Membangun Percaya Diri Pada Anak


Penulis: Anonim

Abdullah ibnu Hudzaifah as-Sahmi, adalah utusan Nabi Saw. untuk menyampaikan dakwah Islam kepada raja Kisra, Persi. Beliau diutus ke tempat yang tidak pernah dia datangi, bahkan bahasanya pun tidak dia mengerti. Bahkan dia berangkat seorang diri. Tiada yang menemani nya selain Subhh Swt. Ketika menjejakkan kakinya di tanah Persi, ia kemudian meminta izin untuk menemui raja mereka.

Pada saat itu, Kisra menyuruh pengawal memanggil para pejabat istana untuk menghadiri majelis. Mereka pun hadir semuanya.

Dengan langkah perlahan namun pasti Abdullah masuk menemui Raja Kisra hanya memakai pakaian yang tipis dan kumal, tanpa alas kaki. Sangat kontras dengan megahnya istana Kisra, dan gemerlapnya jubah kebesaran para pejabatnya. Namun, semua itu tak sedikitpun membuat hatinya minder atau kelu lidahnya.

Apa yang membuat Abdullah Ibnu Huzaifah begitu percaya diri? Coba kita bandingkan, potret generasi sekarang, berbeda sedikit saja dengan temannya, sudah membuat mereka galau. HP-nya tak bermerek atau lecet-lecet, membuat mereka enggan bergaul. Pede-nya baru terangkat jika memegang HP bermerek dengan berbagai macam fitur. Padahal, yang dibutuhkan hanya untuk menelepon, sms dan whatsapp. Apa penyebabnya?

Tanpa kita sadari, sebenarnya kita berandil menjadi penyebabnya. Seringkali, ketika kita ajarkan anak menjalankan suatu kewajiban disertai pujan yang bersifat materi dan fisik semata. Mungkin benar tujuannya agar anak termotivasi menjalankan kewajiban tersebut. Tapi kita lupa, bahwa membangun keyakinan agar anak menjalankan kewajiban, semata taat kepada Allah adalah hal yang paling penting .

Misalnya, saat kita mengajarkan anak kita berjilbab semenjak dini. Tujuannya, agar kelak ketika dewasa mereka sudah terbiasa menggunakan jilbab.Tetapi apa yang kita ucapkan? bukan iman yang kita tanamkan, melainkan keinginan untuk memperoleh pujian manusia yang kita bangkitkan. Kalau mereka tidak berjilbab, kita katakan:

“Ih, jelek kalau nggak pakai jilbab.” sungut kita.

Begitu mereka memakai jilbabnya segera kita memuji,

“Nah, gitu dong. Kalau pakai jilbab kan cakep, cantik lagi.” puji kita.

Bukankah lebih baik kita berkata:

“Pakai jilbab Nak,supaya Allah sayang padamu.”

Lebih sempurna jika kita bacakan ayatnya:

“Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak perempuanmu dan istri orang-orang mu’min, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka, yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah maha pengampun lagi maha penyayang.”
(QS Al-ahzab: 59).

Sehingga, selain membiasakan sejak dini anak berbuat karena perintah Allah juga memperkaya tsaqofah (ilmu Islam) anak.

Atau misal, kita katakan saat meminta anak-anak ke masjid.

“Pakai baju yang bagus biar nggak malu sama teman.”

Karena, Allah Swt. berfirman: yang artinya:

“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid. Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan.sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang brlebih-lebihan.”(QS Al-a’raf: 31)

Dapat juga diungkapkan,

“pakai baju yang bagus Nak, kan ada hadisnya, Allah jamilun yuhibbu jamal (Allah itu indah dan menyukai keindahan).”

Bisa juga muncul ungkapan yang seakan memperkokoh jiwa,

“Kenapa harus malu ? Temanmu yang tasnya lebih jelek juga banyak. Baguskan sepatu kamu, nggak semua teman kamu punya lo, sepatu sebagus ini.”

Padahal, ungkapan-ungkapan tersebut memunculkan rasa percaya diri jika ada orang lain yang memiliki kekurangan atau kelemahan dibandingkan dia.

Allah Swt. berfirman yang artinya:

“Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan bagi umat manusia, menyuruh kepada yang Ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah.” (QS Ali Imron: 110)

Tidak cukupkah pernyataan Allah Swt. bahwa kita adalah umat yang terbaik? Mengapa kesadaran ini tidak kita tularkan kepada anak-anak kita? Padahal, legalitas khoiru ummah (umat terbaik) dari Allah Swt. ini akan menjadi modal besar bagi mereka sebagai generasi yang penuh percaya diri.

Ketika mereka menyadari bahwa, mereka mengemban amanah untuk mengajak manusia kepada kebaikan, mencegah dari melakukan kemungkaran, dan beriman kepada Allah Swt. sang Maha Pencipta. Tentu kesadaran akan tugas mulia tersebut akan membuat mereka bersikap bangga sekaligus menjalankan ketaatan semata-mata karena Allah.

Nabi Saw. dalam khutbah terakhirnya menyampaikan:

“Sesungguhnya darah kalian, harta kalian, dan kehormatan kalian, sama sucinya dan hari ini, negeri ini, pada bulan ini, sungguh kaum mukmin itu bersaudara. Tidak boleh ditumpahkan darahnya. Tuhan kalian satu. Bapak kalian semuanya Adam, dan Adam dari tanah. Sesungguhnya yang paling mulia disisi Allah ialah yang paling takwa.”

Karena itu, tidak ada kelebihan orang Arab di atas orang asing kecuali karena takwanya. Kesadaran bahwa kemuliaan seseorang di hadapan Allah Swt. hanya dilihat dari sisi ketakwaan. Inilah yang membuat sahabat Nabi berpakaian kumal tidak malu mendatangi istana raja. Dia tidak minder melhat jubah jubah kebesaran para pembesar kerajaan.

Inilah kesadaran yang akan membentuk rasa percaya diri yang sejati. Yaitu rasa percaya diri bahwa manusia sederajat di hadapan Allah Swt. Dan disaat yang sama Mereka merendah di antara orang-orang yang beriman, karena tak ada yang tahu siapa di antara mereka yang paling bertakwa. Maka, yang akan menambah rasa percaya dirinya adalah keterikatan untuk menjalankan seluruh aktivitasnya berdasarkan kepada syariat Allah.

Peran orang tua dalam upaya membangun rasa percaya diri pada seorang anak harus dimulai dari lingkungan rumah. Karena rasa percaya diri mulai terbentuk pada masa kanak-kanak, orang tua terutama ibu sebagai pendidik yang pertama dan utama, mempunyai tanggung jawab besar dalam pembentukan rasa percaya diri sang anak. Kepercayaan diri dalam seseorang sangat dipengaruhi oleh pola pengasuhan orangtuanya . Syarat utamanya adalah orangtua harus punya rasa percaya diri yang sejati dulu. Sikap percaya diri orang tua jelas menjadi teladan bagi anak-anaknya.

Karena itu, orang tua harus senantiasa berupaya meningkatkan kualitas diri agar dapat menghasilkan generasi khoiru ummah yang penuh percaya diri. Orang tua, terlebih Ibu, mesti yakin bahwa dirinya dan keluarganya adalah bagian dari umat terbaik. Sebab Ia bertakwa kepada Allah Swt. dengan jalan melaksanakan segala perintah dan menjauhi larangan Nya. Apalagi jika Ibu dan juga keluarganya ikut serta melaksanakan aktivitas amar ma’ruf dan mencegah kemungkaran dengan gigih, maka akan menambah nilai keteladanan bagi anak.

Begitu pula sikap memegang teguh Islam di tengah gempuran nilai-nilai racun feminis, liberalisme, hedonisme, dan kesetaraan gender menjadi sangat penting. Misalnya anggapan dan pernyataan bahwa perempuan tidak bekerja tidak dianggap produktif, tidak tampil modis nggak dianggap up to date, dan lainnya. Itu semua tidak akan mempengaruhi rasa percaya dirinya. Yang paling mengganggu rasa percaya dirinya adalah disaat dia melepaskan Islam. Sebab, ia tahu derajatnya hina di hadapan Allah Swt.

Faktor lain yang cukup penting dalam menumbuhkan rasa percaya diri pada anak adalah mengenalkan kepada anak tokoh-tokoh dalam islam sebagai panutan atau idola bagi mereka.

Sudah seharusnyalah sejak dini kita mengenalkan kehidupan Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan tokoh-tokoh Islam lainnya. Tentu saja orang tua dituntut kreatif dalam mengenalkan idola ini, dengan cara yang dapat menarik perhatian mereka sehingga membekas secara mendalam di dalam hati mereka.

Untuk memperkuat rasa percaya diri sebagai seorang muslim, doronglah anak untuk menyampaikan kebenaran serta mengajak orang lain kepada kebenaran. Maka, pada diri mereka akan muncul semacam perasaan bahwa ada tugas untuk mengingatkan dan menyelamatkan. Ini sangat berpengaruh terhadap citra dirinya kelak dalam orientasi hidupnya.

Merekalah yang kelak dapat meninggikan kalimat Allah Swt. di muka bumi, bukan meninggikan nama mereka dengan menggunakan kalimat Allah. Sesungguhnya jika mereka meninggikan kalimat Allah dimuka bumi, Allah akan meninggikan dan memuliakan mereka di antara penduduk langit dan bumi.

Tugas kita sekarang adalah menyiapkan mereka agar menjadi manusia-manusia yang penuh percaya diri. Mereka tidak tunduk hanya karena melihat kemegahan sistem kapitalis, sekularisme, liberalis yang palsu. Mereka tidak lemah hanya karena mendengar nama Amerika, Jepang atau Eropa! Wallahu a’lam.

Sumber : CWS

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi