Oleh. Afiyah Rasyad
“Hai manusia, hormati ibumu
Yang melahirkan dan membesarkanmu
Darah dagingmu dari air susunya
Jiwa ragamu dari kasih-sayangnya
Dialah manusia satu-satunya
Yang menyayangimu tanpa ada batasnya”
Lirik lagu Bang Haji Rhoma Irama ini tak bersebrangan dengan Al-Qur’an ataupun Hadits. Ibu adalah sosok yang wajib dimuliakan, dihargai, dan dipatuhi oleh seorang anak. Betapa tidak, wahnan ‘ala wahnin alias kondisi kesusahan demi kesusahan saat hamil ridha dijalaninya. Ibu rela bolak-balik kamar mandi menguras seluruh isi perutnya. Ia juga ikhlas berpayah-payah dengan perut besar menggantung karena ada janin yang diharapkan dalam alunan bait-bait doa.
Tak sampai di sana, ibu rela pertaruhkan nyawa saat berjuang melahirkan. Baik lahiran normal ataupun caesar, semua memiliki konsekuensi nyawa yang dipertaruhkan. Baginya, tangisan bayi adalah kebahagiaan yang akan menghapus segala sakitnya. Dia tak peduli betapa perutnya diremas-remas oleh jutaan tangan saat kontraksi dirasakan. Dia tak peduli betapa nyeri seluruh badan saat detik-detik kelahiran bayinya. Baginya, keselamatan bayi adalah tujuan dan asa yang larut dalam manik-manik doanya.
Telaga kasih sayang ibu sangatlah luas tak bertepi dan tak pernah kering. Dia menyusui, merawat, mendidik, dan mengasuh anaknya dengan kasih sayang dan doa yang tiada pernah terputus. Kebaikan dan kesholihan anak adalah sebuah puncak dari pengharapan agat bisa menjadi investasi surga di keabadian kelak. Ibu rela menunda kesenangan duniawinya demi membersamai tumbuh kembang ananda. Ibu adalah sosok yang wajib ditaati. Bahkan, perintah Nabi sampai tiga kali menyebutkan ibu untuk dipatuhi. Sebagaimana dikemukakan dalam sebuah Hadits,
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ :يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ، قَالَ أَبُوْكَ
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, beliau berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.” (HR Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)
Ibu tak akan pernah tega melihat anaknya sakit. Dia bahkan berharap rasa sakit itu berpindah saja padanya, jangan menimpa anak-anaknya. Ibu akan bahagia membersamai tumbuh kembang anak walau mereka pun sudah bergelar orang tua. Kasih sayang ibu tak akan padam meski anak-anaknya juga telah menua. Perhatiannya tak akan pernah absen selama napas masih teratur dia hirup di alam bebas ini. Rasa khawatir sama besarnya saat melepas anak bepergian jauh, apakah dia masih kecil, remaja ataukah telah berkeluarga.
Di bawah kaki ibu terletak surga-Nya. Dalam keridhaan ibu, ada ridha Allah SWT. Maka, anak tak boleh sedikit pun durhaka atau menelantarkan harapan dan kebahagiaan ibunda. Ibu sungguhlah keramat dengan telaga kasih sayang yang tiada pernah kering membaluri anak-anaknya. Maka, jangan siakan ibunda selama masih ada. Jika ia sudah tiada, maka satu pusaka di dunia berkurang, doanya tak akan menembus pintu langit lagi.
Every Day is Mother Day.
22 Desember 202