#14 Hasil Tak Mengkhianati Proses, Maka Nikmati Saja Prosesnya!

Seri Transformasional Leadership:
Belajar dari Muhammad Al Fatih, Achieving the Impossible

“Sebagian pasukan kita mundur. Kita punya kapal di lautan. Kita bergerak menuju Selat Bosphorus kemudian memarkir kapal di Pegunungan Galata. Dari Galata kita angkat kapal menuju Golden Horn kemudian menyeberang ke Konstantinopel.”

Wow, ini jelas ide gila dari Al Fatih! Sungguh, mereka juga tidak terpikir ide seperti itu.

“Wahai Sultan. Galata itu adalah sebuah bukit setinggi 60 meter. Lantas, pasukan diminta angkat kapal melewati bukit itu?” tanya mereka lagi.

“Saya tahu itu sebuah bukit. Begini, Kalian saja tidak mengira itu terjadi, apa lagi pasukan Konstantinopel. Dan kalian harus tahu Nabi Muhammad saw. ketika berperang selalu memakai strategi kejutan. Dan inilah kejutan kita untuk Konstantinopel,” kata Al Fatih.

“Tidak mungkin Sultan!” balas mereka.

“Jangan pernah berkata tidak mungkin kalau kalian belum mencoba!” Tegas Al Fatih. Keputusan sudah diambil, maka tawakkallah. Ayatnya berbunyi ‘faidza azamta fa tawakkal alalLah’, Jika sudah berazzam, maka tawakkallah kepada Allah. Demikian penggalan surah Ali Imran ayat 159. Allahu Akbar!”

—–

Perang masa Nabi saw. ada 27 kali, menurut Ibnu Hisyam. Dalam semua perang itu, Nabi saw. selalu menggunakan strategi kejutan! Begitu kata Al Fatih. Masya Allah tabarakallah. Allahumma sholli ‘ala Muhammad.

Benar, dalam berbagai sumber, Rasulullah saw. sebagai Panglima Perang memang sangat memperhatikan pentingnya efek psikologis serangan kejutan. Demikian pula dengan kerahasiaan gerakan, kecepatan, dan mobilitas kekuatan dalam pertempuran. Beliau saw. mengirim patroli pengintai dan patroli tempur khusus ke sekeliling area pertempuran dan wilayah-wilayah strategis lainnya.

Pasukan intelijen pun dibentuk untuk mendapatkan rencana rahasia musuh. (Pasukan intelijen bukan untuk memata-matai rakyatnya sendiri, karena diharamkan Islam). Nabi sae. juga membentuk pasukan khusus yang menjalankan tugas-tugas rahasia. Pergerakan pasukan khusus ini juga tidak sekadar mencari informasi, namun juga dilatih melakukan serangan tiba-tiba.

Di Perang Badar, misalnya, Nabi sae. pernah menggunakan taktik menunggu musuh. Taktik menunggu kedatangan musuh di tengah medan peperangan dan jika musuh menghampiri barulah pasukan Islam menyerang balas. Ada lagi taktik al saf. Caranya, pasukan dibagi dua barisan; barisan pertama di depan bersenjatakan tombak dan perisai, barisan kedua bersenjatakan panah dan perisai dan diketuai oleh pemegang bendera (liwa) dan panji perang (rayah).

Rayah dan liwa sama-sama bertuliskan La ilaha illa Allah Muhammad Rasulullah. Pada rayah (bendera hitam) ditulis dengan warna putih, sebaliknya pada liwa (bendera putih) ditulis dengan warna hitam. Rayah dan liwa juga mempunyai fungsi yang berbeda. Rayah merupakan panji yang dipakai pemimpin atau panglima perang.

Rayah menjadi penanda bahwa orang yang memakainya merupakan pimpinan dan pusat komando yang menggerakkan seluruh pasukan. Jadi, hanya para komandan (selevel skuadron, detasemen, dan satuan-satuan pasukan lain) yang memakai rayah. Selanjutnya, rayah dibawa selama berperang di medan peperangan. Karena itulah, rayah disebut juga Ummu Al-Harb (Induk Perang). Sementara fungsi liwa sebagai penanda posisi pemimpin pasukan. Pembawa bendera liwa akan terus mengikuti posisi pemimpin pasukan berada. Liwa dalam perperangan akan diikat dan digulung pada tombak. Masyaallah, bendera yang sangat menyemangati pasukan penuh keyakinan dan sekaligus meruntuhkan moril dan semangat musuh! Allahumma sholli ‘ala Muhammad.

Hasilnya, biidznillah wa binashrillah, Perang Badar dimenangkan kaum muslim yang hanya berjumlah 313 prajurit dengan dua ekor kuda perang dan 30-40 ekor unta mengalahkan pasukan musyrikin Quraisy yang berjumlah 1000 prajurit didukung persenjataan yang jauh lebih lengkap dengan 200 kuda perang!

Dalam Perang Khandaq, juga terjadi pertunjukan taktik kemustahilan! Taktik mencegah musuh datang dengan membuat parit raksasa sepanjang 5 km, lebarnya 4,62 meter, dan kedalaman 3,234 meter. Dibuat hanya dengan alat sederhana, tak ada alat berat saat itu, hanya dalam hitungan enam hari saja! Biidznillah wa binashrillah, musuh pun dibuat bingung, panik dan akhirnya pulang kandang!

Dan masih banyak lagi ragam strategi dan taktik yang digunakan. Dengan semua itu, Nabi saw. sukses mengoptimalkan seluruh elemen strategi dan taktik perangnya dalam menghadapi musuh. Beliau saw. pun jarang memberi kesempatan kepada musuh untuk melakukan serangan balik. Beliau saw. selalu merahasiakan rencana serangannya dan tak pernah membiarkan musuh mengetahui strateginya hingga pertempuran berlangsung.

Begitulah, Al Fatih benar-benar meniru teladan sang Nabi saw.! Allahumma sholli ‘ala Muhammad.

Hikmah Bakal Aksi:

Yap, Kita Benar-benar Perlu Idznullah dan Nashrullah!

Jika tujuh syarat model kepemimpinan transformasional sudah dikuasai, maka itu bagian dari tawakkal kepada Allah, khususnya dalam memaksimalkan ikhtiar sebagai bagian dari kaidah sebab akibat.

Ikhtiar maksimum, ikhtiar mastatho’tum! Ikhtiar ini harus bertemu dengan keterikatan pada syariat tanpa terkecuali. Ingat pesan Al Fatih, syariat harus selalu di depan mata! Nah, ikhtiar sunnatullah yang maksimum, ikhtiar yang selalu terikat dengan syariat dipandu dengan iman yang kokoh dan produktif akan membawa kelayakan diri untuk menerima idznullah dan nashrullah. Ini karena semua kemenangan, keberhasilan selalu dan selalu karena idznullah dan nashrullah, izin dan pertolongan Allah Swt.!

Pak Kar. 4.4.2023
Untuk Sehzade Ali

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi