejati, hanya ada worldview Islam! Worldview inilah juga yang sekaligus menjadi jati diri seorang muslim sejati! Worldview sang Ghazi!

Lantas apa yang dilakukan Al Fatih? Al Fatih muda sudah paham jati dirinya sejak mula! Sudah menemukan worldview Islam sejak dini! Masyaallah tabarakallah.

Al Fatih ingat wejangan mendasar dari guru jauhnya, Imam Syafi’i yang telah memberikan cara mendapatkan worldview itu 700 tahun sebelumnya. Dalam Kitab Fiqhul Akbar, Beliau menyampaikan ulang dengan gamblang, “Kewajiban pertama bagi seorang mukallaf adalah berpikir dan mencari dalil untuk ma’rifat kepada Allah Ta’ala.’”

Yap, hanya dengan cara berpikir mendalam, bukan dengan doktrin! Karena Allah Ta’ala telah memberikan petunjuk-Nya:

“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai akal tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah), mereka mempunyai mata tetapi tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga tetapi tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (QS. Al-A’raf : 179)

Lalu apa tandanya, akalnya telah sampai pada jawaban mendasar atas ketiga pertanyaan tadi? Sekaligus tanda ma’rifat seorang muslim? Al Fatih paham hanya ada satu tanda, yakni harus menjadi hamba Allah yang taat sepenuhnya pada seluruh aturannya! Andai benih sekularisme sudah hadir saat itu, pasti sudah dilibas sejak awal oleh Al Fatih, bahkan Osman kakek buyutnya! Nah, pemahaman inilah yang juga ditegaskan ulang oleh Ulama setelahnya, Imam Nawawi Al Bantani yang hidup 400 tahun kemudian dalam kitab Nashaihul Ibad, yakni:

“Tanda ma’rifat seseorang dapat terlihat dari ketaatannya dalam menjalankan kewajiban agamanya.” Allahu Akbar!

Al Fatih paham konsekuensi worldview Islam bagi setiap muslim sejati, Ghazi sejati. Hidup di dunia yang hanya sebentar, hanya sekali, dan tak ada remedial di akhirat itu harus menjadi hidup untuk beribadah kepada Allah, dengan landasan iman yang kokoh dan produktif. Tolok ukur perbuatannya hanya aturan Islam (halal dan haram). Orientasi hidupnya akhirat dan dunia. Semua untuk kemuliaan diri, keluarga, umat, dan perjuangan agama (dakwah). Karena, makna kebahagiaan hakiki hanyalah ketika Allah rid!!

Maha benar Allah Set. yang telah berfirman dalam hadits qudsi, “Aku Allah tidak ada Tuhan selain Aku. Jika Aku ditaati, Aku Ridho, dan jika Aku ridho, maka Aku memberi berkah, dan keberkahanKu tidak ada akhirnya. Tapi jika manusia maksiat kepadaKu, Aku murka. Dan jika Aku murka, aku akan melaknatnya, dan laknatKu akan sampai pada tujuh turunan.” (Hadits Qudsi dalam HR. Ahmad)

Al Fatih paham akan jati dirinya dan konsisten dengannya hingga akhir hayat!

Hikmah Bakal Aksi:

Worldview Islam akan membawa gaya hidup Islami seutuhnya :
• Hidup untuk beribadah kepada Allah
• Landasan iman
• Tolok ukur perbuatan aturan Islam (halal dan haram)
• Orientasi hidup akherat dan dunia
• Untuk kemuliaan diri, keluarga, umat dan perjuangan agama (dakwah)
• Makna kebahagiaan: rida Allah

Pak Kar. 28.2.2023
Untuk Sahzade Ali

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi