Afiyah Rasyad dan Endah Sulistyowati
I. Pendahuluan
Sebagaimana yang sudah kita pahami, pernikahan dalam Islam merupakan wujud ibadah untuk menggenapkan separuh agama. Dalam pernikahan, ada banyak sumber pahala yang tidak tersedia bagi para lajang. Memenuhi kewajiban sesuai tuntunan Islam bagi suami atau istri, maka akan ada balasan pahala dari Allah SWT, tentu surgalah muaranya kelak. Keluarga asmara pun menjadi ultimate goal pasangan suami istri yang akan diwujudkan bersama.
Pria dan wanita diciptakan oleh Allah SWT. sebagai manusia yang memiliki potensi kehidupan yang sama. Ada kebutuhan jasmani dan ada juga naluri. Namun, pria dan wanita memiliki cara berpikir dan gaya komunikasi yang ternyata berbeda. Ada selentingan jargon, “Pria bermulut 1, perempuan bermulut 10.”
Pasutri kadang tak lepas dari percekcokan, meski itu kecil saja. Namun, dari hal kecil bisa menjadi runyam, bahkan bisa berujung perceraian jika suami istri tak baik dalam hal komunikasi. Hanya karena keliru menangkap ekspresi wajah pasangan, amarah tersulut dan keributan pun dimulai. Hal yang sangat fatal saat suami atau istri keliru menangkap arah pembicaraan pasangan. Apalagi ketika prasangka menguasai keadaan.
Kehidupan pernikahan adalah proses mengarungi ibadah bersama antara pasutri dengan segala potensi yang dimiliki. Menjalani kehidupan keluarga layaknya persahabatan antara pasutri tersebut. Ketika bersahabat, maka komunikasi yang renyah dan mengalir akan terbentuk. Suami menjadi sahabat bagi istrinya dan istri menjadi sahabat bagi suaminya secara sempurna dalam seluruh aspek kehidupan. Allah telah menjadikan pernikahan sebagai tempat ketenangan bagi pasutri sehingga kebahagiaan keluarga asmara terwujud.
II. Permasalahan
Komunikasi dalam pernikahan ibarat tongkat bagi si buta. Informasi dan berita bisa diperoleh pasutri dengan adanya komunikasi dan sikap saling memahami. Orang sudah berkomitmen dalam pernikahan harus menanggalkan egoisme diri. Sehingga pernikahan bisa mencapai puncak kebahagiaan keluarga asmara. Maka, dari topik ini bisa diambil beberapa poin yang perlu dibahas, antara lain:
1. Bagaimana cara memahami pasangan?
2. Apa dampaknya jika pasutri pelit komunikasi?
3. Bagaimana membangun komunikasi pasutri agar menjadi keluarga asmara?
III. Pembahasan
A. Cara Memahami Pasangan
Pasutri adalah dua insan yang menyatu dalam tali ikatan suci yang disebut pernikahan. Serangkaian visi-misi pernikahan bukanlah sekadar slogan, namun harus direalisasikan secara bersama demi meraih keberkahan hidup. Maka di sinilah, sikap saling mengerti dan memahami antara pasutri diperlukan. Memahami pasangan tak terbilang dalam urutan hari, bulan, atau tahun, namun memahami pasangan harus senantiasa memiliki ruang tersendiri saat pasutri bergaul dan berinteraksi.
Adaptasi tentu sangat diperlukan, terutama bagi pasutri yang tidak saling mengenal sebelumnya atau hanya mengenal secara singkat saja. Setiap insan tentu memiliki sifat dan tabiaat bawaan yang berbeda, hal itu bisa menjadi pemicu keributan jika tidak dibangun pemahaman yang berlandaskan syariat Islam. Memahami pasangan harus dijalani prosesnya agar terurai sikap yang mungkin tak disenangi. Tak dimungkiri, ada tipe pasangan yang introvert, ada yang terbuka. Oleh karenanya, saling mengerti dan memahami pasangan adalah jalan yang bisa mengantar pada gerbang keluarga asmara. Adapun memahami pasangan bisa dilakukan dengan beberapa cara berikut:
1. Pasutri harus memahami bahwa pasangan itu bukan dirinya
Anggapan dan prasangka pasangan itu sama dengan dirinya kerap menghinggapi suami atau istri. Suami dan istri seharusnya memahami pasangan itu bukan dirinya. Bagaimanapun juga, pasangan memiliki kelebihan dan kelemahan dengan sifat yang melekat pada dirinya.
Tiap pasangan harus memahami bahwa cara berpikir antara suami dan istri juga terdapat perbedan. Suami berpikir lebih tajam dan sederhana, istri banyaknya berpikir bercabang ke mana-mana. Terkadang, perasaan lebih dominan pada istri. Bukan masalah waktu, tapi lebih pada menejemen diri untuk saling memahami pasangan.
2. Saling melengkapi kekurangan
Pasutri akan menjumpai kelebihan dan kekurangan pasangan saat mengarungi bahtera bersama. Tak dimungkiri, hal itu terkadang bisa membuat suami menuntut lebih pada pasangannya, begitu pun istri. Padahal, dia tahu pasangannya lemah atau kurang dalam hal itu. Pasutri seharusnya menerima kelebihan sekaligus kekurangan pasangannya.
Saat kekurangan itu tampak banyak dan menumpuk, maka tugas suami atau istri adalah menerima dengan lapang dada dan melengkapinya, bukan justru menuntutnya. Ada kisah keluarga muslim, saat si istri ditanya kekurangan suami dia menjawab, “Banyak seperti taburan bintang di langit.” Sementara saat dia ditanya kelebihan suaminya, si istri menjawab, “Hanya satu, laksana matahari yang menutupi bintang-bintang itu.”
3. Pasutri wajib melaksanakan tanggung jawab atau kewajibannya
Apa pun perbedaan yang muncul dari pasangan, saat pasutri menjadikan pernikahan sebagai ladang pahala dengan tujuan ibadah pada Allah, maka dia akan mengarungi bahtera rumah dengan berkiblat pada tugas, tanggung jawab, dan kewajiban masing-masing. Mereka akan sibuk memantaskan diri menjadi suami dan istri yang baik bagi pasangannya. Mereka akan bergiat memenuhi kewajiban karena dorongan keimanan dan ketaqwaan untuk bergaul dan berinteraksi dengan baik terhadap pasangan.
Pasutri yang sama-sama memahami kewajiban, mereka menghindari untuk menuntut hak karena masing-masing telah memenuhi kewajibannya. Mereka akan saling memahami peranan pasangannya, satu sebagai tulang rusuk dan satu lagi sebagai tulang punggung.
Demikianlah, saat pasutri saling memahami dalam mengarungi bahtera rumah tangga, kebahagiaan keluarga asmara akan diraih. Tentu saja dalam proses saling memahami ini memerlukan komunikasi yang baik agar pesan tersampaikan. Komunikasi tak bisa ditinggalkan dalam aktivitas kehidupan keluarga secara umum, termasuk ketika memahami pasangan.
B. Dampak Negatif Saat Pasutri Pelit Komunikasi
Komunikasi dalam KBBI adalah pengiriman atau penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami.
Komunikasi bisa verbal, tulisan, atau kode tertentu bagi tuna wicara. Terbayang tidak jika pasangan keluarga tak ada jalinan komunikasi? Namun, hal ini faktanya ada. Tentu suasana rumah tangga itu mencekam karena pasutri saling diam tak membangun komunikasi.
Apalagi di era revolusi 4.0 ini, semakin banyak pasutri yang sibuk dengan gawai masing-masing meski tinggal dalam satu ruangan. Terkadang, komunikasi mereka hanya lewat pesan wa karena kesibukan atau sudah terbiasa. Mereka menganggap komunikasi bukanlah hal urgen dalam membina keluarga asmara. Bagaimana romantisme akan terbangun jika pasutri pelit komunikasi. Ada beberapa dampak negatif jika pasilutri pelit komunikasi, antara lain:
1. Kehangatan dan kasih sayang akan memudar
Komunikasi pasutri bisa dilakukan dengan obrolan santai dan ringan, bisa juga dengan diskusi topik tertentu. Komunikasi dengan obrolan akan mempererat kedekatan pasutri. Kedekatan akan menumbuhkan rasa kasih sayang dan kehangatan yang akan menelusup dan bersarang di rongga dada.
Saat obrolan ditinggalkan, maka aktivitas pasutri sebatas ritual perjumpaan fisik tanpa ada pesan yang berarti. Jika pasutri pelit komunikasi, kerenggangan akan terjadi. Jika sudah renggang, maka kehangatan dan kasih sayang pun akan mudah memudar. Apa yang diharapkan jika kehangatan dan kasih sayang telah memudar? Tentu kebahagiaan keluarga asmara tak kan tercapai. Bahkan, bisa berujung perceraian karena hampanya keluarga.
2. Memunculkan prasangka
Sebagai keluarga muslim, tentu pasutri harus menjauhi prasangka. Rasa percaya pada pasangan akan tumbuh saat komunikasi terus dilakukan secara berkualitas dan terus menerus meski dalam waktu yang singkat. Dengan komunikasi, pasutri akan memahami apa yang terjadi pada pasangannya karena informasi mengalir utuh dalam obrolan itu.
Saat pasutri pelit komunikasi, tak menutup kemungkinan, prasangka mereka
akan berkeliaran ke mana suka. Terutama pada istri, saat suami malas menyampaikan segala sesuatu pada istri, maka prasangka istri akan terbangun dalam benak. Namun, hal itu juga bisa terjadi pada suami jika istri enggan berkomunikasi. Jika prasangka menguasai, maka percekcokan tak bisa dihindari.
Oleh karena itu, pasutri tidak boleh pelit dalam komunikasi. Sehingga, keluarga asmara yang dibangun terus ditumbuhi kehangatan dan kasih sayang, serta terhindar dari prasangka yang bisa memicu pertikaian. Komunikasi adalah hal vital dalam rumah tangga agar terbentuk rasa saling memahami dan saling mengerti. Jika demikian, rasa cinta yang membara pun akan mekar di antara pasangan suami istri.
C. Kiat Membangun Komunikasi Pasutri Menuju Kebahagiaan Keluarga Asmara
Meski pasutri memiliki potensi yang sama, namun cara berpikir dan gaya komunikasi berbeda. Mengutip pernyataan Ustadz Iwan Januar dalam laman iwanjanuar.com (6/10/2017) bahwa Allah memberikan cara berkomunikasi yang berbeda di antara pria dan wanita. Sebagai contoh ketika wanita sudah kesal pada suaminya, maka ia menggunakan gaya bahasa ala ‘karet gelang’ pada suaminya. Misalnya ia akan bilang, “Ya sudah, kalau kamu begitu, aku pulang saja ke rumah orang tua!” Sebenarnya tidak sedang benar-benar ingin pulang ke rumah orang tuanya. Dengan gaya bahasa itu, istri sesungguhnya meminta agar suami berubah menjadi lebih baik, lebih sayang, lebih perhatian padanya, bahkan dalam hatinya ia minta agar suaminya mendekati dan memeluknya. Inilah logika komunikasi ‘karet gelang’; tarik dan ulur. Hanya saja, bagi lelaki ucapan itu bisa menandakan ‘tantangan perang’. Andai suami tengah kalap, bukan tidak mungkin ia akan mengantar atau malah menyuruh istrinya pulang.
Tentu saja bukan komunikasi ala karet gelang yang harus dilakukan istri, bukan pula komunikasi ala militer yang harus dilakukan suami. Membangun komunikasi itu harus padu dalam satu ketukan nada dan irama. Bahasa yang ahsan (baik) harus menjadi perbendaharaan wajib dalam memilah dan memilih diksi. Kemesraan pun menjadi sikap yang wajib dalam menjalin komunikasi. Kemesraan tak harus dengan seikat mawar, sebatang coklat, seikat buket lembaran nominal seratus ribu, atau seperti pujangga, namun kemesraan bisa berupa perhatian dengan menjadi pendengar setia dan menimpali topik tersebut saat terjalin komunikasi.
Apa pun kondisi yang menimpa keluarga, terutama yang baru nikah dan masih proses adaptasi, maka harus terus membangun komunikasi tiada henti. Sekecil apa pun kabar baik dan buruk, ringan atau berat kondisi hidup, komunikasi tetap harus dibangun agar mampu memecahkan persoalan yang dihadapi. Beberapa langkah membangun komunikasi dengan pasangan agar mampu melewati gerbang keluarga asmara, antara lain:
1. Memahami gaya komunikasi pasangan
Baik suami ataupun istri wajib memahami gaya komunikasi. Suami harus memahami gaya komunikasi istri bahwa baginya ngobrol itu sebuah hiburan, senang merangkai kata panjang bahkan bermajas (kamuflase), suka bertele-tele, dan saat tertimpa masalah dia akan bercerita. Hendaknya suami menjadi pendengar setia saja jika bingung atau enggan menimpali. Istri akan merasa diperhatikan dan dihargai saat suami merasa berminat mendengar ocehannya. Apalagi suami sukarela menjadi tempat tumpahnya air mata dan beban jiwa.
Demikian juga istri, ia harus memahami gaya komunikasi suaminya. Rata-rata suami itu berkomunikasi dengan to the point alias seperlunya saja, berbahasa lugas, dan lebih memilih menyendiri saat ada masalah. Maka, istri harus memahami gaya komunikasi ini, jangan terlalu memaksa ataupun bawel menanyakan ini itu yang tidak perlu dijelaskan.
2. Menjadi sahabat pasangan
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, pasutri ibarat sahabat. Tentu, sesama sahabat akan saling terbuka dan memberi perhatian. Baik suami maupun istri harus menjadi sahabat yang baik dan akrab bagi pasangannya. Dengan demikian, komunikasi akan sangan lancar dan mulus tanpa rasa sungkan. Visi misi pernikahan akan mudah direalisasikan saat dua sahabat berpendapat sama dan berjalan beriringan.
Sahabat yang baik akan menjadi pendengar yang baik dan memberi saran yang baik pula. Ia tak akan pernah menyerang pasangan saat ada hal mengganjal, justru dia akan klarifikasi dan turut memberikan pandangan. Seorang sahabat tak akan membiarkan sahabatnya terjerumus dalam kemaksiatan, maka dia akan senantiasa amar ma’ruf nahi munkar.
Sahabat tempat berbagi segala keluh kesah dan kebahagiaan, tempat berdiskusi tentang urusan rumah tangga hingga pekerjaan. Saat pasutri menjadi sahabat bagi pasangannya, tak ada rahasia lagi yang harus ditutupi. Semua akan saling menjaga rahasia dan memberi solusi jika ada permasalahan yang menghadang.
Sungguh, saat pasutri mampu membangun komunikasi dengan memahami gaya komunikasi dan menjadi sahabat pasangannya, maka mereka akan mampu mencapai gerbang kebahagiaan keluarga asmara. Oleh karena itu, komunikasi akan mempererat hubungan cinta kasih antara mereka. Kenikmatan membangun keluarga akan semakin dirasakan saat komunikasi selalu terjaga.
IV. Penutup
Dari pembahasan-pembahasan di atas, maka bisa diambil beberpa kesimpulan sebagai berikut:
1. Pasutri adalah dua insan yang menyatu dalam tali ikatan suci yang disebut pernikahan. Setiap insan tentu memiliki sifat dan tabiaat bawaan yang berbeda, hal itu bisa menjadi pemicu keributan jika tidak dibangun pemahaman yang berlandaskan syariat Islam. Oleh karenanya, saling mengerti dan memahami pasangan adalah jalan yang bisa mengantar pada gerbang keluarga asmara. Adapun memahami pasangan bisa dilakukan dengan beberapa cara berikut:
Pertama, pasutri harus memahami bahwa pasangan itu bukan dirinya.
Kedua, pasutri harus saling melengkapi kekurangan
Ketiga, pasutri wajib melaksanakan tanggung jawab atau kewajibannya.
Demikianlah, saat suami dan istri saling memahami dalam mengarungi bahtera rumah tangga, kebahagiaan keluarga asmara akan diraih.
2. Romantisme tidak akan terbangun jika pasutri pelit komunikasi. Ada beberapa dampak negatif jika pasutri pelit komunikasi, antara lain:
Pertama, kehangatan dan kasih sayang akan memudar.
Kedua, akan memunculkan prasangka
Maka, pasutri tidak boleh pelit dalam komunikasi. Sehingga, keluarga asmara yang dibangun terus ditumbuhi kehangatan dan kasih sayang, serta terhindar dari prasangka yang bisa memicu pertikaian.
3. Apa pun kondisi yang menimpa keluarga, terutama yang baru nikah dan masih proses adaptasi, maka harus terus membangun komunikasi tiada henti. Sekecil apa pun kabar baik dan buruk, ringan atau berat kondisi hidup, komunikasi tetap harus dibangun agar mampu memecahkan persoalan yang akan senantiasa amar ma’ruf nahi munkar.
Sungguh, saat pasutri mampu membangun komunikasi dengan memahami gaya komunikasi dan menjadi sahabat pasangannya, maka mereka akan mampu mencapai gerbang kebahagiaan keluarga asmara.
#Lamrad
#LiveOppressedorRiseUpAgaints