Pendidikan Anak Sesuai Fitrah: Kunci Sukses Pembentukan Kepribadian Islam

Oleh. Afiyah Rasyad

Kehidupan anak bisa dikatakan cerminan kehidupan orang tua. Dari rumahlah anak belajar unruk pertama kalinya. Apalagi sudah masyhur hadis Nabi Muhammad Saw. Hadis yang mulia menyatakan:

كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ

“Setiap anak yang lahir dilahirkan di atas fitrah. Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Majusi, atau Nasrani.”

Maka, peran orang tualah yang banyak memoles anak dalam seikat pendidikan sejak ia dalam kandungan. Memang tidaklah mudah mendidik anak di zaman ini, dimana sistem kapitalisme menjadi pintu perusak peradaban ummat manusia. Diperlukan kegigihan dan keteguhan orang tua agar totalitas berperan mendidik anak sesuai fitrah. Apalagi sudah menjadi keluarga Muslim, tentu mendidik anak sesuai fitrah sudah menjadi konsekuensi keimanan bagi tiap orang tua.

Proses mendidik anak di alam kapitalisme yang banyak bertabur aroma liberalisme dan hedonisme menjadikan orang tua harus mengeluarkan tenaga ekstra dalam mendidik anak. Pusaran kebahagiaan bersandar pada materi banyak menjebak orang tua akan pandangan kebahagiaan anak. Walhasil, proses pendidikan banyak diserahkan pada lembaga pendidikan formal ataupun nonformal tanpa memandang apakah sesuai dengan fitrah anak atau tidak, digemleng kepribadian Islamnya atau tidak.

Ukiran pendidikan sejak dini kepada anak laksana ukiran di atas batu, apalagi di masa golden age. Ukiran adab, ilmu dan tsaqofah akan tertancap kuat dalam benak anak, terpancar dari suluknya, dan meresap hingga mengiliri seluruh anggota badannya mengikuti aliran darah. Jika hal ini disiakan, maka tak akan ada pengulangan ataupun remidi.

Urgensi Keteguhan Orang Tua dalam Mendidik Anak

Jika berbicara urgensi keteguhan orang tua dalam mendidik anak, sungguh sangatlah urgen. Bukan hanya ibu yang memang memiliki predikat al umm wa robbatul bayt yang harus teguh mendidik anak, tapi seorang ayah pun memiliki kewajiban dalam mendidik anak. Meski ibu adalah sekolah pertama dan utama bagi anak-anaknya, termasuk anak laki-laki, tapi ayah pun wajib mengimbangi dalam mengambil peran mendidik anak.

Tugas mendidik anak, baik oleh ayah ataupun ibu sama pentingnya. Bahkan, kita bisa belajar banyak dari kisah Luqman yang termaktub dalam Al-Qur’an Surah Luqman ayat 13:

“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika dia memberikan pelajaran kepadanya, ‘Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.”

Ayat selanjutnya juga berisi nasihat dan pengajaran seorang ayah kepada putranya. Lalu, jika kita bisa juga belajar pada Nabi Ibrohim as dan Nabi Ya’qub as yang memberikan pengajaran ataupun wasiat kepada para putranya. Kalam suci dari Allah Sang Pemilik kehidupan telah jelas menerangkan terkait kisah tersebut:

“Dan Ibrahim telah mewasiatkan (ucapan) itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub. ‘Wahai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini untukmu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim. Apakah kamu menjadi saksi saat maut akan menjemput Ya’qub ketika dia berkata kepada anak-anaknya, ‘Apa yang akan kamu sembah sepeninggalku?’ Mereka menjawab, ‘Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail, dan Ishak, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami (hanya) berserah diri kepada-Nya.”” (QS Al-Baqarah: 132–133)

Kalau tentang seorang ibu, jangan diragukan lagi. Meski tak termaktub dalam Al-Qur’an, kita telah banyak mendengar kisah seorang muslimah yang sukses mendidik putra-putrinya berkepribadian Islam. Sebut saja ibunda Anas bin Malik. Ummu Sulaim menampanya dengan akidah yang kokoh. Saat putranya berusia 10 tahun, beliau menghadiahkannya kepada Rasulullah Saw. agar dididik langsung oleh beliau. Perencanaan pendidikan anak sedemikian detail.

Kisah ibunda Imam Syafi’i pun masyhur. Bagaimana kegigihan dan keteguhan beliau mengantar putranya ke gerbang tsaqofah Islam. Ada pula kisah ibunda Sholahuddin Al-Ayyubi, sejak sebelum menikah beliau sudah berazzam akan menikah dengan lelaki yang memiliki visi misi sama, yakni akan mendidik putranya sebagai pembebas Al-Quds. Begitupun kisah ibunda Muhammad Al-Fatih yang selalu membisikkan Hadis motivasi penaklukan konstantinopel.

Itulah urgensi keteguhan orang tua mendidik anak sesuai fitrah. Hal itu akan mengantar anak pada gerbang kemuliaan anak dengan kepribadian Islam. Dimana idrok shillah billah akan membaluri seluruh aktivitas anak. Islam akan dijadikan qoidah dan qiyadah fikriyah dalam setiap segmentasi kehidupan anak. Maka, beruntunglah orang tua yang tehuh dan konsisten mendidik anak berkepribadian Islam.

Dampak Negatif Jika Orang Tua Lepas Tangan dalam Mendidik Anak

Sebagaiman disampaikan sebelumnya, sistem kapitalisme membelenggu cara pandang dan cara pikir orang tua pada asa manfaat, dimana tolak ukur kebahagiaan adalah berlimpahnya kekayaan materi. Pendidikan dianggap berhasil saat capaian nilai akademik di atas nilai rata-rata, berhasil jika anak menjadi juara kelas, olimpiade, ini, itu, dan sejenisnya. Memang tak dimungkiri, itu semua indikasi intelegensi anak tinggi. Namun, ada hal lain yang tak kalah urgen dalam mendidik anak, terutama akidah Islam dan adab.

Mendidik anak pada zaman sekarang ini banyak sekali tantangannya. Pendidikan anak sejak usia dini belum bisa berjalan optimal meski sudah diupayakan bersungguh-sungguh. Pengaruh lingkungan dan sistem sekuler saat ini kurang kondusif dan memperberat peranan orang tua dalam mendidik anak. Belum lagi tantangan yang bertebaran, terutama di era revolusi 4.0 ini, mulai dari media seperti televisi dan gadget sangat besar pengaruhnya untuk keluarga dan anak-anak. Keinginan para orang tua untuk mengoptimalkan potensi anak terus menemui ganjalan.

Tak sedikit orang tua yang akhirnya berlepas tangan pada pendidikan anak. Mereka yang asik dengan dunianya (kesuksesan usaha) akan mempercayakan kepada lembaga pendidikan saja meski itu bertarif sangat besar. Sementara orang tua yang kehidupan ekonomunya terhimpit, jangankan untuk biaya pendidikan mahal, makan sehari-hari saja harus melata, maka mereka akan mencukupkan diri menyerahkan pada institusi pendidikan ala kadarnya. Parahnya lagi, baik orang tua yang kaya ataupun miskin sama-sama berlepas tangan dengan menyerahkan sepenuhnya pendidikan anak pada lembaga pendidikan yang dipilih.

Jika orang tua sudah berlepas tangan, maka peluang kerugian demi kerugian akan dituai lebih besar. Beberpaa dampak buruk akan menimpa anak jika orang tua tidak lagi care dengan pendidikan di rumah. Berikut dampak buruknya:

1. Anak akan susah diatur
Sudah banyak anak yang cenderung susah di atur ketika mereka jarang mendapat kasih sayang dan perhatian orang tua. Apalagi jika mereka hanya menemukan kesendirian saat pulang ke rumah tanpa adanya kehangatan perlakuan orang tua. Dia pagi sudah ditinggal lebih awal, saat pulang pun belum berjumpa kareba orang tuanya bekerja sampai sore, bahkan larut malam. Walhasil, anak akan cenderung berbuat seenaknya tanpa arahan. Mereka akan susah diatur karena terbiasa hidup tanpa kontrol.

2. Anak akan sering bermain di luar rumah
Fenomena anak jalanan bukan semata karena mereka tunawisma, banyak juga di antara mereka yang keluar rumah sekadar konkow ataupun hobi mengusik dan menyatu dengan kehidupan luar rumah. Keasikan mereka dengan teman-teman di luar rumah mengalihkan rasa jenuh dan jemu saat di rumah. Anak akan menjumpai aneka kesenangan fana yang bertabur maksiat di luar rumah. Bahkan mereka ada yang hobi dugem, miras, balapan liar, dan lainnya demi memenuhi kepuasan dan mencari eksistensi diri di luar rumah. Jika sudah demikian siapa yang akan menyesal?

3. Hilangnya rasa empati anak
Anak yang jarang mendapat pendidikan dari orang tua akan terlepas empatinya. Anak tidak akan care dengan anggota keluarganya. Mereka hanya peduli dengan apa yang dianggap kesenangan dan dunianya. Urusan dalam rumah tak menarik empatinya sama sekali. Kalaupun ada, sangat kecil kemungkinannya.

Sungguh dampak buruk lepas tangannya orang tua akan mendatangkan penyesalan di kemudian hari. Padahal masa anak-anak tak akan terulang lagi. Seharusnya orang tua bersungguh-sungguh mendidik dan mengasuhnya. Sebab, kelak di akhirat akan dimintai pertanggungjawaban akan hal itu. Kalaupun masuk surga, kita tidak akan berjumpa lagi dengan masa kanak-kanak mereka karena di surga semua seusia.

Tatacara Menanamkan Kepribadian Islam Anak Sejak Usia Dini

Islam sebagai agama yang sempurna memiliki metode mendidik anak yang komprehensif. Orang tua yang berkomitmen menjadi orang tua seutuhnya seharusnya teguh dan konsisten dalam mendidik anak ala Islam saja agar anak murni berkepribadian Islam. Berikut beberapa cara yang bisa ditempuh oleh tiap orang tua Muslim:

1. Menanamkan tauhid atau akidah Islam sejak dini
Untuk menghasilkan output anak berkepribadian Islam, orang tua wajib menanamkan akidah kepada anak dimulai sejak dalam kandungan ibu. Ayah dan ibu harus bersinergi dengan menanamkan keyakinan bahwa orang tualah yang akan menentukan keyakinan dan akidah (agama) anak karena anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci). Dari Abi Hurairah, Rasulullah saw. bersabda:
“Setiap anak dilahirkan dalam kondisi fitrah kecuali orang tuanya yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR Bukhari Muslim)

Sejak dalam kandungan, orang tua dapat memperdengarkan ayat-ayat Allah Swt. (Al-Qur’an) dan perkataan yang baik-baik saja. Terutama, ibu yang mengandungnya. Maka setiap ucapan dan suluk ibu harus benar-benar diperhatikan demi mendidik akidah atau tauhid buah hati yang masih dalam rahim.

2. Menciptakan suasana kondusif
Sebagaimana pembahasan pekan lalu, orang tua wajib mencarikan dan mesuasanakan lingkungan yang kondusif untuk keshalihan anak. Sehingga anak tidak berat untuk memiliki kepribadian Islam. Suasana yang kondusif dalam mendidik anak harus dibentuk oleh orang tua karena anak adalah anugerah yang wajib dijaga. Sebagaimana nasihat Imam Al-Ghazali:

“Setiap anak adalah amanah bagi orang tuanya. Setiap anak memiliki kalbu (hati) suci sebagai mutiara atau perhiasan yang berharga. Jika setiap anak dibiasakan dengan hal-hal yang baik, ia akan tumbuh dengan kebaikan dan kebahagiaan dia dunia dan di akhirat. Sebaliknya, jika dibiasakan berbuat yang tidak baik dan ditelantarkan pendidikannya seperti hewan, ia akan celaka dan merugi. Oleh karena itu, setiap anak harus dilindungi dengan cara mendidik, meluruskan, dan mengajarkannya akhlak yang baik.”

3. Islam mewajibkan negara menjaga suasana keimanan
Agar kepribadian Islam anak utuh, maka diperlukan peran negara untuk menjaganya. Ketaqwaan negara tak bisa lepas dari proses pendidikan anak. Sebab, negaralah yang mampu mencegah dan menghalangi adanya konten ataupun tayangan negatif yang bertebaran. Negara yang akan menjamin penjagaan akidah dan agama setiap individu rakyat, termasuk anak. Maka, mewujudkan negara yang bertaqwa juga menjadi upaya yang wajib diperjuangkan oelh orang tua.

Demikianlah Islam mengatur tatacara menanamkan kepribadian Islam anak sejak usia dini dalam ranah pendidikan. Seyogiayanya setiap Muslim wajib mengkaji terlebih dahulu tsaqofah Islam seputar munakahat dan hadlonah anak agar mampu membentuk kepribadian Islam anak.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi