Selalu terselip rasa sedih bercampur gembira ketika kita akan menghadapi Idul Fitri. Sedih karena kita berpisah dengan Ramadhan, bulan yang penuh limpahan pahala. Gembira karena akan merayakan Idul Fitri. Karena itu jangan sampai berkah Ramadhan ini berlalu begitu saja. Kita harus terus pelihara, pupuk dan tumbuhsuburkan keberkahan ini sekalipun Ramadhan telah berlalu. Apalagi sebagai ibu. Tentu kita merasakan bagaimana seorang ibu memiliki peran yang sangat besar dalam membimbing dan membersamai anak-anak kita selepas Ramadhan ini agar semangatnya tetap bergelora.
Ibu: ‘Primadona’ Ramadhan
Pada bulan Ramadhan ada sosok yang sangat penting. Siapakah dia? Ya, ibu. Tentu tidak bermaksud mengesampingkan peran ayah. Hanya saja, faktanya ibu menjadi spesial pada bulan Ramadhan. Ibu adalah ‘bintang keluarga’ pada bulan Ramadan.
Ladang pahala sangat luas bagi seorang ibu, mulai menyediakan makanan, membangunkan sahur, membimbing membaca al-Quran dan sebagainya. Amal kebaikan apapun bernilai pahala. Bahkan sekadar memberi seteguk air kepada yang berbuka puasa. Rasulullah saw. bersabda, “Siapa memberi makan orang yang (berbuka) puasa, bagi dia pahala seperti orang yang berpuasa, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun.” (HR at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad).
Karena itu bulan Ramadhan adalah sebuah kesempatan yang Allah berikan kepada kita untuk memperbanyak amal kebaikan.
Keluarga Muslim harus berfungsi sebagai benteng umat yang kokoh, yang siap melahirkan generasi terbaik yang bertakwa, dengan visi hidup yang jelas sebagai hamba Allah yang mengemban misi kekhalifahan di muka bumi dengan penggemblengan selama bulan Ramadhan.
Di sinilah sesungguhnya peran perempuan sebagai umm[un] wa rabbatul bayt (ibu dan pengatur rumah suaminya) menjadi sangat penting. Islam, sebagai agama yang sempurna, telah menempatkan sosok ibu pada posisi yang sama penting dengan peran ayah. Bahkan fungsi ibu bukan hanya bersifat biologis, melainkan juga bersifat strategis dan politis. Oleh karena itu Islam juga menuntut agar perempuan benar-benar menjalankan fungsi keibuan ini dengan sebaik-baiknya.
Banyak nash yang bisa kita renungkan mengenai hal ini. Asma’ ra. pernah bertanya kepada Rasulullah saw.; “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah mengutamakan laki-laki dari perempuan. Lalu kami mengimanimu dan mengikutimu. Kami serba terbatas dan kurang dalam amal. Tugas kami hanyalah menjaga rumah dan melayani suami. Kami mengandung anak-anak mereka. Adapun kaum laki-laki memiliki keutamaan dengan shalat berjamaah di masjid, menyaksikan mayat dan berjihad. Jika mereka berjihad, kami menjaga harta dan memelihara anak mereka. Apakah kami dapat menyamai mereka dalam pahala, wahai Rasulullah?”
Lalu Rasul saw. bersabda, “Pernahkah kalian mendengar dari perempuan pertanyaan yang lebih baik dari ini? Kalau semua itu kalian lakukan dengan sebaik-baiknya, niscaya kalian akan mendapatkan pahala yang didapatkan suami-suami kalian.”
Rasulullah saw. juga bersabda, “Siapa saja yang mendapat ujian atau menderita karena mengurus anak-anaknya, kemudian ia berbuat baik kepada mereka, maka anak-anaknya akan menjadi penghalang bagi dirinya dari siksa neraka.” (HR al-Bukhari, Muslim dan Tirmidzi).
Seorang ibu pun memiliki kewajiban untuk berdakwah di tengah-tengah umat. Apalagi selepas bulan Ramadhan ini. Ghiirah para ibu masih tinggi untuk menuntut ilmu. Ini bisa menjadi lahan dakwah untuk menyampaikan Islam. Kita ajak mereka berpikir tentang kondisi umat Islam saat ini di tengah berbagai kesulitan yang menimpa. Kita menjelaskan rusaknya sistem sekuler kapitalis yang saat ini tengah mengungkung negeri ini. Sistem ini menjadikan penguasa sama sekali tidak peduli dengan nasib rakyatnya. Semakin tampak kezaliman yang dilakukan kepada rakyatnya.
Tetap Maksimalkan Peran
Para ibu harus terus menjaga kesinambungan aktivitas kebaikan yang bernilai pahala pada hari-hari selain bulan Ramadhan. Pertanyaan pentingnya adalah apa yang harus dilakukan oleh para ibu selepas Ramadhan ini?
Pertama: Kuatkan tekad dan buat rencana untuk diri dan keluarga. Bulan-bulan selain Ramadhan memang tidak sama dengan Ramadhan. Karena itu memang dituntut kepada kita untuk ekstra menguatkan tekad. Dibutuhkan untuk kembali meluruskan niat. Sebelumnya saat menjelang Ramadhan kita mungkin menyusun rencana matang kegiatan kita dan keluarga selama Ramadhan. Selepas Ramadhan kita pun bisa menyusun rencana untuk diri kita dan keluarga kita. Dalam hal ini suami dan anak-anak bisa diajak bicara.
Lalu selanjutnya kita mencoba berusaha mempraktikkan rencana tersebut. Yang sudah berusaha shalat tahajud setiap malamnya, kita lanjutkan. Jika selama Ramadhan kita selalu membaca al-Quran setiap selesai shalat dan bertadarus di masjid, maka di luar Ramadan kita tetap membacanya setiap hari. Kita bisa tadarus bersama anak-anak setelah shalat shubuh atau maghrib. Kita lanjutkan kebiasaan shalat berjamaah di masjid setiap shubuh dan isya, misalnya, dan sebagainya. Allah menyukai ibadah yang kecil-kecil, tetapi konsisten dilakukan.
Kedua: Semakin giat meraih ilmu dan menghadiri majelis ilmu. Mencari ilmu merupakan kewajiban bagi setiap Muslim. Seorang ibu harus terus meningkatkan ilmu dan pemahaman Islam. Tidak hanya sebagai pegangan kita dalam melangkah, tetapi juga menjadi bekal kita untuk mendidik anak-anak kita sehingga anak-anak kita menjadi shalih dan shalihah.
Apalagi keluarga pengemban dakwah. Tentu harus terus meningkatkan kualitas diri. Caranya dengan memperkaya tsaqaafah dan kemampuan untuk berdakwah. Dengan memperbanyak membaca buku, menghapal ayat-ayat al-Quran dan al-Hadis. Dengan berguru untuk mempelajari berbagai tsaqaafah Islam. Juga dengan menghadiri majelis-majelis ilmu. Ini adalah sebagian dari aktivitas yang harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas seorang ibu sebagai pengemban dakwah. Apalagi jika program ini dilakukan bersama keluarga. Tentu akan semakin menyenangkan. Kita bisa mendapatkan pemahaman lebih banyak. Kita juga bisa berdiskusi dengan anggota keluarga lainnya sehingga semakin paham. Dalam momen ini pun, orangtua akan semakin mudah untuk menguatkan pemahaman anak-anak. Mengikuti kajian rutin bersama bisa menjadi ajang pembinaan dan menjalin kedekatan di antara anggota keluarga.
Ketiga: Memperbanyak shaum sunnah dan amalan sunnah lainnya. Selama sebulan penuh kita menjalankan shaum Ramadhan. Sangat disayangkan jika tidak kita lanjutkan selepas Ramadhan. Tentu saja tidak setiap hari. Banyak shaum sunnah yang bisa kita tunaikan. Bisa kita mulai dengan shaum 6 hari pada bulan Syawal. Hendaklah kita mengajak suami dan anak-anak kita untuk melakukan amalan puasa sunnah. Lalu shaum tiga hari pertengahan bulan, shaum Senin-Kamis atau bahkan shaum Daud. Di antara keutamaannya sebagaimana sabda Nabi saw., “Maukah kutunjukkan padamu pintu-pintu kebaikan? Puasa adalah perisai…” (HR at-Tirmidzi).
Puasa dalam hadis ini dikatakan sebagai perisai bagi seorang Muslim baik di dunia maupun di akhirat. Di dunia puasa adalah perisai dari perbuatan-perbuatan maksiat. Di akhirat nanti puasa adalah perisai dari api neraka.
Keutaman lain dari puasa sunnah terdapat dalam Hadis Qudsi. Disebutkan bahwa Allah SWT berfirman: “Senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintai dia. Jika Aku telah mencintai dia, Aku akan memberi dia petunjuk pada pendengarannya yang dia gunakan untuk mendengar; memberi dia petunjuk pada penglihatannya yang dia gunakan untuk melihat; memberi dia petunjuk pada tangannya yang dia gunakan untuk memegang; memberi dia petunjuk pada kakinya yang dia gunakan untuk berjalan. Jika dia memohon sesuatu kepada-Ku, pasti Aku kabulkan. Jika dia memohon perlindungan, pasti Aku akan lindungi.” (HR al-Bukhari).
Empat: Memperbanyak amalan sunnah lainya seperti zikir, sedekah dll. Sebagai ibu, kita juga bisa mengajak anak-anak kita untuk untuk menjaga amalan sunnah lainnya yang sudah biasa kita lakukan selama Ramadhan, seperti banyak berzikir dan bersedekah. Tujuannya di antaranya supaya kita terlindungi dari keburukan, mendapatkan pahala yang besar, serta akan semakin mendekatkan kita kepada Allah dan pada akhirnya akan meningkatkan ketaatan kita kepada Allah SWT.
Kita ajak keluarga kita untuk membiasakan menyisihkan sebagian harta baik dalam keadaan lapang maupun sempit. Juga membiasakan membaca zikir pagi dan petang, zikir sebelum tidur, zikir keluar dari rumah, dan sebagainya. Manfaatkan waktu kosong ketika bekerja, berjalan atau beraktivitas dengan memperbanyak zikir kepada Allah SWT.
Kelima: Terus berjuang mendakwahkan Islam. Selama bulan Ramadhan pada umumnya umat berada pada tingkat ghiirah Islam yang tinggi sehingga mudah bagi kita mengajak umat untuk mengkaji Islam. Tentu kesempatan ini tidak kita lewatkan. Selepas Ramadhan biasanya ghiirah ini masih melekat. Inilah saat yang amat mendukung untuk mengajak umat kembali ke jalan Allah SWT dan memuliakan agama-Nya.
Penting untuk terus menyadarkan umat tentang permasalahan besar yang dialami kaum Muslim, yaitu tidak adanya penerapan syariah Islam secara kaaffah dan tidak adanya junnah, perisai kaum Muslim, yaitu Khilafah. Terus menyeru manusia ke jalan Islam, menentang kebijakan penguasa yang bertentangan dengan syariah Islam, juga mengajak umat dan keluarga kita untuk semakin giat beramar makruf nahi munkar. Terutama ketika kemungkaran semakin merajalela di hadapan kita. Ini adalah aktivitas penting yang harus semakin dikencangkan.
Khatimah
Banyak aktivitas yang bisa kita dan keluarga lakukan selepas Ramadhan untuk semakin menguatkan ketaatan kita kepada Allah. Inilah bentuk amal kebaikan yang paling dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya. Rasulullah saw. bersabda: “Amal (ibadah) yang paling dicintai Allah adalah amal yang dikerjakan terus-menerus meskipun sedikit.”
Kita memohon kepada Allah agar amalan Ramadhan kita diterima. Semoga Allah SWT selalu menjaga keluarga kita berada dalam tuntunan syarihah-Nya. Aamiin. [Najmah Saiidah]