Membentengi Anak Dari Ancaman LGBT

Ayah-bunda, pernahkah berjumpa dengan sosok yang sering disebut sebagai kaum pelangi? Mereka bergandengan tangan sesama jenis, tertawa dan bercanda, saling melihat dengan tatapan mesra, tanpa ada rasa malu sedikitpun.  Ya, mudah sekali menemukan kaum ini di sekitar kita. Wajar anak-anak pun dengan sangat mudah bisa melihat mereka di tempat-tempat umum dan keramaian.  Tak jarang ada yang bertanya, “Siapa mereka, Bun?”,  “Kenapa kok tingkah laku mereka demikian?” Dan seterusnya….

Berbicara tentang LGBT hakikatnya kita tidak sedang bicara hanya tentang pelaku dengan perilaku atau  gaya hidup menyimpang yang menjangkiti sekelompok orang. Sebenarnya kita sedang bicara tentang sebuah Gerakan: Gerakan LGBT. Gerakan ini sistematis dan massif menularkan penyakit penyimpangan seksual.

Gerakan LGBT ini juga merambah dunia anak-anak.  Akibatnya, anak-anak baru gede (ABG) yang masih duduk di bangku SMP pun tak malu mengumbar kelainan seksual mereka di media sosial. Di jejaring Twittter, beredar komunitas bernama @gaysmp. Mereka berlomba-lomba mengunggah foto-foto tidak senonoh. Sebelumnya, KPAI melansir adanya akun Twitter @gaykids_botplg yang mempropagandakan homoseksual kepada anak. Akun ini mempunyai pengikut sebanyak 3.032 orang. Grup Facebook bernama Kumpulan Barudak Gay SMP/SMA Garut beberapa waktu lalu juga sempat membuat heboh dunia maya. Pasalnya, grup yang beranggotakan lebih dari 2.500 pengguna akun media sosial (medsos)  ini masih berstatus pelajar.

Sungguh, semua itu sangat menyesakkan dada. Gerakan LGBT adalah ancaman yang nyata, karena itu harus ada upaya untuk membentengi anak dari ancaman tersebut. Bagaimana caranya?

 

Mengoptimalkan Peran Keluarga

Keluarga merupakan institusi yang memiliki peran penting dalam membentengi anak dari ancaman LGBT. Beberapa hal yang bisa dilakukan orangtua adalah sebagai berikut:

Pertama, pengokohan keimanan. Hal ini harus dilakukan sejak anak masih usia dini. Kita harus memahamkan anak bahwa hidup hanyalah untuk beribadah dan mencari ridha Allah SWT.  Ketika  Allah SWT ridha, maka kita akan mendapatkan kebahagiaan dunia maupun akhirat.

Ridha Allah SWT hanya bisa didapatkan dengan taat kepada-Nya. Karena itu kita harus mendorong anak agar mau terikat dengan seluruh syariah-Nya. Tatkala anak memiliki iman yang kuat, ia akan takut terhadap azab Allah, maka ia tak akan berani melanggar syariah-Nya.

Kedua, mengajari anak menutup auratnya. Sejak kecil kita sudah mengajarkan, mana saja bagian tubuh yang merupakan aurat sehingga tidak boleh dilihat oleh orang lain. Kemudian kita membiasakan anak untuk menutup auratnya. Mereka harus menjaga auratnya agar tak tersingkap dan  disentuh oleh orang lain. Kita juga perlu membiasakan mereka menjaga aurat tersebut sekalipun dengan sesama jenis, kecuali yang terbiasa melayani dirinya seperti bunda atau pengasuhnya.

Islam telah menetapkan bahwa aurat laki laki  adalah antara pusar dan lutut. Ini berdasarkan hadis Rasulullah saw., “Aurat laki-laki ialah antara pusat sampai dua lutut.” (HR ad-Daruquthni dan al-Baihaqi).

Adapun aurat perempuan di hadapan mahram dan bukan mahram telah dijelaskan di dalam al-Quran (QS QS an-Nur ayat 31). Di hadapan selain mahram, aurat perempuan adalah seluruh tubuhnya kecuali muka dan kedua telapak tangan. Di hadapan mahram, aurat perempuan adalah selain rambut, wajah, leher, dada atas, tangan sampai lengan dan kaki sampai betis.  Selain itu harus ditutup dan tidak boleh dinampakkan.

Ketiga, memahamkan larangan menyerupai lawan jenis. Kita perlu memahamkan larangan laki-laki menyerupai perempuan atau sebaliknya perempuan menyerupai laki-laki. Ibnu Abbas ra. berkata, “Rasulullah saw. telah melaknat laki-laki yang berlagak wanita dan wanita yang berlagak meniru laki-laki.” (HR al-Bukhari).

Menanamkan jiwa maskulin pada anak laki laki dan jiwa feminin pada anak perempuan wajib dilakukan orangtua karena demikianlah yang diperintahkan Islam.  Anak laki-laki diajarkan untuk tegas, tangguh dan melindungi siapapun. Karena itu sejak kecil orangtua perlu memberi anak laki-laki permainan yang melatih kekuatan fisik seperti bermain sepak bola, memanjat pohon dsb.

Untuk anak perempuan, mereka harus dibiasakan untuk berlaku lembut, memiliki rasa kasih sayang yang besar dan menjaga ‘iffah.  Mereka bisa diberi permainan yang mengarah ke hal tersebut, seperti bermain boneka, masak memasak dan lain lain.  Jika tampak ada anak yang melenceng sehingga bertindak tidak sesuai fitrahnya, kita harus segera meluruskan mereka.

مُرُوا أَوْلاَدَكُم بِالصَّلاَة وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْع سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ، وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ في الْمِضَاجِعِ

Perintahkanlah anak-anak kalian shalat ketika usia mereka tujuh tahun. Pukullah mereka karena (meninggalkan)-nya saat berusia sepuluh tahun. Pisahkanlah mereka di tempat tidur (HR Abu Dawud).

 

Keharaman tersebut bersifat umum, bisa sesama laki-laki maupun sesama perempuan, atau lelaki-perempuan. Sebabnya, nasnya berbentuk umum. Karena itu orangtua ataupun wali anak seharusnya menyediakan masing-masing anak satu tempat tidur dan satu selimut secara terpisah. Pemisahan tempat tidur anak ini akan membiasakan aurat mereka terjaga sekalipun dengan kakak atau adik mereka sendiri.

Kelima, mengajari anak pergaulan islami. Mengajari anak pergaulan islami akan menjaga mereka dari pergaulan terlarang, baik yang sesama jenis maupun yang lawan jenis. Dimulai dari menjaga pandangan dari yang haram atau yang bisa merangsang munculnya syahwat. Kemudian membatasi diri dari ikhtilaath (interaksi) yang bersifat fisik baik dengan teman sejenis maupun lawan jenis. Berikan kasih sayang dan perhatian yang cukup. Itu akan membuat anak terpenuhi naluri (gharizah naw’)-nya sehingga tak mencari kasih sayang pada orang yang salah.

Untuk anak-anak yang sudah menjelang remaja, perlu juga memahamkan tentang haramnya hukum LGBT dan kemurkaan Allah SWT terhadap para pelakunya. Kita bisa mengajak mereka untuk membaca kisah kaum Nabi Luth (misalnya di dalam QS Hud [11]: 74-83) dan ancaman hukuman untuk mereka.

Nabi saw. bersabda, “Siapa saja yang menjumpai satu kaum yang melakukan seperti perbuatan kaum Nabi Luth maka bunuhlah ia, pelakunya dan obyeknya (temannya).” (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa’I dan Ahmad).

Keenam, menjauhkan anak dari media yang mempromosikan LGBT. Televisi dan gadget adalah media yang selama ini banyak mempromosikan perilaku LGBT. Anak-anak yang masih kecil perlu pengawasan dan pendampingan yang super ketat ketika mereka mengakses media tersebut.

Anak-anak yang sudah remaja perlu dipandu dan dibimbing agar mampu bersikap secara tepat dan bijak dalam penggunaan media tersebut. Dalam hal ini orangtua perlu bersinergi dengan pihak sekolah atau pihak-pihak lainnya dalam pengawasan terhadap mereka. Ingat, tak sedikit anak-anak yang terjebak pergaulan yang salah hanya gara-gara gadget yang ada dalam genggaman tangan mereka.

 

Butuh Peran Masyarakat dan Negara

Membentengi anak dari ancaman LGBT juga membutuhkan peran masyarakat dan negara. Tak mungkin membebankan hanya kepada orangtua untuk membentengi anak dari perilaku ini, sementara pelaku dan pemicunya bebas berseliweran di sekitar mereka.

Islam memerintahkan kepada masyarakat untuk terlibat secara aktif dalam dakwah, melakukan amar makruf nahi mungkar kepada anggota masyarakat lainnya agar taat pada perintah juga larangan Allah SWT dan Rasul-Nya. Ketika ditemukan ada yang punya kecenderungan berperilaku LGBT, mereka harus segera dinasihati dan berusaha ‘disembuhkan’. Jangan didiamkan.  Begitu pula kontrol sosial terhadap berbagai media harus digencarkan sehingga tidak ada ruang bagi promosi LGBT melalui media massa.

Yang juga sangat penting adalah peran negara.  Problem LGBT adalah problem sistemis, menyangkut banyak faktor yang saling terkait satu sama lain, sehingga butuh solusi sistemis. Di sinilah peran negara menjadi sangat penting. Negara harus mengganti sistem kapitalisme yang diadopsi saat ini. Sebabnya, LGBT adalah buah liberalisme yang dihasilkan oleh ideologi Kapitalisme. Selama ideologi Kapitalisme masih dipakai dalam sistem kehidupan bermasyarakat maupun bernegara, mustahil problem LGBT ini bisa selesai dan tak muncul kembali.

Sebagai gantinya, negara seharusnya mengadopsi sistem Islam yang akan menerapkan syariah Islam secara sempurna. Di dalam sistem Islam inilah umat akan dibangun ketakwaannya, diawasi perilakunya oleh masyarakat agar tetap terjaga, dan dijatuhi sanksi bagi mereka yang melanggar dengan sanksi sesuai syariah Islam. Negara yang sanggup melakukan semua tugas dan tanggung jawab tersebut tak lain adalah Negara Khilafah. Di sinilah urgensitas menegakkan Khilafah sebagai solusi tuntas membentengi anak dari ancaman LGBT.

WalLâhu a’lam bi ash-shawwâb. [Wiwing Noeraini]

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi