#13 Dilarang Mengeluh! Mengeluh Hanya Menjauhkan Mimpi Besar dari Kenyataan!

 

Seri Transformasional Leadership:
Belajar Dari Muhammad Al Fatih, Achieving The Impossible

Tanggal 20 April 1453 M tepat 51 hari pengepungan. Hasil yang diharapkan belum juga tampak. Logistik terus menipis. Sebagian pasukan kehilangan semangat tempur. Dan … mulailah muncul suara-suara sumbang dari sebagian para komandan pasukan.

Adalah Khalil Pasha, “Wahai Sultan, Anda telah membawa pasukan menuju jurang kehancuran jika terus seperti ini. Mari kita pulang saja. Kita ambil upeti dari Konstantinopel kemudian balik badan ke Edirne!”

Dalam redaksi lain yang lebih lengkap, Khalil bahkan mengomando sebagian wazir dan penasehat untuk meragukan kepemimpinan Al Fatih dan sekaligus menyalahkan Syekh Aaq Syamsuddin, sang Guru Al Fatih, “Sesungguhnya engkau telah menjerumuskan pasukan dalam jumlah yang sangat besar pada pengepungan ini, hanya karena engkau menuruti perkataan seorang syekh. Lihatlah, betapa banyak tentara yang meninggal dan berapa banyak persenjataan yang rusak. Kemudian lebih daripada itu, kini datang bala bantuan dari negeri Eropa yang masuk ke dalam benteng. Namun, belum ada titik terang penaklukkan kota itu!”

Khalil bahkan meminta pengepungan tak perlu dilanjutkan dan diganti saja dengan permintaan 70.000 koin ducat emas per tahun sebagai upeti kepada Usmani (1 ducat emas= 3.5 gram emas murni). Ducat adalah koin yang saat itu biasa dipakai di Eropa.

Belakangan diketahui, Khalil Pasha diduga kuat telah berkhianat. Ya, Khalil diduga kuat memang telah menerima suap dari Kaisar Konstantin untuk membujuk Al Fatih agar menghentikan pengepungan. Pedih! Rasanya seperti belati yang menghujam jauh ke dalam hati!

Tapi, kalimat yang melemahkan itu disanggah keras oleh panglima lainnya yang tetap fokus pada misi pembebasan ini, Zughanos Pasha. Sambil melabrak meja, Zughanos angkat bicara, “Sultan, jangan dengarkan kata-kata itu. Ingat baik-baik para panglima, kita datang ke sini dan tidak pernah berharap untuk kembali. Kalau mereka punya bantuan dari Yunani dan Roma, kita punya bantuan dari Allah. Karena itu, kita telah memulai suatu perkara, maka kita wajib menyelesaikannya!”

Zughanos pun mengarahkan pandangannya ke arah Sultan, _Wahai Sultan, hati kita hendaknya kokoh seperti batu karang. Kita telah memulai suatu perkara, maka kita wajib menuntaskannya.”

Syekh Aaq Syamsuddin dan Syekh Ahmad al Kurani pun menguatkan pasukan, “Pengepungan ini harus dilanjutkan dan dengan kekuatan Yang Maha Agung, kemenangan akan segera tercapai.”

Biidznillah wa binashrillah, akhirnya semua kembali bersemangat dan menyadari bahwa Konstantinopel pastilah punya kelemahan besar! Apalagi, Sang Sultan pun sudah pernah melakukan survei, memasuki kota ini sebelumnya tanpa diketahui pihak Konstantinopel! Lantas, apa kelemahan itu?

“Tiap kali ada kerusakan pada tembok benteng, mereka begitu cepat menutup kerusakannya. Andaikan kapal kita bisa masuk ke Golden Horn maka kita serang lewat situ. Tembok sebelah utara itu hanya satu lapis saja dan kita begitu mudah masuk ke sana. Hanya saja tidak mudah memasukinya. Ada rantai besar yang menghalangi kapal di mulut Golden Horn. Dari dulu telah dicoba untuk melewati rantai itu tapi selalu gagal.”

Tiba-tiba, Al Fatih tersenyum dan angkat bicara lagi, “Tapi tenang wahai para Panglima, saya telah memikirkan cara ini semalam.”

Salah satu panglima bertanya, “Bagaimana caranya sultan?”

“Sebagian pasukan kita mundur. Kita punya kapal di lautan. Kita bergerak menuju Selat Bosphorus kemudian memarkir kapal di Pegunungan Galata. Dari Galata kita angkat kapal menuju Golden Horn kemudian menyeberang ke Konstantinopel.”

Wow, ini jelas ide gila! Mereka juga tidak terpikir ide seperti itu!

Pesan kuat Al Fatih untuk pasukannya, dalam bahasa kekinian adalah, “Dilarang mengeluh! Mengeluh hanya menjauhkan mimpi besar dari kenyataan!”

Hikmah Bakal Aksi:

Yap, Sekali Lagi, Kita Sangat Perlu Idznullah dan Nashrullah!

Jika tujuh syarat Model Kepemimpinan Transformasional sudah dikuasai maka itu bagian dari tawakkal kepada Allah, khususnya dalam memaksimalkan ikhtiar sebagai bagian dari kaidah sebab akibat. Ikhtiar maksimum, ikhtiar mastatho’tum! Ikhtiar ini harus bertemu dengan keterikatan pada syariat tanpa terkecuali.

Ingat pesan Al Fatih, syariat harus selalu di depan mata! Nah, ikhtiar sunnatullah yang maksimum, ikhtiar yang selalu terikat dengan syariat dipandu dengan iman yang kokoh dan produktif akan membawa kelayakan diri untuk menerima Idznullah dan Nashrullah. Ini karena semua kemenangan, keberhasilan selalu dan selalu karena Idznullah dan Nashrullah, Izin dan Pertolongan Allah Swt!

Pak Kar. 29.3.2023
Untuk Sehzade Ali

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi