Remaja ‘Kebal Dosa’

Check in. Bagi seorang traveler alias tukang jalan-jalan, istilah ini udah familier. Begitu juga dengan seorang pengusaha atau karyawan yang harus keluar kota berhari-hari untuk urusan bisnis. Udah sering check in di penginapan demi tugasnya.

Tapi bagi seorang remaja putri usia 13 tahun yang bilang udah biasa check in bareng pacarnya saat ditanya content creator, tentu bikin netizen geleng-geleng kepala. Beragam komentar miring langsung berhamburan memadati linimasa sosial media.

Gimana nggak heboh, usia 13 tahun itu sebaya bocil kelas 1 smp. Bisa-bisanya check in dan berasyik masyuk dengan pacarnya di hotel. Ngeri. Dan sialnya, bukan cuman urusan syahwat, belakangan warganet juga dihebohkan oleh perilaku sadis remaja di kota pempek. IS, 16 tahun, bersama 3 orang teman sebayanya tega membunuh dan memperkosa AA (13 thn) karena cintanya ditolak.

Sementara di Jakarta, dua remaja putri kakak adik pelajar SMA tega menghabisi ayah kandungnya. Mereka nggak terima dimarahi oleh sang ayah karena telah mencuri uangnya. Sependek itu sumbu emosinya. Ngeri!

# Ada Apa dengan Remaja Kita?

Perilaku remaja yang ‘kebal’ dosa seperti beberapa kasus di atas, nggak bisa dianggap sepele. Baik dosa besar seperti meninggalkan sholat, zina atau menghilangkan nyawa maupun dosa-dosa lainnya seperti membuka aurat, gaul bebas cewek dan cowok, menyebarkan berita hoax dan sebagainya. Apapun level dosanya, sama aja maksiatnya kepada Allah swt. Nggak ada yang bener.

Lantas, gimana ceritanya sampai remaja ‘kebal’ dosa? Terbiasa bermaksiat. Pemuja syahwat. Nggak ada penyesalan meski telah melakukan perbuatan tercela. Kok bisa?

Pertama, lemahnya iman. Mereka yang ‘kebal’ terhadap perbuatan dosa, biasanya akidahnya kendor. Dari Abdullah bin Mas’ud ra berkata, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya seorang mukmin (ketika) ia melihat dosa-dosanya, adalah seperti (ketika) ia duduk di lereng sebuah gunung, dan ia sangat khawatir gunung itu akan menimpanya. Sedangkan seorang fajir (orang yang selalu berbuat dosa), ketika ia melihat dosa-dosanya adalah seperti ia melihat seekor lalat yang hinggap di batang hidungnya, kemudian ia mengusirnya seperti ini lalu terbang (ia menganggap remeh dosa).” (HR. Bukhari)

Kedua, tontonan jadi tuntunan. Hari gini, remaja begitu mudah mengakses hiburan tanpa sensor dari genggaman tangannya. Terbiasa melihat tontonan vulgar hingga kucuran darah segar yang merajalela menyapa remaja. Saking terbiasanya, mereka penasaran untuk melakukan hal yang sama. Berburu pengalaman baru dan menjadikan tontonan tak pantas itu sebagai tuntunan.

Ketiga, nggak ada sanksi tegas. Kemaksiatan akan berulang kalo pelakunya nggak dikasih sanksi alias hukuman yang bikin kapok. Bukannya berujung penyesalan, malah ketagihan. Tak sekedar mendekam di balik jeruji besi atau pembinaan di dalam rumah tahanan. Tapi sanksi setimpal yang bikin orang lain berpikir ribuan kali untuk melakukan kemaksiatan yang sama. Seperti penerapan hukum yang telah ditetapkan oleh Islam.

Usia remaja, doyan coba-coba. Pola hidupnya beranjak dewasa, namun cara berpikirnya masih harus banyak dibina. Informasi salah yang mereka terima, melahirkan remaja yang ‘kebal’ terhadap perbuatan dosa. Di sinilah pentingnya kita membenahi cara berpikir remaja.

Pola Pendidikan sekuler yang mengepung kegiatan belajar remaja, harus diimbangi dengan asupan nutrisi iman yang kokoh dan kuat. Ajak pelajar muslim untuk mengenal Islam lebih dalam. Galakan program pengajian untuk membentengi generasi muda muslim dari serangan budaya dan pemikiran sesat.

Sejatinya, ketika remaja jauh dari pengawasan guru, orang tua, atau pihak sekolah, godaan setan gencar menggoda mereka berbuat dosa. Saat itu, tak ada yang bisa diharapkan untuk melindungi dan menjaga mereka selain keimanan dan akidah yang tertancap kuat dalam dirinya.

# Obat Anti Maksiat

Seorang laki-laki menghadap Ibrahim bin Adham, seorang ulama Sufi. Beliau termasuk salah satu dokter hati. Lelaki tersebut berkata kepadanya, “Sungguh, saya telah menjerumuskan diri saya dalam kemaksiatan. Oleh karena itu, tolong berikan saya resep untuk mencegahnya.” Ibrahim bin Adham berkata kepadanya, “Jika engkau mampu melakukan lima hal, engkau tidak akan menjadi ahli maksiat.” Lelaki tersebut berkata – Dia sangat penasaran untuk mendengarkan nasihatnya, “Tolong ungkapkan apa yang ada di benak Anda wahai Ibrahim bin Adham!”

Ibrahim bin Adham berkata, “Pertama, ketika engkau hendak berbuat maksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka janganlah engkau makan sedikit pun dari rezeki Allah Subhanahu wa Ta’ala.”

Lelaki tersebut heran kemudian dia bertanya, “bagaimana Anda bisa mengatakan hal tersebut wahai Ibrahim. Padahal semua rezeki berasal dari sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala?” Ibrahim berkata, “Jika engkau telah menyadari hal itu, maka apakah pantas engkau makan rezeki-Nya padahal engkau berbuat maksiat kepada-Nya?” Lelaki tersebut menjawab, “Tentu tidak pantas. Lalu apa yang kedua, wahai Ibrahim!”

“Kedua, jika engkau hendak berbuat maksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka janganlah engkau tinggal di bumi-Nya.”

Lelaki tersebut terheran-heran melebihi yang pertama, kemudian dia berkata, “Bagaimana Anda bisa mengatakan hal tersebut wahai Ibrahim? Padahal setiap bagian bumi ini milik Allah Subhanahu wa Ta’ala.” Ibrahim menjelaskan kepadanya, “Jika engkau telah menyadari hal itu, maka apakah pantas engkau tinggal di bumi-Nya padahal engkau berbuat maksiat kepada-Nya?” Lelaki tersebut menjawab, “Tentu tidak pantas. Lalu apa yang ketiga, wahai Ibrahim!”

Ibrahim bin Adham berkata, “Ketiga, jika engkau hendak berbuat maksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka carilah tempat di mana Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak dapat melihatmu, lalu berbuatlah maksiat di tempat itu!”

Lelaki tersebut berkata, “Bagaimana Anda bisa mengatakan hal tersebut wahai Ibrahim? Padahal Allah Maha Mengetahui hal-hal rahasia (Dia mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi). Dia dapat mendengar merayapnya semut pada batu besar yang keras di malam yang gelap.” Ibrahim menjelaskan kepadanya, “Jika engkau telah menyadari hal itu, maka apakah pantas engkau berbuat maksiat kepada-Nya?” Lelaki tersebut menjawab, “Tentu tidak pantas. Lalu apa yang keempat, wahai Ibrahim!”

Ibrahim bin Adham berkata, “Keempat, jika malaikat maut datang untuk mencabut nyawamu, maka katakanlah padanya, ‘Tundalah kematianku sampai waktu tertentu!’

Lelaki tersebut bertanya, “Bagaimana Anda bisa mengatakan hal tersebut wahai Ibrahim? Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman: “Apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesaat pun.” (QS. Al-Araf: 34)

Ibrahim bin Adham menjeaskan kepadanya, “Jika engkau telah menyadari hal itu, lantas mengapa engkau masih mengharap keselamatan?” Dia menjawab, “Iya. Lalu apa yang kelima wahai Ibrahim?”

Ibrahim bin Adham berkata, “Kelima, apabila malaikat Zabaniyah – mereka adalah malaikat penjaga – mendatangimu untuk menyeretmu ke neraka Jahannam, maka janganlah engkau ikut mereka.

Belum sampai lelaki ini mendengarkan nasihat yang kelima, dia berkata sambil menangis, “Cukup, Ibrahim. Saya memohon ampun kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan bertaubat kepada-Nya. Akhirnya dia senantiasa beribadah sampai meninggal dunia.”

Semoga kisah inspiratif di atas, bisa menjadi pengingat ketika kita tergoda bermaksiat. Jangan lupa, ikut ngaji sampai nanti sampai mati. Agar tak terjerumus dalam komunitas remaja pendosa. Yuk ngaji! []

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi