Oleh. Afiyah Rasyad
Anak adalah amanah yang harus dirawat, dididik, dan diasuh sesuai syariat Islam agar ia tumbuh menjadi pribadi muslim yang taat. Bahkan, penanaman akidah Islam sejak usia dini dangat diperlukan dengan adanya stimulasi diri kebutuhan jasmani, prosws berpikir, dan kebutuhan naluri agar di usia mumayyiz anak sudah bisa mandiri dalam ketaatan dan berkepribadian Islam tanpa sounding. Orang tua cukup mengontrol dan mengingatkan.
Masyhur apa yang disampaikan oleh Sayyidina Ali bahwa anak usia dini (7 tahun pertama) semestinya diperlakukan bagaikan raja. Orang tua harus memenuhi segala keperluannya dan melimpahkan kasih sayangnya. Tumbuh kembang fisik, psikis, akal, dan akidah anak mutlak ada di tangan orang tua agar senantiasa dijaga dan dikawal dengan baik karena kelak akan dipertanggungjawabkan di akhirat.
Sementara di fase 7 tahun kedua (8-14 tahun), anak perlu diperlakukan bak tawanan perang. Dimana anak sudah harus dipaksa berjalan dalam koridor perintah dan larangan Allah. Sebagaimana sabda Baginda Nabi Saw:
“Perintahkanlah anak-anakmu sholat bila telah berusia 7 tahun, dan apabila berusia 10 tahun pukullah dia karena meninggalkannya.” (HR Abu Daud)
Tentu, tabiat tawanan adalah ada keinginan untuk bebas. Jika anak terlalu diberi kelonggaran dan kompromi di usia 8-14 tahun, terutama pada keterikatan dengan syariat Islam, maka anak akan cenderung bebas tak terkendali alias semau gue di usia baligh hingga dewasanya.
Seharusnya anak usia mumayyiz, sudah memiliki pola pikir Islami yang terlatih. Mereka akan melaksanakan perintah Allah dengan kesadaran tanpa opyak-opyak ekstra dari orang tua, namun tetap kedisiplinan pembiasaan dalam ketaatan harus istiqomah atau konsisten. Usia mumayyiz bisa dilihat dari kisaran usia fase 7 tahun kedua, bisa juga dilihat dari cara pikir yang sudah mampu memahami tata cara sholat, shoum Ramadhan, membedakan jumlah uang, mengetahui kisaran harga barang, dan lainnya.
Bekal yang Harus Disiapkan untuk Mengoptimalkan Kepribadian Anak di Usia Mumayyiz
Setelah fase usia dini, anak akan melewati fase mumayyiz. Di usia mumayyiz pun orang tua harus mengoptimalkan pendidikan dan pendampingan agar terbentuk kepribadian Islam yang kokoh dan menjadi muslim sejati. Harus dipahami, sistem pendidikan yang ada saat ini tidak mengenal fase mumayyiz. Maka, orang tualah yang harus ekstra dalam mendidik anak di usia ini. Ada beberapa hal yang harus disiapkan orang tua agar mampu mengoptimalkan kepribadian anak di usia mumayyiz, antara lain:
1. Ilmu
Tentu, di usia mumayyiz pola pikir anak semakin meningkat dibanding usia baligh. Peran orang tua dalam memoles tak boleh asal tanpa bekal ilmu. Apalagi, orang tua sekadar memiliki anak dan memenuhi urusan perutnya saja. Sementara nutrisi otak dan jiwanya dibiarkan gesang dan kerontang.
Setiap muslim wajib menuntut ilmu Islam, termasuk dalam mendidik anak demi membenguk kepribadian Islam. Setiap fase usia anak memikiki perkembangan pola pikir dan pola sikap yang khas. Tak bisa anak mumayyiz disamakan dengan anak yang telah aqil baligh. Justru, usia mumayyiz menjadi gerbang kepribadian Islam sebelum memasuki usia baligh.
Ilmu parenting ataupun ilmu seputar pendidikan anak ini harus terus digali dan diupgrade. Setiap anak itu istimewa, memiliki ciri khas tersendiri. Maka, orang tua wajib memiliki ilmu dalam mengawal usia mumayyiz anak yang bisa jadi penanganan dan uslubnya berbeda meski terlahir dari rahim yang sama.
2. Kasih sayang
Walau sudah melewati fase usia dini, kasih sayang adalah hal penting yang harus melekat dalam diri anak. Kasih sayang orang tua yang melimpah akan menyuburkan akal dan jiwa anak. Rasa nyaman dan tenang akan dirasakan dan dinikmati anak saat orang tua melimpahkam kasih sayangnya. Dengan adanya ikatan kasih sayang ini, komunikasi dan proses pendidikan insyaallah akan berjalan sesuai harapan. Kemudahan dalam mengarahkan anak juga akan dirasakan oleh orang tua. Maka, kasih sayang harus masuk list bekal yang harus disiapkan oleh orang tua dalam mengoptimalkan kepribadian anak di usia mumayyiz, sehingga terbentuk pribadi muslim sejati.
3. Sabar dan konsisten
Sabar dan konsisten wajib dikantongi orang tua dalam mengasuh dan mendampingi tumbuh kembang anak, termasuk fase usia mumayyiz. Anak sama dengan orang tua, bukan malaikat yang bisa kapan saja keseleo dalam bersikap. Sounding dan arahan setiap saat dengan penuh kesabaran belum tentu anak langsung menangkapnya, apalagi jika orang tua tak bersabar dan melepas istiqomah dalam mendampingi anak. Pembiasaan cara berpikir san bersikap sejak usia dini tetap harus dijaga dengan sabar dan istiqomah agar tak hilang begitu saja. Maka sikap sabar dan konsisten dalam pengoptimalan kepribadian Islam anak harus terus dipelihara.
Itulah beberapa bekal yang wajib dimiliki orang tua agar mampu mengoptimalkan kepribadian anak di usia mumayyiz.
Saat Orang Tua Abai Membersamai dan Mendidik Anak di Fase Usia Mumayyiz
Fase usia anak mumayyiz sama pentingnya dengan usia balita. Setiap fase kecerdasan otak anak akan semakin bertambah. Informasi terdahulu, pembiasaan, pendampingan, dan contoh dalam mengoptimalkan kepribadian anak di fase mumayyiz tak bisa disepelekan meski anak telah banyak memahami konsekuensi sebuah perbuatan. Anak di fase mumayyiz ini ibarat tawanan, maka orang tua harus mampu menawan anak dengan pendidikan berlandaskan akidah Islam lebih kuat lagi. Jangan sampai abai. Apabila orang tua abai di fase mumayyiz ini, maka akan menyebabkan beberapa hal berikut:
1. Anak jauh dari syariat Islam
Tentu saja jika fase mumayyiz anak dibiarkan begitu saja dalam urusan aqidah saat hendak membentuk kepribadian Islam anak, maka anak justru akan terlepas dari ikatan akidah Islam. Sehingga, ia akan enteng meninggalkan syariat Islam. Bahkan, terpikir takut dosa pun bisa jadi tak pernah. Meski anak sudah mulai mampu memahami konsekuensi sebuah aktivitas dan hukum Islam, jika mereka jarang dikontrol, apalagi diabaikan, kemungkinan anak jauh dari syariat Islam sangatlah besar. Pribadi muslim sejati akan jauh dari diri anak saat ia jauh dari syariat Islam.
2. Menjadi benalu bagi orang tua
Kebanyakan anak zaman now, meski ia sudah berusia lewat dari mumayyiz, masih saja tidka bisa mandiri. Pelayanan dan fasilitas orang tua masih sangat diandalkan. Sekadar membantu mencuci pakaian sendiri pun, anak enggan. Termasuk anak laki-laki yang sudah baligh dan siap mejadi bapak, akan terus menjadi benalu bagi orang tuanya karena tidak adanya pemahaman bahwa ia wajib mencari nafkah untuk dirinya sendiri, istri, dan anaknya. Begitupun anak perempuan, meski nafkah ditanggung bapak atau wali berdasarkan syariat, ia bisa jadi benalu bagi orang tua jika fase mumayyiz diabaikan. Dia enggan ke dapur sekadar membantu memotong sayur atau cuci piring. Semua serba ingin dilayani, difasilitasi, dan disediakan. Tentu hal ini akan sangat menyakitkan bagi orang tua nantinya di masa mendatang.
3. Tumbuh dengan kepribadian yang ambigu
Anak mumayyiz pola pikirnya sudah benar, namun pola sikapnya bertentangan dengan apa yang menjadi pemikirannya, itulah ambigu dalam berkepribadian. Misal, anak laki-laki berusia 9 tahun tahu sholat dan menutup aurat itu wajib, tapi dia jarang sholat dan masih suka memakai celana pendek di atas lutut. Hal itu tak lepas dari kontrol dan muhasabah dari orang tua. Jika abai, maka kepribadian yang ambigu akan tercipta. Ia akan tumbuh dengan kepribadian itu.
Maka, fase mumayyiz inilah penentu optimal tidaknya pembentukan kepribadian Islam anak. Orang tualah yang wajib berperan dengan mendawamkan diri seutuhnya dalam mendampingi anak sampai anak menjadi mukmin sejati.
Langkah Orang Tua dalam Mengoptimalkan Kepribadian Anak Usia Mumayyiz sesuai Syariat Islam
Pada fase mumayyiz, akal anak sedang proses menuju kesempurnaan akal orang dewasa. Sel-sel otak sudah mulai siap dan mampu belajar lebih tinggi lagi dibanding usia dini. Maka, orang tua wajib meningkatkan, mengembangkan, dan mengoptimalkan kepribadian anak, termasuk kemampuan berpikir sesuai tuntunan syariat Islam. Berikut beberapa langkah yang bisa dilakukan oleh orang tua dalam mengoptimalkan kepribadian anak:
1. Membina anak dengan tsaqofah Islam secara rutin dan berkesinambungan
Di fase ini, anak sudah mulai memahami penggambaran lebih utuh terkait akidah Islam. Penanaman tsaqofah Islam sejak dini bisa dijadikan kajian rutin pekanan dengan anak untuk merangsang dan melatih proses berpikirnya agar mampu memahami sebuah fakta dengan benar. Anak sudah bisa menerima penjelasan seputar hakikat hidup dan visi penciptaan. Anak tak hanya bisa menghafalkan atau membaca Al-Qur’an, mereka sudah bisa diajari tentang tafsirnya juga. Tsaqofah Islam sangat urgen diajarkan agar anak paham betul tentang konsekuensi keimanan. Mereka paham kewajiban sholat, menutup aurat, mengkaji Islam, berdakwah, menjaga pergaulan, dan segala bentuk ketaatan yang kemudian mereka aplikasikan dalam kehidupan penuh kesadaran. Jika perlu, orang tua mencarikan guru untuk halqoh anak dengan teman seusianya yang sama-sama proses pengoptimalan kepribadian Islam.
2. Dekatkan anak dengan orang-orang sholeh
Berat bagi anak yang diproyeksikan menjadi anak sholeh, tapi linkungan dan orang terdekatnya jauh dari kata sholeh. Menjadi kewajiban orang tua mencarikan lingkungan dan komunitas orang sholeh. Bahkan, mendekatkan anak dengan orang sholeh bisa dilakukan dengan cara membuat perbandingan para sahabat dan musuh-musuh Islam. Terus kisahkan pada anak sosok superhero sebenarnya dalam Islam yang ketaatannya pada Allah dan Rasul tak diragukan. Sehingga, anak termotivasi dan terjaga kepribadian dan ghiroh Islamnya.
3. Anak dilatih mandiri
Anak di fase mumayyiz sudah bisa memahami amanahnya. Mereka bisa diberi tanggung jawab atas pekerjaan rumah, muamalah pada batas tertentu, menjaga adik-adiknya, menjaga rumah, menyampaikan pesan, dan lain-lain sesuai kemampuan anak. Latihan mandiri ini akan menjadi persiapan di masa baligh. Selain itu, kepribadian Islam anak akan semakin terasah ketika mereka bisa mandiri.
4. Tingkatkan rasa percaya diri anak
Anak bisa dilatih untuk tampil dan berbicara di depan saudara-saudaranya atau teman-temannya. Mereka juga bisa dilatih menjadi imam sholat bagi teman-temannya. Anak pun bisa diajak beramar makruf nahi munkar. Langkah itu bisa memupuk rasa percaya diri anak dalam mengutarakan pemikiran (ide atau pola pikir) dan mengasah anak percaya diri dalam bersikap (melaksanakan ketaatan). Sehingga, kepribadian Islam anak bisa optimal dengan rasa percaya diri yang dimiliki.
5. Biasakan anak dengan konten positif
Di era revolusi 4.0 ini, dunia ada dalam genggaman tangan dan kedipan mata. Dunia digital merajalela, apalagi anak sudah berpeluk erat dengan dunia maya, wabil khusus saat PJJ. Sebaran konten negatif amatlah menjamur. Bahkan iklan cabul sering muncul di platform media. Di sinilah peran penting orang tua dalam menjaga dan mengoptimalkan kepribadian anak agar tak terkontaminasi dengan konten negatif. Usia mumayyiz juga menyimpan segudang penasaran dan coba-coba sendiri. Kontrol dan pengawasan ketat harus dilakukan saat anak berinteraksi dengan gadget ataupun internet. Biasakan dan anak selalu membuka dan mengonsumsi konten positig agar pola pikir dan pola sikapnya tetap berada dalam koridor syariat Islam.
Langkah-langkah di atas wajib ditempuh orang tua dalam mengoptimalkan kepribadian anak di usia mumayyiz sesuai syariat Islam. Tujuannya, kedewasaan dan kematangan anak benar-benar tampak dalam pola pikir dan sikapnya dalam memandang sebuah perkara. Mereka akan mandiri dan bertanggung jawab atas apa yang menjadi kewajibannya sesuai idrok shillah billah (kesadaran akan hubungannya dengan Allah). Sehingga, fase baligh dan dewasa anak, orang tua cukup mengingatkan dan memotivasi saja tanpa kerja ekstra melayani segala keperluan anak.